Episode 06, The anger

27 3 0
                                    

"Joel!"

Joel menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Rino?"
"Kamu tidak berbicara yang aneh-aneh dengan gadis itu kan?" tanya Rino tajam.
"Tidak koq. Tenang saja. Aku juga bilang padanya kalau aku hanya pembantu disini. Dia tidak tau kalau kita kembar." jawab Joel pelan.
"Baguslah. Aku tidak sudi memiliki kembaran seorang pembunuh dan sampah sepertimu! Oh ya, kunci ruangan gadis itu kamu saja yang pegang. Tapi ingat! Jangan sampai gadis itu kabur! Paham?!"

Joel hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Sementara itu, Rino berjalan meninggalkan Joel menuju ruangannya.

"Lia pasti kesakitan tidur di lantai. Aku bawakan selimut dan bantal saja agar dia punya alas tidur." ucap Joel pelan.

Joel berjalan menuju kamarnya dan mengambil selimut tebal baru dari lemarinya. Ia juga membawa bantal agar Lia dapat tidur dengan nyenyak. Joel juga membawakan selimut kecil untuk Lia agar dia tidak kedinginan.

Joel pun berjalan menuju ruangan Lia tanpa diketahui oleh orang. Mendengar seseorang membuka pintunya, Lia pun menoleh ke arah pintu.

"Hei, ini aku. Jangan takut ya." ujar Joel.
"Ya ampun Joel, tidak usah repot-repot. Aku.." perkataan Lia terhenti.
"Tidak apa-apa Lia. Agar kamu nyaman tidurnya. Ini aku bawakan selimut tebal untuk alas tidurmu. Ada selimut kecil agar kamu tidak kedinginan dan ada bantal juga agar kamu bisa tidur." ujar Joel pelan.
"Nanti kamu pakai apa?" tanya Lia sedikit khawatir.
"Aku masih ada cadangan koq. Tenang saja. Oh ya, maaf aku tidak punya matras jadi aku pakai selimut tebal tidak apa-apa kan?" tanya Joel balik.
"Tidak apa-apa Joel. Diberikan bantal dan selimut saja sudah lebih dari cukup untukku. Terima kasih ya." jawab Lia sambil tersenyum hangat.

Joel hanya tersenyum dan mengangguk pada Lia. Dengan sigap, Joel membantu Lia menyiapkan alas tidurnya. Lia benar-benar masih tidak menyangka jika di mansion itu hanya Joel satu-satunya orang yang memperlakukannya dengan baik.

"Di mansion ini hanya Joel yang memperlakukan aku dengan baik. Apa di benar-benar baik? Tapi, dari tampangnya tidak ada yang mencurigakan. Hanya saja... sepertinya dia menyembunyikan masalahnya." ujar Lia dalam hati sambil memperhatikan Joel yang sedang menyiapkan alas tidurnya.
"Lia, alas tidurnya sudah jadi. Selamat tidur." ucap Joel ramah.
"Oh, iya. Terima kasih Joel. Nanti aku kembalikan ya."
"Eh, tidak usah. Kamu pakai saja. Aku masih punya selimut cadangan. Tenang saja. Jangan khawatir. Hehehe."
"Baiklah, selamat malam Joel."
"Selamat malam Lia."

Joel pun keluar dari ruangan Lia dan kembali ke kamarnya. Sedangkan Lia mencoba menyamankan dirinya di atas selimut tebal yang menjadi alas tidurnya. Lia merindukan rumah dan juga keluarganya. Tanpa sadar, Lia menitikkan air matanya. Ia sangat takut jika terjadi sesuatu pada keluarganya. Bahkan Lia ingin sekali kabur dari tempat itu.

"Aku mau pulang. Aku tidak mau disini." ujar Lia sambil menangis pelan.

BRAK!

Seseorang membuka pintu ruangan Lia dengan kasar. Lia yang ketakutan langsung memeluk lututnya erat dan menghapus air matanya.

"Kenapa? Hmm? Takut?"

Suara dingin nan tajam tersebut menyapa telinga Lia. Lia yang gemetar tidak ingin melihat sesosok lelaki yang menghampirinya.

"P-pergi kamu!" usir Lia dengan nada bergetar.
"Who are you young lady? This is my house." ujar Rino dengan nada dingin sambil menyunggingkan smirknya.
"Anak dari seorang pengkhianat sepertimu harus merasakan karma dari perbuatan ayahmu sendiri! Ayahmu membuat perusahaan ayahku collapse bahkan ayahmu membuat ayahku masuk penjara 20 tahun lamanya. Kamu tidak pernah merasakan hidup tanpa orang tua kan? Ibu dan adikku dibunuh. Lalu ayahku masuk penjara. Apa kamu pernah merasakan hidup sendirian nona Ju-li-a-Choi?"

