Part 10. Tangis

434 78 14
                                    

Alunan ayat suci terdengar merdu, suara jernih nan tinggi melantunkan dengan cengkok khas. Para penghuni pesantren sudah hapal dengan pemilik nada suara tersebut. Tubuh dengan tinggi seratus tujuh puluh delapan senti dan berat tujuh puluh lima kilogram itu berbalut baju koko dan sarung dengan mushaf kecil di tangan. Bibir kemerahan nan ranum bergerak-gerak sesuai makhrajul huruf yang dikeluarkan untuk melafalkan huruf perhuruf di mushafnya.

Bulu mata lentik yang membentengi netra legam nan cantik sesekali menutup dan membuka. Dalam khusyuknya murajaah, suara isakan terdengar dari lantai dua masjid berkubah perak itu.

"Astagfirullahal adzim," lirihnya dalam hati.

Jam masih menunjukkan pukul dua lebih lima belas. Dia yakin dirinya berada di dalam masjid sendiri. Tak terdengar langkah kaki siapapun sebelumnya. Fokusnya mulai terganggu saat isak tangis terdengar lebih keras.

Ubay menyudahi murajaahnya setelah sepuluh menit suara tangis tak kunjung hilang.

"Siapa lagi yang datang?" gumam pria itu, mengira jika ada tamu dari alam lain mendatanginya.

Langkah kaki dari tubuh tegap itu menuju ke tangga lantai dua masjid yang biasanya digunakan oleh jamaah putri.

Sosok dengan pakaian serba putih terduduk di sudut ruangan. Tubuhnya berguncang.

"Assalamu alaikum."

Sosok tadi mendongak, wajah sendu itu terangkat.

"Wa alaikumussalam warahmatullah."

Parau dan sisa isak terdengar.

"Aku pikir ada yang bertamu lagi."

Kelegaan terdengar dari nada suara Ubay. Gadis tadi mengusap wajahnya.

"Tamu?"

Ubay mengangguk, dia duduk di ujung tangga.

"Iya, kadang ada tamu jam segini. Minta ikut belajar."

"Santri?"

"Bukan?"

"Orang luar? Kok jam segini?"

Ubay tersenyum.

"Kamu nggak capek nangis?"

Akhwat tadi tak menjawab.

"Aku nggak nangis, Mas. Cuma sesegen," kilah Sahla.

Ubay terkekeh.

"Semua hal di dunia itu tercipta dengan dua sisi. Tangispun juga. Saat menangis, detak jantung dan pernapasan sedikit melambat, dan memberikan efek tenang. Kita bahkan mungkin mengalami peningkatan suasana hati setelah menangis. Menangis berguna untuk membantu melepaskan dan mengekspresikan emosi diri yang tertekan."

Pria berlengan kekar itu menyandarkan punggungnya di tembok.

"Jika kita memang harus menangis, harus belajar bagaimana menghadapi pemicu tangisannya. Menangis terus-menerus atau tanpa alasan yang jelas, mengindikasikan masalah mendasar yang serius, seperti depresi."


Sahla menatap pria itu sesekali.

"Secara fisik, menangis terlalu banyak juga dapat menyebabkan mata bengkak. Matamu itu lucu, kayak boneka, jernih. Jangan dirusak. Biar sinarnya terus terang, kayak lampu neon."

Entah kenapa Sahla tersenyum karena candaan Ubay.

"Aku cuma lagi berdamai dengan diriku sendiri, Mas. Mengikhlaskan semua."

"Mau tahu caranya ampuhnya?"

"Cara ampuh?"

"Iya. Biar kamu punya pelampiasan segala rasa di hati kamu."

ALLAH GUIDE ME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang