2. Bungeoppang dan Sunoo

19 3 0
                                    

Seorang pria paruh baya yang umurnya sudah tampak hampir berkepala tiga duduk di hadapan Riki dengan membawa amplop coklat agak besar.

Sedikit melirik Riki yang menunggu dengan cemas. Ia mengeluarkan pena dari jubah putihnya dan menandatangani satu lembar dokumen, isi dari amplop coklat itu.

"Bagaimana sekolahnya?"

Tidak menjawab, Riki menatap Siwon dengan sendu. Lalu ia mengeluarkan laptopnya dan menunjukkan kepada Siwon powerpoint yang ia buat.

"Kau belajar membuat ini kemarin?"

Riki mengangguk. Tanpa berbicara iya memasukkan kembali laptopnya dan mulai membuka handphone. Ditunjukkannya kepada Siwon jepretan yang ia ambil diam-diam dari laptop Sunoo.

"Wah, ini sangat bagus. Apa ini punyamu?"

Riki menggeleng, lagi-lagi tanpa bicara.

"Riki-san, apa ada yang ingin kamu ceritakan? Kamu tidak akan jauh-jauh kesini jika bukan karena ada hal yang mengganggumu"

Siwon menatap Riki dalam. Pria itu kemudian mengambil handphone dan laptop Riki. Menunjukkan kedua gambar powerpoint tadi ke Riki.

"Presentasi itu menganggumu? Sepertinya ini mata pelajaran Jinyoung. Bagaimana reaksinya diakhir?"

Siwon memberi Riki waktu. Ia mengambil satu botol air kecil dan meletakkannya di sebelah Riki.

"Kau bisa minum dulu, dengan begitu akan lebih terasa ringan untuk bercerita"

Menuruti apa kata Siwon, ia lantas menengguk seluruh air itu dengan terburu-buru. Siwon khawatir Riki akan tersedak.

"Pelan-pelan! Nanti airnya bisa masuk ke hidung!" Teriaknya.

Riki menaruh botol air yang sudah kosong itu pada tempatnya. Nafasnya terengah-engah, tiba-tiba saja tubuhnya berkeringat.

Siwon hanya diam. Semakin waktu berjalan, nafas Riki mulai melambat dan keluar-masuk dengan stabil. Ia pun kembali bertanya,

"Bagaimana sekolahmu?"

"Aku kesepian. Hanya sedikit murid yang berbicara padaku karena aku masih belum lancar berbahasa Korea. Mereka hanya menyapa, mengucapkan beberapa kalimat dasar bahasa Jepang. Tidak ada yang benar-benar berbicara padaku untuk waktu yang lama.

awalnya mereka memperhatikan, tapi makin kesini rasanya aku semakin dijauhi. Mereka membiarkanku mendengar tapi tidak berbicara. Mereka tidak mau mendengarkan ceritaku karena sulit dimengerti. Padahal aku juga masih berusaha.

Aku tidak punya teman, dokter"

* * * * *

Sesungguhnya bercerita kepada orang lain tidak terlalu penting untuk Riki. Ia hanya ingin apapun tindakan dan perkataannya menjadi perhatian.

Ia tidak memiliki masalah, masalahlah yang justru memilikinya. Mengikutinya sepanjang hari, menyekapnya dalam kebingungan, memporakrandakan perasaan yang telah ia pendam selama ini sampai memiliki ketergantungan untuk menemui Siwon setiap hari.

Langit mulai gelap, dan perutnya sedang kosong. Tidak ingin kebasahan ditengah jalan, ia memutuskan untuk singgah ke Toko Roti sebrang rumah sakit Siwon.

Riki beruntung, karena saat itu menutup pintu Toko dentuman keras dari langit berhamburan turun membasahi tanah Seoul yang kering.

Mata Riki memandangi seluruh sudut toko dengan kagum. Warna coklat bertema vintage tampak sangat kontras dengan curah hujan diluar.

bakery for ddeonu [sunki]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang