00. On a Rainy Day

45.9K 2.2K 46
                                    

Langit yang kelabu sesekali dihiasi kilat yang diikuti bunyi gemuruh guntur. Membuat orang-orang yang berjalan di sekitar trotoar berlarian tatkala hujan jatuh menyapa bumi.

Salah satunya adalah Ola. Ia menyangklong tas ranselnya dengan asal. Lalu memeluk buku tebal dengan erat agar tidak basah.

Langkah gadis itu yang tadinya santai, berubah menjadi berlari kecil. Tujuannya adalah halte bus. Setidaknya di sana ia akan lebih terlindung dari hujan sembari menunggu bus yang akan mengangkutnya ke kos.

Meski banyak orang memiliki kendaraan pribadi, namun tak sedikit pula yang memilih moda transportasi umum untuk mobilitas mereka.

Lagipula, naik bus terkadang lebih efisien daripada berjibaku dengan kendaraan pribadi di jalanan padat.

Walau tidak sepadat di ibu kota, tapi tetap saja jumlah kendaraan bermotor yang ada di jalanan Jogja, mampu membuat antrian panjang di perhentian lampu lalu lintas.

Atensi Ola saat ini ada pada banyaknya orang di dalam halte. Rata-rata adalah orang yang lebih tua. Beberapa ada anak muda dan siswa sekolah yang tampaknya baru pulang sekolah. Ada juga dua orang asing yang ikut menunggu bus.

Tidak lama berselang, bus dengan jurusan menuju area kos Ola berhenti.

Tepat setelah para penumpang di dalam turun, ia dan orang-orang lainnya segera masuk. Berebut tempat duduk kosong yang masih tersedia.

Senyum lega merekah di bibir Ola ketika ia bisa mendapat tempat. Namun kemudian dirinya merasa tersentil ketika seseorang yang duduk berselang dua bangku darinya berdiri.

Seorang pemuda merelakan tempat duduknya untuk ibu yang sedang menggendong anak balitanya.

Pemuda itu sekilas menatap Ola. Lalu mengalihkan atensi ke ibu yang ia bantu sambil tersenyum.

Detik itu Ola terpana. Senyum pemuda asing tersebut sungguh menawan. Apalagi dua pipinya dihiasi lesung pipi yang menambah kadar manis senyuman itu.

Tiba-tiba sebuah lagu lama terngiang di telinganya.

🎶 Kau begitu sempurna...
Di mataku kau begitu indah...

Sangat indah, karena Ola sadar, bahwa lelaki itu juga begitu tampan. Tampang dan sedikit aksi terpujinya itu mampu membuat jantung Ola berdebar keras.

Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?

Tidak pernah sebelumnya gadis itu merasa seperti ini. Menatap atau kagum pada pemuda tampan bukanlah hal baru. Tapi sampai berdebar dan terpesona seperti sekarang, ini kali pertamanya.

Bus berjalan perlahan. Namun mata Ola terus melekat pada sosok pemuda tampan tadi. Saat ini, pemuda itu berdiri sambil memandangi jendela.

"Siapa dia? Kuliah dimana?"

Ola menebak kalau pemuda itu adalah mahasiswa seperti dirinya. Tas ransel serta gaya pakaian pemuda itu mirip seperti teman-teman mahasiswa lain. Apalagi mereka ada di Jogja, Kota Pelajar.

Entahlah, seperti ada magnet yang menarik mata Ola terus menatap dan memerhatikan gerak-gerik pemuda asing itu.

Rem mendadak kemudian menghentak Ola pada titik sadarnya. Ia segera mengalihkan pandangan ketika pemuda itu membalas tatapannya dengan sorot mata tegas.

Bukannya takut, gadis itu semakin terpesona dibuatnya. Tatapan tegas dan ekspresi datar cenderung dingin itu tak kalah menawan dari senyumnya.

Ola merasa dirinya sudah gila. Mungkin karena lelah seharian ini mencari buku referensi demi tugas. Ditambah lagi cuaca yang tidak mendukung. Maka melihat orang ganteng menjadi salah satu pemandangan hiburan sekaligis senam jantung untuknya.

Bus berjalan lagi dengan normal setelah menurunkan penumpang di halte pemberhentian. Tidak banyak penumpang baru yang naik. Maka keadaan bus menjadi lengang. Tempat duduk di sebelah kanannya pun kosong.

Tapi itu tidak berlangsung lama, sebab si pemuda mempesona itu mengisinya.

Sekarang, cara duduk Ola jadi menegang. Orang itu duduk tepat disebelahnya. Ia bahkan bisa menghirup aroma cologne yang segar dari tubuh pemuda tampan itu.

Mata Ola melirik ke kanan. Mencuri pandang dan ia terhenyak saat si tampan menatapnya dengan intens.

Seolah sedang memindai, pemuda itu menatap dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Lain kali kalau merasa sehat, lihat sekitar dulu sebelum duduk." Ujar pemuda itu melontarkan kalimat sindiran.

Iya, Ola merasa tersindir dan sadar diri sudah salah. Hanya saja cara bicara pemuda itu begitu dingin dan tatapannya sungguh menghakimi Ola.

Gadis itu punya alasan mengapa ia ingin segera duduk. Kakinya pegal dan tubuhnya sudah lelah.

"Tadi di depan kamu ada mbah-mbah berdiri." Lanjut pemuda itu.

Sumpah, Ola tidak memerhatikan. Mungkin karena sibuk memerhatikan orang yang kini duduk disebelahnya.

"Kamu malah ngelihatin saya terus. Kamu suka sama saya?" Todong si tampan.

Tentu saja sangat suka. Tapi Ola bungkam. Aneh rasanya jika ia bilang suka padahal mereka baru bertemu beberapa menit lalu dan tidak mengetahui nama masing-masing.

"Bukan gitu," elak Ola.

"Simpan aja rasa suka kamu itu. Saya nggak suka sama orang egois seperti kamu." Ucap pemuda tersebut dengan sangat dingin.

Kemudian ia segera turun saat bus berhenti di halte berikutnya.

Ola hanya bisa menatap punggung lebar itu sambil meremat bukunya. Rasa sukanya menguap begitu saja. Berubah menjadi benci.

"Gue nggak sudi ketemu lo lagi. Muka doang ganteng. Sok ceramah, padahal udah nyakitin orang juga. Dengerin dulu kek alasan gue begitu." Gumam Ola.

Iya, ia tidak akan mau lagi bertemu si pemuda tadi. Cukup satu kali itu merasa terjebak dalam perasaan jatuh cinta sesaatnya.

Hai!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai!

Aku kembali lagi dengan cerita baru. Bagaimana, apa bisa dilanjutkan?

Kalau kamu suka cerita ini, silahkan klik vote dan tulis komentar kamu tentang cerita yang masih awal ini.

Terima kasih.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang