Bab 2

269 25 0
                                    

Apa selingkuhanmu meninggalkanmu? Kenapa kau berjalan kaki?." Jimin melemparkan pertanyaan yang sangat membuat Taery kesal. Moodnya sudah hancur.

Pertama karena wajahnya kusam akibat polusi udara—sial sekali dia harus jalan kaki karena ternyata dompetnya tertinggal di rumah.
Hanya ada beberapa won di
kantung celananya dan hanya cukup untuk naik bus. Sialnya, jarak halte dengan rumahnya lumayan jauh. Salahkan Jimin yang dulu membeli rumah di tempat terpencil.
Alasannya agar mereka memiliki waktu bersama yang lebih privat. Nyatanya membuat susah karena jauh dari peradaban.

Kedua, wajahnya sudah pasti muram. Kejadian pagi tadi membuat mood Taery anjlok, selingkuhannya juga tidak bisa mengantarnya pulang. Alasan pekerjaan. Padahal Taery tahu
kalau laki-laki itu tidak memiliki jadwal pekerjaan. Prasangka Taery mengatakan kalau selingkuhannya itu sedang memadu kasih dengan perempuan lain—well Taery tidak peduli karena tidak benar-benar cinta.

Ketiga karena saat penampilannya begitu menyedihkan, dia malah berpapasan dengan Jimin.
Kepala laki-laki itu muncul dari balik jendela mobilnya yang beberapa detik lalu diturunkan. Senyuman sudah tersungging di bibirnya. Sedang mengejek.

"Aku lelah. Jangan memancing pertengkaran!" sahut Taery.
"Kau berkelahi dengan laki-laki itu?" Jimin bertanya. Senyumannya sudah tidak ada lagi.
Wajahnya tampak serius dengan mata sipitnya yang dipaksa membuka. Kebiasaan Jimin
ketika penasaran atau terkejut dengan sesuatu.

Taery menjadi kikuk sendiri. Merindukan sosok Jimin yang mengkhawatirkannya seperti ini.
Padahal dulu Taery paling tidak suka ketika Jimin menembaki dengan rentetan pertanyaan
tentang kondisi dirinya. Sekarang malah ingin mendapat perhatiaan itu.

"Ah lupakan. Aku juga tidak peduli sih." Jimin menarik kata-katanya. Tampaknya laki-laki itu
melakukan sesuatu yang tidak Taery suka. Kadang ada beberapa hal yang Jimin rasa
sangsi terhadap sikap Taery. Terlalu menuntut sikap Jimin harus begini dan begitu.

Taery merasa bersalah. Dia hanya diam. Sudah menahan panas di matanya. Air matanya
mulai mencair. Berkaca-kaca dan merutuki sikap bodohnya.
"Beri aku tumpangan saja!" Taery mengalihkan pembicaraan. Lebih tepatnya dia lelah
berjalan. Apalagi heelsnya membuat kakinya terasa sakit. Ingin segera mendaratkan
bokongnya.

Bukannya tidak tahu malu, Taery hanya rasional. Saat ini tidak ada kendaraan lain. Dia tidak
mungkin berjalan sampai rumah. Hanya tumpangan dari Jimin yang menjadi harapannya.
Toh mereka searah—serumah.

"Naiklah, kau pasti lelah sekali," ujar Jimin.
"Jangan bicara seperti itu. Kau terlihat sangat mengkhawatirkanku!"
Taery ingin menampar bibirnya sendiri.
Tidak seharusnya dia mengatakan hal-hal yang tidak perlu.
Cukup diam, duduk manis di mobil dan pulang.
Jimin tidak menanggapi. Taery juga memilih tidak berbicara lebih jauh. Dia masuk ke mobil
dan memakai sabuk pengaman.

Perempuan itu pikir, Jimin tersinggung dengan ucapannya. Well, saling
menyinggung—entah sejak kapan—menjadi kebiasaan mereka. Akan tetapi, tiba-tiba Jimin
menawarkan sesuatu yang membuat Taery semakin kesal.

"Kalau kau sudah bosan dengan laki-laki itu, aku bisa mengenalkanmu dengan teman
laki-lakiku."

Bahkan Taery sampai melongo. Apakah di mata Jimin Taery semenyedihkan itu sampai
harus berganti pasangan tiap kali dia bosan? Tapi Taery tidak memiliki pembelaan. Dia memang cepat bosan, ingin sesuatu yang membuat dirinya kembali berdebar.

Padahal sebenarnya dia ingin berhenti. Sedikit berharap memperbaiki diri dan hubungannya
dengan Jimin. Setidaknya tidak saling menyakiti lagi. Sayang sekali Jimin malah
memberikan opsi lain.

"Baiklah. Kenalkan aku pada teman laki-lakimu itu." Taery menyetujui. Menantang Jimin.
Sayangnya Taery tidak menyadari senyum kecut dari bibir Jimin. Keduanya sama-sama
bodoh. Akhirnya mereka kembali saling menyakiti.

DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang