Pagi buta, seperti saat ini. Supermarket terasa sepi, bahkan hanya ada pegawai saja yang berwira Wiri menyusun barang. Dan di sini lah Sean berdiri, dengan keranjang belanja yang ia gantungkan di lengannya. Di hadapkan dengan rak bahan makanan yang menjulang tinggi di banding dirinya, ia tampak bingung.
"Tepung yang di pake yang mana??"
Rencananya Minggu pagi ini adalah ke rumah liara, meminta bantuan gadis itu untuk membuat kue ulangtahun untuk adiknya. Setelah melihat kue buatan liara saat party graduation Juna dan Riki ia sangat berinisiatif untuk belajar, liara bisa menjadi guru nya.
Tapi, dengan bodohnya ia memutuskan untuk belanja bahan sendiri yang sudah jelas-jelas kebingungan. Seperti sekarang, Membedakan jenis tepung saja ia tidak bisa.
"Tepung terigu? Tapioka? Beras? Oh iya gue kan bisa nyari di google njir"
Tangannya merogoh saku celananya mencari benda pipih itu, "yah anjir, ketinggalan di mobil su" monolog nya saat mengetahui benda pipih itu tidak ia bawa.
Sean berdecak kesal, akhirnya ia mengambil satu persatu jenis tepung. "Tau gini tadi gue ngajak bunda" monolog nya kesal.
Sudah selesai dengan urusan tepungnya Sean beralih ke rak telur, ia mengambil satu papan telur yang berisikan 10 butir. Untuk bagian telur sangat mudah baginya, karena tidak perlu membedakan dan memilih.
Ia sekarang melihat berbagai macam mentega, Sean menghela nafas gusar. "Kayaknya milih bahan masakan lebih susah dari matematika" keluhnya.
Dan berakhirlah seperti tepung, ia mengambil satu persatu dari merk mentega itu. Sampai benar-benar keranjangnya penuh dengan tepung dan mentega. Tangannya mengambil gula pasir yang tak jauh dari posisi mentega. Rasa kesalnya berselubung, ini adalah kali pertama nya berbelanja. Demi adiknya.
Sean mengambil coklat batangan, setelah itu ia mengambil susu full cream di kulkas. Dan sekarang terkahir, ia akan memilih pewarna makanan.
"Yeji suka warna ungu, ok purple color" ia mengambil satu botol pewarna makanan berwarna ungu.
"Selesai! Nice"
_______
Di ruangan yang sunyi, hanya semilir angin pagi yang menemaninya kala itu. Ia terduduk di kursi kayu dekat jendelanya, liara di hadapkan dengan kanvas serta kuas kuas yang ia pegang, manik matanya bergerak kesana-kemari melihati objek yang terpampang dari layar ponselnya.
Foto David Janssen
Tangannya dengan lihai membentuk titik dan garis di atas kanvas itu, hingga membentuk lukisan yang utuh.
Liara meletakan kuas nya di palet, ia menyenderkan punggungnya dan bersedekap tangan.
"kangen David deh" monolognya.
Lukisan itu indah, senyuman anak kecil itu terlihat nyata membuat liara merindukannya.
Ia memberi watermark pada pojok kanvas nya, menulis nama, tanggal, bulan, serta tahun ia melukis itu. Liars berharap jika David sudah besar, anak itu bisa melihat lukisannya.Untuk beberapa bulan ke depan ia tidak bisa bertemu anak temuannya itu, karena David di ajak pergi bersama bundanya Jay ke luar kota.
Senyumnya terukir tipis, "Lo harus bahagia" gumamnya lirih.
Lukisannya sudah usai, liara segera membereskan botol botol cat dan mencuci kuas serta palet yang ia gunakan tadi. Liara membiarkan kanvas itu tetap di tempatnya, agar kering karena terpapar sinar matahari pagi dan semilir angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION|ENHYPEN[✓]
Teen Fiction[#]Living isn't fucking easy- Start=9 Oktober 2021 Finish=11Desember 2021 Cover by @pinterest