07

7 3 0
                                    

.

.

.

Aulia mencolek lengan kiri dimas, mencoba mengalihkan perhatian pria di sampingnya.

Mereka saat ini sedang berada di taman.

Sudah beberapa kali ia mencoba agar pria di sampingnya ini menoleh ke arahnya, agar tidak terlalu serius di hp? Dia merasa seperti tidak di anggap di sini.




Tak lama kemudian seorang ibu-ibu menepuk bahu dimas.

"Mas, adiknya menangis tuh ko di biarkan saja kasian mas."

'hah? Adik?'

Dan teringat bahwa dia sedang bersama aulia, sialan bagaimana ia bisa lupa?

Dan di lihatnya aulia sedang terisak menangis.

"Sayang maafkan aku." Saat ingin membawanya ke dekapannya aulia menolak.

"Hiks.. nda mau sama dimas hiks."

Dimas tentu lupa bahwa aulia sedang mode manja, dan tidak boleh di abaikan.

"Sstt jangan menangis sayang, aku minta maaf ya, aku lupa maaf sayang."

Menatap calon suaminya dengan mata sembab dan juga hidung memerah.

"Hiks.. i-ingin pulang."

"Baiklah ayo pulang."








Perjalanan cukup memakan waktu, karena jarak taman dan rumah aulia sangat jauh.

"Dimas?"

"Iya ada apa sayang?" Jawab pria itu dengan mata yang masih fokus ke jalan.

"Umm, aku harus memanggilmu apa?, Aku tidak enak jika memangil nama pada orang yang lebih tua dariku."

"Hm, apa ya?"

"Mas Dimas?" Usul aulia.

"Ck, terlalu kuno."

"Kakak!" Jawab dengan riang menurutnya itu sangat bagus.

"Memangnya aku ini kakakmu, aku kan akan menjadi suamimu."

"Lalu apa?" Tiba-tiba otak jahil nya muncul.

Sekali-sekali mengerjai orang tidak apa-apa kan?

















"Daddy."

'shit'

Ckiiiit

"Aww, shh sakit tau ih, kenapa menge-rem mendadak?"

"Jangan panggil sebutan itu sekarang baby, nanti saja jika kita sudah menikah."

Dimas lupa bahwa dia sedang berbicara dengan gadis polos.

Tentu ia tidak mengerti dengan ucapan pria di sampingnya ini.

"Maksudmu apa?"

"Ah sudahlah kau tidak akan mengerti, tapi bagaimana kau bisa tau panggilan seperti itu?"

"Oh aku menonton film, setiap aku menonton film barat pasti anaknya memanggil ayahnya dengan sebutan Daddy."

Terlampau polos memang, sampai dia tidak menyadari jika pria di sampingnya ini sudah mati-matian menahan nafsunya.

"Bagaimana jika om dimas?"

Menghembuskan nafas kasar, apa-apaan memangnya dia ini om pedo?

Pada dasarnya memang mendekati:)

"Cukup panggil aku sayang saja, panggilan itu terlalu tua."

Malu. Itulah yang di rasakan Aulia saat ini, mengapa pria ini selalu membuat ia merona?

"Apa tidak ada panggilan lain?"

"Tidak ada. Coba kamu panggil aku dengan sebutan sayang tidak ada penolakan."

Meremat seltbelt, jantungnya berdegup kencang, dia gugup dan malu mengapa seperti ini padahal ia hanya di suruh untuk memanggil Dimas dengan sebutan sayang.

"Ayo sayang"



"Umm... Sa-sayang."

"Hei, mengapa seperti itu ayo katakan yang jelas." Mengapa pria ini selalu membuat ia seperti ini?

"Sayang"














Keduanya sudah sampai di rumah aulia, bahkan gadis itu sedang tidur, karena perjalanan cukup jauh.

"Mah, yah Dimas pamit pulang dulu ya."

"Ya hati-hati di jalan ya, sering-sering main ke sini."

"Ah, tentu mah aku akan sering-sering main ke sini."

Alibi seorang dimas.

Bilang saja ingin selalu bersama aulia.

Ada yang sedang kasmaran lagi rupanya.

.

.

.

TBC.

Dimas & Aulia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang