Malam itu rasanya dingin sekali.
Hujan mengguyur beberapa bagian di kota yang Yara tinggali hingga angin malam berubah menjadi begitu sangat dingin dan sejuk. Bergelung di bawah selimut seraya menonton film dari Netflix di televisi selalu jadi pilihan tepat bagi Yara ketika hawa dingin menghampiri. Kurang saja rasanya kalau sedang turun hujan, ia malah melakukan sebuah kegiatan yang melelahkan, bekerja atau mengurus pekerjaan rumah misalnya.
Kali ini ia memilih film bergenre romance yang-- duh, alur ceritanya ternyata sedih sekali. Awalnya Yara ingin ganti film saja, tetapi rasanya sayang karena ia sudah melihat hampir dari setengah jalan film ini, lebih baik sekalian dihabiskan saja walau ia tak suka dengan kesedihan yang tersirat dari film ini. Ia suka-suka saja sih sebenarnya dengan film sad romance begini, tapi saat ini keadaannya juga sedang sad dalam masalah romance, ia tak ingin semakin terpuruk atau menangis.
Namun apa yang diharapkan dari film ber-genre sad romance ini selain air mata? Nyatanya Yara telah memeluk sebuah box berisikan tissue dengan beberapa lembar tissue yang sudah tergolek tak berdaya di atas ranjang sisi lain setelah ia gunakan untuk mengusap air mata dan ingus yang bercucuran.
Ah, Yara benci menonton film yang sedih-sedih begini.
Hingga ketika film telah menunjukkan bahwa ceritanya hampir masuk ke akhir cerita, Yara terpaksa harus memencet tombol pause pada remote ketika bel rumahnya berbunyi.
Yara berdecak, menatap jam yang tertempel pada dinding rumahnya, "Demi Tuhan, ini sudah hampir pukul 1 malam! Siapa yang bertamu malam-malam begini?"
Yara tak langsung bangkit dari ranjang, pikiran buruk tentu saja menguasai dirinya saat ini.
Bagaimana kalau itu hantu? Bagaimana kalau itu maling? Bagaimana kalau itu penguntit?
Tapi Yara akhirnya turun juga dari ranjang untuk mengecek ketika bel rumah terdengar semakin nyaring dan tak sabaran. Bermodalkan sebuah tongkat golf milik ayahnya dulu, ia meraih kunci gembok pagar dan memutar kunci pintu.
Matanya menyipit, ada sebuah pria yang masih memencet tombol bel rumahnya dengan tak sabaran. Matanya makin menyipit, berusaha melihat wajah si pria dikegelapan ini. Namun ia membuka mulutnya lebar karena terkejut setelah matanya menangkap dan mengenali pemilik wajah si pemencet bel rumahnya.
"Pak Jeka!"
Yara buru-buru melempar tongkat golf dan membuka gembok pagar rumahnya, Yara bisa lihat Jeka mundur beberapa langkah ketika ia membuka pagar rumahnya. Pria itu masih menggunakan setelan formal untuk bekerja, hanya saja bentuknya sudah acak-acakan, begitu juga dengan rambut pria itu.
Hingga ketika Jeka telah melangkah melewati pagar rumahnya, giliran Yara yang mundur beberapa langkah setelah hidungnya mencium bau alkohol yang menyengat dari tubuh Jeka, "Bapak mabuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ Mi Casa
Fanfiction𝑲𝒂𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝑱𝒆𝒌𝒂, 𝒀𝒂𝒓𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝑴𝒊 𝑪𝒂𝒔𝒂-𝒏𝒚𝒂. 𝑱𝒆𝒌𝒂 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈, 𝒌𝒆𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉𝒏𝒚𝒂, 𝒌𝒆 𝑴𝒊 𝑪𝒂𝒔𝒂-𝒏𝒚𝒂. 𝑴𝒂𝒖𝒌𝒂𝒉 𝒀𝒂𝒓𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒖𝒌𝒂 𝒑𝒊𝒏𝒕𝒖 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝑱𝒆𝒌𝒂 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆 𝑴...