Mendengar penekanan pada nama lengkapnya membuat Lia semakin takut. Ia tidak pernah mendapatkan ucapan seperti itu seumur hidupnya. Ia hanya terdiam tanpa melihat wajah Lelaki yang ada di hadapannya.

"JAWAB!" teriak Rino sambil menahan kedua tangannya pada tembok tempat Lia duduk.
"B-belum. Tapi aku tau.. rasanya tidak memiliki ibu." jawab Lia sambil memberanikan diri menjawab teriakan Rino walau dirinya sedang gemetar.
"Tsk! Ibumu mati karena sakit kan? Itu adalah karma dari apa yang ayahmu lakukan pada keluargaku!"
"Tidak! Aku yakin papiku tidak mungkin lakukan itu. Papiku orang baik dan penyayang keluarga!"

Rino tertawa kencang nan sarkas mendengar perkataan Lia.
"Pipiki iring biik din pinyiying kiliirgi. What a bullshit! Hahaha ayahmu seperti itu karena ia tidak mau kamu tau kebusukannya Julia Choi! Ayahmu itu orang jahat. Aku yakin, dia senang ketika kamu tidak ada. Jangan terlalu polos Lia. Selama ini kamu dimanjakan dan dibutakan dengan kebaikannya. Pamanku juga menjadi saksi bagaimana keburukan ayahmu yang dia lakukan pada ayahku." ucap Rino sambil mencoba mendekatkan wajahnya pada Lia.

Mengetahui hal itu, Lia mendorong badan Rino dengan pelan dengan maksud agar tidak terlalu mendekat padanya.

"Pergi! Aku tau kamu membenci ayahku karena ayahku memutuskan kerja sama dengan perusahaan ayahmu kan? Hingga akhirnya perusahaan itu diambil alih olehmu dan berganti nama?" tanya Lia dengan nada sebaik mungkin sambil menahan tangisnya.
"Kamu tau apa soal itu? Hmm? Kamu hanya gadis bodoh yang hanya tau berbelanja tanpa mengetahui dari mana uang ayahmu berasal." jawab Rino tajam.

Kesal ayahnya terus disudutkan, Lia menampar wajah Rino. Lia amat shock mengetahui dirinya lepas kendali hingga menampar orang lain. Jangankan menampar, memaki ataupun membentak bahkan menghina orang lain saja, Lia tidak pernah melakukannya. Ini kali pertama dalam hidupnya, Lia berani menampar orang lain.

"M-maaf. A-aku... akh!"

Rino dengan tatapan tajam ala seorang psikopat langsung menjambak rambut Lia dengan kasar.

"Baru kali ini ada perempuan yang berani menamparku. Kamu tau kan akibatnya jika berani melawanku?" tanya Rino tajam.
"Akh! M-maafkan aku. A-aku tidak bisa kendalikan emosiku tadi. M-maaf. Tolong lepaskan tanganmu." jawab Lia sambil meminta maaf dan memegang pergelangan tangan Rino dengan kedua tangannya.
"Maaf katamu? Huh? Tidak ada kata maaf dalam kamusku!"

Malam itu merupakan malam terburuk Lia. Baru kali ini ia mendapatkan kekerasan fisik seumur hidupnya. Lebam dan luka menghiasi wajah dan juga tangannya.

"Itu akibatnya jika berani melawanku." ujar Rino tajam.
"Satu hal lagi. Jangan pernah kau berpikir bisa kabur dari sini. Karena kamu itu propertiku."

Rino menutup pintu ruangan Lia dan menguncinya dengan kunci serep yang ia miliki. Lia terdiam sambil menangis. Ia ingin sekali keluar dari sana. Andai saja tasnya masih bersamanya, Lia bisa memberikan lokasinya pada Angela dan Brielle. Sayang sekali ia kehilangan tasnya ketika ia tertangkap tadi. Tasnya terlempar ketika ia menghalau orang yang akan menangkapnya.

Di sisi lain...

"Ma, pa. L-Lia... Lia hilang pa, ma. Aku bingung harus bilang apa sama Kak Lorenzo dan paman Seunghyun." ujar Angela.
"Apa? Lia hilang? Bagaimana kronologinya?" tanya Choi Minho tenang.

Angela mulai menceritakan semuanya pada ayah dan juga ibunya.

Akankah Angela mengakui pada Lorenzo atas hilangnya Lia?

-to be continue-

Peace of tortureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang