BAB 12: Haura Bimbang

122 12 0
                                    

"Andaikata kita memang dari dulu ditakdirkan seperti ini. Sungguh, aku tak harus menarikmu untuk mendekapku."

-Merindu Kalam Surga

"Ayo main capit boneka disana."

Setelah perdebatan yang cukup panjang, akhirnya kami pergi kepasar malam. Memang belum banyak yang buka sih. Tapi tetap kekeuh mengunjunginya. Nugraha dari tadi sibuk mencari susu jahe hingga ia tertinggal sepuluh langkah. Aku terkekeh geli melihat tingkah Liliana yang seperti bocah.

Emh!

Setidaknya aku bisa sedikit lega dan melupakan masalah. Teman teman bisa meredamnya. Ah! Tambah sayang. Liliana terus mengoceh sepanjang jalan. Menghiraukan Nugraha yang berteriak mengejar kami. Mesin capit boneka itu sudah terlihat dari sini. Tak sabaran, Liliana ikut berlari.

"CAPIT BONEKAAA!! AKU DATANGG."

"Liliana jangan lari," percuma juga menghentikan Liliana. Bocah itu terlalu aktif jika diajak keluar. Jalanan sedikit becek, aku hanya takut ia terpeleset.

"AKU MAU BONEKA WARNA BI-AAAA!!!"

SROTT!!

"LILIANAA!"

Huh!

Sudah kuduga, mempercepat langkah menghampirinya. Ia merengek keras bahkan tak sanggup mendengar. Malu sebenarnya, semua pengunjung disini mengelilingi kami. Ada yang kepo, ada yang sengaja memotret, dan lain sebagainya. Aku hanya tersenyum kikuk menjawab uluran tangan seorang ibu ibu. Aih! Liliana merepotkan.

"Liliana, kamu nggapapa?"

Nugraha ngos ngosan mengejar kami. Ia membungkuk lantas menatap Liliana penuh khawatir. Ah! Sepertinya ada benih benih cinta tumbuh nih. Karena takut mengganggu, aku melepaskan cekalan tanganku pada Liliana. Memberikan senyuman penuh ar-

BUKK

"HAURAAA," hah? Ada yang salah ya? Aku menoleh pada Liliana yang kembali jatuh, ia mengelus bokongnya yang mungkin sakit karenaku.

"Astagfirullah, em a-ku ma-af."

"Dasar Liliana. Nugraha, bantuin dong."

Bak didramatisir, Liliana mengulurkan tangannya meraih Nugraha. Ia memperdalam peran tersakitinya dengan menangis. Aku menatap jengah keduanya. Tanpa banyak bicara, menarik keras pergelangannya. Banyak anak kecil yang menertawai kami. Ah, sungguh tidak nyaman. Nugraha pun hanya memperhatikan saksama. Tapi entah kenapa, tatapan itu. Membuat sedikit risih.

"Aish! Kamu merusak rencanaku," Liliana menepuk bajunya menghilangkan kotoran. Ia mendengus kesal dengan mencubit pelan pinggangku. Tidak sakit sih, tapi agak sakit.

Liliana melanjutkan jalan, memecah kerumunan ditengah pasar. Geleng geleng kepala, aku mengikutinya. "Untukmu."

"Ha?"

Nugraha menyodorkan sebuah boneka teddy bear kecil. Ia menyunggingkan senyum, aku dibuat terdiam olehnya. Memandangi lekat boneka yang ada ditangan Nugraha. Sedikit bingung. Kenapa ia memberikanku? Gregetan, Nugraha menarik ujung baju lengan memaksa untuk menerima. Hingga saat ini aku masih membeku. Tak pedulikan Liliana yang jauh disana.

"Ya, untukmu. Aku tau kamu tidak akan berhasil main capit boneka. Daripada kecewa kan, mending aku kasih."

"Ah, haha i-iya. Ter-terimakasih," jawabku gugup.

---

Ruangan itu terasa dingin, gelombang kecemasan menguak pada dua insan yang tengah terdiam. Kedamaian seolah membumbung tinggi. Kini tidak ada artinya lagi. Segala petuah telah dilontarkan. Namun tak kunjung sadar diri. Keegoisan salah satunya menjadi kunci utama. Tak ada yang mengalah, pun tak ada yang mau mengalah. Jika terus terusan begini? Siapa yang akan menang?

Merindu Kalam Surga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang