2. The Princess

526 60 2
                                    

Tujuh Tahun Kemudian.
    
   
   
   
   
   
   
   
"Bangun, Nona."

Satu tangan menyibak tirai besar. Sinar pagi menyinari kamar yang bernuansa pink mawar. Ornamen-ornamen antik dari abad pertengahan memberikan suasana seperti New England.

Seorang gadis berusia lima belas tahun masih terlelap di dunia mimpi. Wajah cantiknya terlihat lelah setelah menangis kemarin. Helaian rambut pirangnya berserakan di bantal putih.

"Nona Michi." Ucap Lady's maid berumur empat puluh tahun. Dia mematikan lampu tidur.

"Lima menit lagi..." Sang gadis bergumam.

"Nona akan melewatkan Tuan Ran jika tidak segera bangun."

"Paman Ran!" Michi langsung terbangun. Mata birunya mengedarkan pandangan ke samping kiri-kanan. "Di mana?"

"In your dreams, My Princess."

"Ah... Nyonya Nagi mengerjaiku lagi." Michi mendesah kecewa.

Nyonya Nagi mengangguk puas. "Lagi pula, jika Tuan Ran datang hari ini. Dia pasti khawatir setelah melihat wajah nona."

"Eh, Nyonya benar."

Michi membersihkan wajahnya dengan handuk hangat dari baskom hitam di atas meja.

"Ayo, Nona. Tuan Besar sudah menunggu di Dinning Room."

"Papa?" Michi menatap Nyonya Nagi. Sudut alisnya terangkat. "Sejak kapan Papa sarapan di rumah?"

"Sejak pagi ini. Bergegaslah, Nona." Nyonya Nagi membawa dress putih lengan panjang dari GUCCI.

Setelah Michi mengganti setelan piyamanya, dia duduk di depan dresser desk. Menatap pantulan dirinya di cermin.

Nyonya Nagi menyisir perlahan rambut blonde Michi yang kusut.

"Masih kelihatan ya?" Tanya Michi.

"Sedikit." Jawab Nyonya Nagi jujur. "Mau saya riaskan make-up?"

"Boleh, tipis saja. Aku tidak mau terlihat sembap."

Michi memakai Lancome Visionnaire skin corrector dan HydraZen moisturizer untuk perawatan kulitnya.

Teint Idole concealer menutupi lingkaran hitam di bawah mata.

Brush itu membelai permukaan kulit putih Michi yang lembut.

Blush on oranye menambah kesan segar. Nyonya Nagi mengaplikasikan Kosas lip gloss dan sedikit Benefit Lifting mascara.

"Selesai." Nyonya Nagi berkata setelah selesai menata rambut Michi.

Michi tersenyum melihat tampilan wajahnya di cermin.

"Nona Michi sangat cantik."

"Terima kasih, Nyonya Nagi." Michi memeluk erat Nyonya Nagi.

"Sama-sama, Nona."

Pintu ditutup.

Malangnya nona. Pikir Nyonya Nagi.
    
   
    
    
    
     
    
   
Michi menuruni Grand Stair dengan sedikit tergesa-gesa.

"Pelan-pelan, Putri."

Dia mendengar sebuah suara yang sangat dikenalinya.

Seorang pria berusia tiga puluh empat tahun. Dia mengenakan setelan formal dari Giorgio Armani. Rambut pendek abu-keunguannya disisir rapi.

Dia adalah bodyguard pribadinya, Takashi Mitsuya.

"Paman Takashi."

"Mikey tidak akan pergi kemana pun sebelum melihat putrinya."

"Tapi... aku bangun kesiangan hari ini."

"Santai saja." Sepatu Christian Louboutin milik Paman mengikuti langkah Michi.

"Bagaimana kalau jatuh tersandung?"

"Aku selalu berhati-hati. Tenang saja, Paman."

"Tetap saja saya khawatir. Saya tidak selalu bersamamu, Putri."

"Ya, karena Paman sudah di sini." Kakinya Michi sudah duluan menapak di Stair Landing.

"Berarti paman bisa mengawasiku kan?" Dia menatap Pamannya yang masih berdiri di dua anak tangga terakhir.

"Putri-"

Michi berlari meninggalkannya. Suara derap langkah kakinya menggema di sepanjang Center Hall.

Nyonya Nagi, Paman Takashi...

... aku tahu kalian mengkhawatirkanku.

Terima Kasih.
    
   
   
   
   
   
   
   
Memasuki Family Dinning Room. Michi melihat Papanya duduk dengan santai di kursi seberang meja.

Dia mengenakan kaos hitam lengan panjang dari Phillip Plein. Sebuah arloji Lange & Söhne di tangan kirinya.

Secangkir kopi hitam. Dua piring dorayaki berbentuk ikan.

"Pagi, Papa." Michi menarik kursi dan mendudukinya.

"Mmm." Papa mengangguk. Setelah selesai mengunyah, dia membalas, "Pagi."

"Papa sarapan di rumah?" Sontak, Michi langsung menutup mulutnya dengan tangan.

Lancang! Aku sangat tidak sopan.

"Putri tidak suka?" Tanya Manjiro.

"S-suka! Aku suka makan bersama Papa!" Michi menjawab cepat.

"Baik. Papa akan lebih sering makan di rumah."

"Benarkah?"

Manjiro mengangguk. "Makan, sarapannya hampir dingin."

Nasi, sup miso, ikan bakar, telur, rumput laut, dan teh hijau menjadi menu sarapan Michi hari ini.

Memulai ritual paginya. Dia mengangkat tangan, berdoa, lalu mengucapkan terima kasih.

Tangannya mengambil sumpit. Dia menyuap nasi terlebih dahulu.

Manjiro dan Michi makan dalam keheningan. Itu adalah momen berharga mereka.
    
   
     
    
   
    
    
    
"Have a nice day, Papa!" Sang putri melambaikan tangan sebelum memasuki mobil hitam Audi R8 Star of Lucis.

Manjiro Sano mengangguk dari kejauhan. Perlahan, dia mengangkat tangan kanannya. Melambai putrinya pelan.

Seketika, wajah cantiknya berseri-seri. Dia melambai sekali lagi sebelum kaca mobil terangkat.

Tidak lama kemudian, mobil itu berlalu pergi.

The White House kembali menjadi hening.

"Anda sudah melakukannya dengan baik, Tuan." Kata Nyonya Nagi. Dia membungkuk hormat kepada Manjiro.

"Terima kasih sudah memenuhi permintaan saya, untuk menemani Nona sarapan."

"Tidak perlu. Ini hanya permintaan kecil."

"Kehadiran Tuan sangat berarti untuk Nona. Maaf kalau saya lancang." Nyonya Nagi membungkuk lagi.

"Saya undur diri."
    
   
   
   
    
    
   
   
Manjiro Sano masih berdiri teras Entrance. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Rambut putihnya menari dengan angin lembut di sekitarnya.

"Apa kamu akan membenciku, Takemichi?" Manjiro berbisik pelan.

"Aku jarang menghabiskan waktu bersama Putri kita." Mata hitamnya menatap hamparan langit biru.

"Aku tidak ingin dia tahu, siapa diriku yang sebenarnya."

Mikey's Daughter (Daughter!Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang