"Hallo..." Jawab Luna, seraya menempelkan ponsel tepat di telinganya.
"Luna!!" Seru suara itu dengan bersemangat.
Luna tersenyum lembut, "Tante Viani apa kabar?"
"Baik, sayang. Pagi tadi, tante sekeluarga tiba di Jakarta. Tante kangen banget sama kamu." Mendengar ucapan Viani, sontak membuat Luna terkekeh kecil.
"Main ke rumah dong, Tan..."
"Boleh deh, kapan-kapan tante ke sana. Oh iya, kamu nanti malam ada acara nggak?"
Luna berfikir sejenak, "Rencananya, aku sama Tami mau pergi malam ini, tan. Tapi belum tahu jadi apa enggak. Memangnya kenapa?"
"Oh, begitu ya. Emm, kalau misal nggak jadi pergi sama Tami, keluar bareng tante aja yuk. Nggak jauh-jauh, paling cuma makan malam sama Riri." Luna terdiam mempertimbangkan ajakan wanita itu.
"Nanti Luna kabari lagi ya, Tan."
"Tante tunggu kabar baiknya!"
"Siap, tante."
___________________
Tepat pukul tujuh malam, Luna tiba di sebuah cafe. Tempat di mana perempuan itu membuat janji dengan Viani tadi sore.Acara dengan Tami batal, mengingat sahabat Luna itu, ada kepentingan lain yang lebih mendesak. Akhirnya, Luna setuju pergi makan malam dengan Viani.
Sesaat setelah membayar taksi, Luna segera masuk ke cafe.
Semenjak Robi meninggal, perempuan itu belum berani mengendarai mobil. Luna menyadari dirinya masih sering melamun. Ia khawatir akan beresiko jika nekat berkendara seorang diri. Taksi menjadi pilihan alternatif, jika pak Sunan sedang kerepotan tidak bisa mengantarnya.
"Sudah lama om, tante?"
"Hai Luna! Belum, kita juga baru sampai kok. Duduk.. Duduk!" Viani mempersilahkan.
"Riri mana?" Tanya perempuan itu bingung, mengingat yang ia temui hanya Viani dan Brams.
"Riri nggak mau ikut, dia keasyikan main games di rumah sama susternya." Jelas Brams cepat.
Jawabannya barusan, sontak membuat Luna berkedip pelan. "Kita makan bertiga? Luna jadi kaya obat nyamuk dong!" Protes perempuan itu, membuat Brams dan Viani tertawa geli.
Luna menatap bingung dua orang di depannya. Lalu menyadari apa yang tengah mereka rencanakan, setelah kursi kosong di sampingnya tergeser.
"Auto gerak cepat, pulang dari meeting langsung ke sini." Seru Brams dengan nada jahil, kala Rayhan menduduki kursi kosong yang tadi ia geser.
Laki-laki itu sebatas menatap datar pada sang ayah tiri.
"Tadi dia nolak diajak ke sini, Lun... Pas tante bilang kamu datang, dia langsung nyusulin."
"Kata dia biar kaya double date!"
Luna hanya mampu tersenyum kaku pada Viani. Wanita itu pasti tidak tahu, hati Luna masih sakit karna ulah anak laki-lakinya.
Mengingat fakta yang ia dapat malam lalu, membuat Luna merasa benci pada laki-laki yang kini duduk tenang di sampingnya.
Tapi Luna tidak ingin merusak acara malam ini. Apalagi melihat wajah Viani yang tampak berseri, Luna tidak tega menunjukkan rasa kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)
ChickLit[READY EBOOK 📱] LINK PEMBELIAN EBOOK BISA DM/BUKA DI PROFIL AKU, TEPATNYA DI BERANDA PERCAKAPAN YA☺️ "Ngapain di sini? Jual diri ya." Luna memejamkan matanya, berusaha meredam amarah atas tuduhan dari seseorang yang sejak bertahun-tahun perempuan...