Just One Kiss - The Power of Re-Life
Sudah hampir enam jam Sandra tidak sadarkan diri setelah dilarikan ke rumah sakit. Kedua orangtuanya begitu cemas, tak sanggup menahan tangis ketika sang putri divonis koma oleh dokter. Dokter menjelaskan bahwa Sandra terkena Perintal Aspiksia. Yaitu kondisi dimana saluran pernapasannya tiba-tiba terhenti karena kekurangan oksigen yang bisa menyebabkan kematian. Gejala itu timbul karena seseorang mengalami depresi dari susunan saraf pusat dan bisa menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernapas. Mendengar itu kedua orangtua Sandra begitu terkejut. Saudara laki-lakinya, Kevin langsung menyerang kedua teman Sandra yang tengah ikut menunggu kesadaran Sandra.
"Apa yang kalian lakukan pada adikku! Jawab aku, sialan!"
Tere, yang terkena cekikkan kakaknya Sandra itu terbatuk berusaha melepaskan tangan Kevin dibantu oleh Carla dan juga kedua orangtua Sandra.
"Kevin! Sadarlah!"
"Terakhir kali Sandra bersama mereka, Pa!" Kevin menatap keduanya nyalang. Namun seseorang menepuk pundak Kevin pelan. Kevin menoleh, lantas menggeram tertahan ketika melihat sosok pria berjaket hoddie di belakangnya. "Apalagi, Noah? Jelas-jelas mereka yang telah menyuruh Sandra melakukan hal yang tidak-tidak padamu! Ini sudah sering mereka lakukan!"
Noah, pria berjaket hoddie abu itu menghela napas. Tere dan Carla sempat terkejut saat ia mengetahui bahwa pria itu bernama Noah sekaligus merupakan teman kuliah Kevin, kakak Sandra sendiri.
"Ini kecelakaan, Kevin. Mungkin sudah saatnya Sandra mengalami hal seperti ini. Berdoalah, semoga dia diberi kekuatan." Noah berkata bijak, wajahnya yang putih pucat berusaha memberi aura ketenangan bagi mereka. Seketika tangan Kevin terlepas dari leher Tere. Ia mulai mengendalikan emosinya.
Melihat itu Noah menghela napas, "Baiklah, tugasku selesai. Aku harus kembali ke kampung halamanku di Seattle. Aku harus memesan tiket kereta lagi. Sampai jumpa semuanya."
Noah berlalu, meninggalkan mereka yang tengah diselimuti ketakutan. Ketakutan akan Sandra yang tak kunjung sadar dari koma. Termasuk Tere dan Carla, yang terus melihat kepergian Noah hingga pintu ruang tunggu tertutup kembali.
"Ternyata dia tampan, ya." ungkap Carla tiba-tiba di sela isak tangisnya.
"Iya. Dia juga yang bopong Sandra ke ambulan. Aku agak sedikit iri." Tambah Tere berbisik, "Tapi aku lebih suka Kevin. Dia masokis."
Carla melotot, menyikut lengan Tere yang bisa-bisanya membahas yang tidak seharusnya dalam keadaan tegang seperti ini.
"Kalian pulang lah, ini sudah malam. Apa orangtua kalian gak khawatir?"
Mendengar ucapan Mama Sandra, Tere dan Carla mendongak. Merasa terpanggil karena baru kali ini Mama Sandra angkat bicara.
"Kami sudah minta izin, kok, Ma."
"Tapi ini sudah malam. Takutnya kalian kecapek an pulang sekolah langsung ke sini." Mama Sandra berdeham, menghampiri mereka berdua. "Anterin Kevin ya. Mama gak mau kalian kena marah orangtua kalian. Mama tahu kok, kalian tidak diizinkan untuk tinggal di sini. Jangan berbohong, Mama tahu ekspresi kalian. Apalagi kamu, Carla."
Carla yang sedari tadi membenarkan kacamata sambil merasa gelisah menyengir, "Mama Sandra memang mengerti aku."
"Ya sudah, Papa anterin kalian pulang, ya." Papa Sandra yang kebetulan mendengar pembicaraan mereka ikut merasa khawatir. Sebenarnya sudah sedari tadi ia meminta mengantar mereka pulang, namun mereka selalu menolak permintaan Papa Sandra.
"Biar aku saja." Kevin menyahut dari samping. Wajahnya yang menyeramkan dan tegas melirik Tere dan Carla sekaligus. "Biar aku yang mengantar mereka pulang pakai mobil Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just One Kiss
FantasySandra, siswa kelas dua belas itu gagal dalam permainan game online. Ia nekat menyanggupi tantangan yang diajukan teman sekelasnya untuk mencium lelaki berjaket hoddie yang sama sekali tidak ia kenal di stasiun kereta. Tidak disangka, kecupan singka...