9. Satu Pesan

998 150 6
                                    

"Putusin."

Mendengar kata yang terlontar dari mulut Jia, Natha kontan menoleh dengan mata membelalak. "Putus? Emang .... harus kaya gitu, ya?"

"Harus lah! Lo udah diperlakukan kaya gitu, masa masih mau bertahan sama cowok kaya dia sih?" ujar Jia dengan raut kesal. Mendengar cerita Natha saja sudah cukup membuatnya emosi, apalagi jika ia melihat langsung kejadian itu.

Natha menunduk, "Iya sih, tapi kan .... gue salah juga di sini. Seharusnya gue gak megang hape dia sembarangan."

Jia memutar bola matanya malas. "Mau lo salah pun, gak seharusnya dia bentak lo depan umum."

Natha menganggukkan kepalanya setuju. "Heem, gak seharusnya dia kaya gitu," ucapnya pelan.

Jia menjentikkan jarinya. Senyum di wajahnya muncul karena Natha sudah mulai sadar. "Tunggu apalagi? Ayo cepat putusin dia."

Natha kembali terdiam. Ia menangkup pipinya dengan kedua tangan sambil masih berpikir. Matanya memandang ponselnya yang tergeletak di atas meja minimarket. "Apa harus kaya gitu?" tanyanya, lebih pada diri sendiri.

"Harus!" Jia menyahut dengan pasti.

"Tapi dia selama pacaran gak pernah marahin gue," bela Natha. Pikirannya mulai terbagi antara harus mengikuti perkataan Jia atau tidak.

"Kecuali kemarin! Dia bentak-bentak lo depan umum, buat lo malu, bahkan sampai bikin lo nangis. Apa yang perlu dipertahankan dari cowok kaya gitu, hem?" Jia menjabarkan kesalahan yang dilakukan Arga sampai Natha diam tak berkutik.

"Mungkin dia lagi ada masalah," ucap Natha pelan.

"Dan ngeluapinnya emosinya ke lo? Tetep salah!"

Natha menghela napasnya, cewek itu menaruh kepalanya di meja, "Gue gak tau, Ji ...."

Jia menghembuskan napasnya kasar. Ia menyandarkan badannya pada sandaran kursi. "Apa yang lo gak tau? Apa yang bikin lo bingung? Lo cukup telpon dia dan bilang bahwa hubungan kalian berakhir. Cukup lo ngelakuin itu dan lo terbebas dari Arga."

Natha masih diam.

"Denger gue, Nat. Arga itu tempramental, mungkin aja selama kalian pacaran dia gak pernah kasar sama lo. Tapi dengan kejadian kemarin, dia udah ngelihatin sifat aslinya ke lo. Bisa aja di kemudian hari dia kasar lagi sama lo. Gue gak mau lo kenapa-kenapa, makanya gue nyuruh lo buat putusin dia. Paham kan?"

Natha menggigit bibir bawahnya. "Tapi, Arga gak seburuk itu, kok." Natha membela Arga, meskipun itu hanya berakhir sia-sia.

Baik Jia maupun Shaka tak akan pernah memandang Arga sebagai orang yang baik.

Jia berdecak, merasa kesal dan lelah dengan Natha yang sangat keras kepala. Sudah berapa kali dia menjelaskan, namun, Natha tak pernah mengerti. Natha tak pernah paham dengan apa yang sedang dia tekankan. Natha tak pernah mengerti bahwa mungkin saja Arga memang bukan orang yang baik.

"Lo kenapa sih, Nat? Bucin banget ya, kayanya? Bahkan setelah dia ngebentak lo kaya gitu?"

Natha menutup matanya, berusaha menetralisir rasa pusingnya yang mendadak datang tiba-tiba akibat memikirkan masalah ini. "Liat nanti deh, kalo dia minta maaf sama gue, gue bakal tetep lanjut sama dia," ucap Natha pada akhirnya.

Mendengar itu, Jia tak bisa menahan emosinya yang naik. Cewek itu memukul meja minimarket dengan perasaan geram. "Sinting banget sih, lo!"

•••

Jia : Arga bentak Natha depan banyak orang

Shaka menghela napasnya setelah membaca chat dari Jia. Cowok itu menghempaskan ponselnya ke atas kasur. Ia mengusap wajahnya kasar seraya mengingat tentang pertemuannya dengan Arga tadi.

Mistake✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang