43. Titik terang

120 6 2
                                    


Terkadang apa yang dilihat secara langsung  dengan mata kepala sendiri belum tentu itu memang kebenarannya.

-Agaraya-

Pembelajaran di SMA Demantara telah usai, semua murid berhamburan untuk pulang ke rumahnya masing-masing.

Kini mereka berkumpul di parkiran bersiap untuk menuju kafe.

"Ray, gue bareng sama elo ya," pintanya ke Raya.

"Boleh sih, tapi elo udah bilang sama umi kalau mau main dulu dan ga perlu jemput?" tanya Raya. Umi yang dimaksud Raya adalah mamanya yang sengaja dipanggil umi karena emang diminta sendiri oleh mamanya.

Menunggu Rain menelpon mamanya, Raya mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Tang, Ga. Kalian pergi dulu. Biar gue share lock aja."

Raya mengambil Hpnya dari saku dan men share lock lokasi tempat mereka nanti akan bertemu.

"Iya Ray." Bintang langsung menancapkan gasnya menuju kafe yang ingin dituju.

"Oke, Ray. Kalau kamu mau sama Rain terus gapapa kok. Biar aku menjauh. Entar bilang sama Bintang buat menghapus perjanjian waktu itu," terang Aga setelah beberapa saat tidak berbicara dengan Raya.

Dia sadari mungkin lebih baik dia mundur aja daripada membuat kesalahfahaman hingga berujung keretakan dalam persahabatan antara Rain dan Raya. Meskipun alasan menjadi cupu belum berhasil.

"Gapapa, Ga. Ini emang konsekuensi gue tulus dan ikhlas jadi ga usah sungkan. Lagipula dari elo gue belajar banyak hal salah satunya bahwa kita tidak merasa sendirian masih ada oranglain dan Allah," tolak Raya juga merasa bersalah karena akhir-akhir ini tidak mengikuti perjanjian dulu demi menjaga perasaan sahabatnya.

"Alhamdulillah kalau gitu. Makasih gue pergi dulu," pamitnya lalu menancapkan gasnya menuju kafe yang dituju.

Disisi lain, Rain mencari tempat agak sepi buat menelpon mamanya. Dia memang tidak diperbolehkan naik motor ke sekolah alasannya karena dulu waktu SMP pernah naik motor terus jatuh. Dia hanya diperbolehkan naik motor ke jalan kampung saja seperti ke rumah Raya jaraknya dekat itu tidak apa-apa.

Jadi terpaksa tiap pagi dan sore harus diantar jemput oleh sopir. Awalnya dia menolak karena tak ingin merepotkan dan mau naik angkot saja tapi dilarang mamanya. Namun, apapun yang dilakukan memang tujuannya demi keselamatan Rain.

Rain menelpon nomor uminya.
"Assalamu'alaikum Umi," katanya.

"Waalaikumsalam, sayang ada apa?" tanya Raisa.

"Umi, Lia ga usah jemput biar nanti dianter pulang Raya. Lia izin main dulu ada sesuatu hal yang perlu di luruskan." Terangnya memberikan penjelasan agar uminya mau mengizinkan.

"Iya sayang tapi sebelum magrib harus pulang, loh," peringat Raisa.

"Siap, makasih Umi."

"Sama-sama."

Rain mematikan teleponnya sepihak dan menghampiri Raya.

"Ray," panggilnya.

Raya sebisa mungkin menelan savilanya hampir saja dia mengetahui percakapan dengan Aga. Untung saja takdir masih berpihak padanya. Saat Rain kesini Aga sudah pergi.

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang