Sinar surya perlahan merangkak naik melewati batas malam yang telah ditentukan. Masih terlalu dini untuk melakukan aktivitas berat bagi sebagian besar para penghuni bumi, namun tidak berlaku untuk mereka penduduk Konoha. Lihatlah rumah-rumah sederhana itu, meskipun penerangannya masih gelap namun kepulan asap berlomba menerobos celah-celah genteng.
Tak ubahnya dengan yang lain, salah satu penghuni rumah kayu cokelat itu nampaknya baru memutus hubungan dengan alam mimpi. Setelah mengumpulkan rambut sepunggungnya di belakang kepala dengan bantuan jepit biru, gadis itu segera membuka lebar jalannya sirkulasi udara.
Kaki telanjangnya melangkah keluar kamar, pekikan keras hampir saja meluncur bebas jika ia tak ingat telah menampung gelandangan semalam. Gioknya menyendu melihat pria itu meringkuk beralas tikar tipis tanpa futon ataupun selimut. Bukannya semalam si Sasuke itu tidur di kamar kakaknya lantas kenapa bisa ada di sini.
Sakura segera memutar tumitnya kembali ke kamar, mengambil kain yang terlipat rapi di lemari lantas menyelimuti tubuh Sasuke. Tak banyak membantu memang, setidaknya bisa sedikit mengurangi hawa dingin pagi hari yang begitu menusuk.
Gadis itu membuka pintu belakang rumah yang disambut langsung oleh lenguhan sapi-sapinya. Seketika senyum kecil nangkring di bibirnya, sapi-sapi itu adalah buah kerja keras kakaknya yang ditarik ulur agar bisa bertambah. Mengambil alih pikirannya yang melalang buana, Sakura segera menutup pintu lantas bergegas menanak nasi membuat sarapan untuk dirinya dan si Sasuke.
Sementara itu, pria dalam gelungan selimut agaknya mulai terusik dengan suara berisik yang tak lelah menyambangi gendang telinganya. Ia membungkus seluruh tubuhnya berharap suara-suara itu segera enyah. Tangannya menyibak kasar kain yang membungkus tubuhnya dan berniat memaki si sumber kegaduhan namun tak kunjung terealisasikan.
Ini kali pertamanya bangun dengan kegaduhan selain suara menyebalkan Itachi, tanpa ketukan lembut dari mamanya, atau wajah menjengkelkan papanya. Jelaganya menangkap si Sakura tengah meniup tungku api dengan batang bambu ditemani asap mengepul yang merangkak naik. Ya Tuhan ini terlalu primitif baginya.
"Ehem." Sasuke memutuskan berdeham pelan untuk mengambil alih atensi si bandana jaring-jaring.
"Eh kau sudah bangun? Maaf ya pasti berisik," Sakura meletakkan sepotong bambu di meja kayu. "kau sih sudah bagus tidur di kamar kakakku malah pindah, aku tak sekuat itu untuk menggendongmu kembali."
Sasuke mendelik sejenak, seumur-umur ia bahkan tak pernah membayangkan berada dalam gendongan perempuan. "Di dalam panas tidak ada AC atau kipas angin."
"Tidak ada AC atau kipas angin?" Sakura melirik curiga membuat gerakan Sasuke melipat selimut terhenti. "bukannya selama ini kau tidur di tempat terbuka?"
"Ya itu maksudku," Sasuke melanjutkan kegiatan melipatnya. "AC dan kipas angin alami di tempat terbuka."
"Sungguh, lantas siapa tadi yang meringkuk kedinginan?"
Sasuke mengangkat bahunya acuh. "Simpan dimana?" tanyanya merujuk pada selimut yang terlipat rapi.
"Sini," Sakura mengambil alih selimut tersebut kemudian menyimpannya di kamar. Gadis itu keluar dengan handuk dan sikat gigi ditangannya lantas mengulurkannya pada Sasuke. "ini kau bisa mandi dulu, tempat mandinya ada di belakang rumah."
Jelaga Sasuke bergulir ke arah jam usang yang menunjukkan pukul setengah lima. "Mandi jam segini, kau ngelantur?"
"Ini sudah siang Sasuke, seharusnya kau bisa bangun lebih awal jika ingin dapat pekerjaan," Sakura melipat kedua tangannya. "kau tidak malu menumpang di rumah seorang gadis?"
"Cerewet."
"Kau berani mengatai tuan rumah?"
"Tamu adalah raja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi
Teen FictionGetaran yang ia rasakan kali ini sungguh melampau batas, terasa asing, mendebarkan dan menyenangkan. Disclaimer @Masashi Kishimoto