Permainan Dimulai

64 3 1
                                    

Duduk sendiri ditemani angin semerbak mengantar kelopak bunga terbang menari-nari, duduk beralaskan rumput bercampur rerontokan rambut warna abu-abu gadis itu memainkan sesuatu di tangan kiri.

Ia buka kepalan tangan, menatap isi di dalamnya lalu bernyanyi.
"Rurorareri, mereka bersembunyi.
Rurorareri, kucari buah mimpi."
Dalam benaknya gadis tersebut bersenandung dalam sunyi.

Membuka mulut hendak meneruskan lirik lagu, vokal serak diikuti batuk berdahak menciptakan bait yang terdengar ambigu. Kembali ke awal, ia menyanyi pelan demi suara yang lebih merdu.

"Siapa yang akan dapat? Makan buahnya cepat.
Kau akan bahagia, jadi jangan terlambat.
Petik buahnya, di timur atau barat.
Dimanakah dia tanah yang tak terlihat."

Dari salah satu ujung ladang bunga warna biru, lagu yang barusan ia nyanyikan terseru. Dilihat pula seorang lelaki dari kejauhan berlari padanya tampak terburu-buru.
"Rosa! Kita berhasil, buahnya ketemu!" sosok itu gembira, seorang lelaki bermata biru.

Gadis itu menjawab, "Seri, uhuk, serius, kak?"

"Wohohoho~ ini diaaaa!"

Seketika tatapan sayu mengubah ekspresi gadis rambut abu-abu, di mata wanita itu tercermin bermacam-macam warna yang tak pernah ia saksikan sebelumnya. Diambil salah satu yang berwarna biru, berkulit keras seperti kenari, buah berbentuk bulan sabit itu jatuh dari tangan wanita yang tangan kanannya berubah merah setelah mencoba mengulik isinya.

"Haha, sabar, sabar, sabar..." kekeh lelaki tersebut sembari menepuk pelan kepala Rosa dan setelahnya meraih buah yang jatuh.

Gadis tersebut tak berhenti memperhatikan, sesekali kedua tangannya maju mundur untuk mencoba mengulangi aksi sebelumnya. Namun tak lama setelahnya, buah itu diremas dan merontokkan kulit birunya menguak wujud kepingan biru transparan. "Mau?" tawarnya sembari tangan kanan ia sodorkan.

Perlahan tangan Rosa meraih piringan seukuran koin dari tangan lelaki itu, namun dengan cepat jempol melontarkannya ke atas dan menangkap dengan mulutnya.

Menggoda sambil tertawa "Haha, sayangnya yang satu ini jatahku!", lawan bicara Rosa akhirnya mengunyah dan menelan buah tersebut.

Menepuk pundak Rosa lalu menunjuk mulut dengan telunjuk kanan, setelah semuanya benar-benar ia lahap, pemuda itu memegang tangan Rosa dan menatap mata gadis itu dalam-dalam.

"Aku harap, Rosa'nina Evermore, adikku yang tercinta. Lepas dari kutukan dan semua penyakitnya, hilangkan semua perih dari dirinya."

Selesai sudah membaca doa, dari sinar terbenam merah cerah terbang seolah pasrah, menuju jari jemari pucat Rosa yang tampak lemah, abu-abu dari rambut dan mata hilanglah sudah, menjadi mawar mereka berubah, ekspresi senang yang tertidur kini tergugah, lengkap satu mimpi dan harapan sudah.

"Kakak..." air mata berlinang, mulut bergetar, lalu diusap-usapnya cepat dan memeluknya.

"Rasa sakitnya... Semuanya hilang..."

Sore berakhir ditandai dengan mentari yang tenggelam, begitu juga dengan segala pahit yang hilang bersama malam.

Di ladang warna biru, kisah Rosa berakhir haru. Sayang tak semua tempat tercipta akhir riang dan seru, namun muncul sumber sedih dan sendu.

Kontras dari lautan bunga indah sebelumnya, suasana tempat yang dinaungi pemuda ini cukup berbeda, ruang gelap hanya diterangi oleh lampu kulkas menyala, sampah dan sisa makanan berceceran dimana-mana.

Berbaring di atas kasur bersama perasaan yang hancur, tak melakukan apapun bahkan tak tertidur, menangis terisak karena hati tak terhibur. Akibatnya, suara keras teko mendidih pun terdengar kabur.

Sankarea!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang