1
Indah, dirimu sangat menawan. Bahkan saat kau mendorongku untuk menjauh, segala hal indah darimu selalu berhasil menarikku lagi. Hanya tatap aku, jangan perdulikan orang lain. Aku , akan selalu ada untuk dirimu yang gelap dan sepi.
" bohong " suara serak , rendah dan dalam memecah hening kala itu.
Tepat seminggu aku dan bibi menempati rumah bernuansa hangat khas desa Bibury. Bibury, desa terindah tertelak di Gloucestrshire, provinsi south west England. Rumah yang aku tempati berbahan dasar batu. Kata bibi rumah – rumah disini terbuat dari batu yang berasal dari abad ke 17. Didepan, ketika baru membuka pintu rumah ada taman hijau dihalaman rumahku, dengan bunga – Bunga indah. Saat itu aku baru berusia 10 tahun. Sangat gembira memiliki taman bunga di depan rumah. Setiap hari bangun pagi, lalu bermain dengan kupu – kupu di taman. Hingga sore hari bibi memanggil untuk segera memasuki rumah. Seperti kegiatan rutin bagiku dalam seminggu penuh itu, dan panggilan bibi menjadi alarmku.
Gadis – gadis didesa ini dilarang keluar melewati jam 7 malam. Ada mitos kepercayaan turun temurun dipercaya warga desa.
" gaia harabell.." itu bibi, memanggilku di depan pintu rumah dengan buntalan kain yang diikat ujung – ujungnya membentuk sampul pita.
" iya bibi, itu untuk apa?" hari ini cerah. Ah , setidak nya bebrapa detik yang lalu hingga saat ini aku berlari kecil dengan langkah kaki kecilku melewati beberapa Bunga yang dijatuhi tetesan rintik hujan.
"lindungi kepalamu ketika hujan turun gaia, nanti kau sakit" omel bibi dengan menyeka sisa air hujan di keningku.
" aduhh.. kenapa tiba – tiba hujan yaa? Gaia, ambil jubbah dan payungmu". Bibi tampak tergesa, aku tak ingin bertanya dulu. Bergegas ke kamarku mengambil jubbah coklat sepanjang betisku , memasang penutup kepalanya segera menjangkau payung kuning tepat dibelakang pintu kamar.
" bibi kita kemana? Itu untuk apa?" sepertinya tadi bibi tidak mendengar aku bertanya. Bergegas bibi mengunci pintu rumah setelah itu membuka payungnya.
" ritual sederhana desa ini. Diadakan setiap bulan tanggal 27. Ini berisi sedikit makanan yang bibi sisihkan untuk ritual ini, ayo gaia kita harus kembali sebelum matahari terbenam".Memang indah. Ini kali pertama dalam minggu ini aku menyusuri jalan setapak di desa. Sepanjang perjalanan, rumah – rumah disini terlihat sama, yang membedakan hanya papan kayu bertulis nama kepala keluarga pemilik rumah. Tak ada pagar – pagar disetiap rumah. Beberapa menit berjalan, keluar dari perumahan tempat rumahku berada. Ada sungai tenang dan hijau disebelah kiriku. Diujung tikungan dengan jembatan batu menyembrangi sungai memasuki hutan. Cantik, benar – benar cantik rerumput hijau terpangkas rapi di sepanjang pinggir sungai. Ternyata kami melewati jembatan ini, aku penasaran tempat indah apa yang menantiku di depan. Aku perkirakan sudah dua puluh menit berjalan menyusuri hutan ini, tidak gelap walaupun hujan. Namun ada satu tempat di depan sana yang tidak disinari cahaya, bahkan pada siang hari.
Lidahku gatal ingin bertanya banyak pertanyaan pada bibi. Tapi kuperhatikan wajah bibi tampak cemas dan sedikit ada keraguan. Kuurung bertanya, memilih mengikuti. Sampai , rumah ini lebih mewah dari rumah – rumah di desa. Ada tembok tinggi sebagai pagarnya, gerbangnya juga tinggi dengan ujung runcing terbuat dari besi . seperti rumah penyihir pikirku. Tapi ketika melihat halamannya, indah kata tertera di benakku. Ilalang tinggi yang menguning dengan ujungnya seperti bunga kapas yang rapuh. Walaupun beberapa kali ditimpa air hujan tapi tetap tidak layu dengan mudah. Seperti taman – taman bunga tersembunyi di tengah hutan. Apa aku akan bertemu peri hujan disini? Gembira, senyum cantik merekah sedari tadi dibibirku.
Disini ramai, namun tidak berdesak. Kami bergantian menaruh bingkisan masing – masing di pelataran rumah ini. Banyak ukiran – ukiran bergambar di dinding – dinding nya, ada dua pilar besar yang berukir aneh, aku tak tau itu gambar apa tapi karena carnya berwarna abu dan emas. Rumah ini menjadi cantik. Aku memperhatikan orang – orang yang lebih dahulu didepanku dan bibi. Mereka aneh, bukan. Budayanya aneh, setelah menaruh bingkisan mengeluarkan isi di dalamnya. Mereka mencabut sedikit ilalang yang tumbuh di halaman rumah ini dan baru berlalu pergi. Untuk apa? Kali ini aku sangat ingin bertanya pada bibi. Terlalu banyak sesuatu mengganjal di otak kecilku.
" bibi " eh aku berbisik, apa yang aku takutkan?. Bibi tidak mendengar ku lagi. Disana, ada suatu tempat yang lebih gelap. Tapi satu titik disana terlihat berkilau, sosok nya tinggi namun tak tampak wajahnya. Sepi, gelap, sendiri menatap ke ramai bersembunyi di balik semak sebalah pohon besar satu satunya di halaman rumah luas ini. Lebar, aku tersenyum lebar. Peri hujan, aku tahu dibalik jembatan cantik itu tempat indah menantiku.
"gaia? Ayo, gilliran kita" bibi menarik ujung jubahku. Ah aku terlalu terpesona dengan pancaran kilauan peri hujan. Mengekor dibelakang bibi sambil mataku tak lepas dari tempat peri itu. Ia masih disana, mengapa bersembunyi? Bukankah orang – orang ini melakuakan ini semua untuknya.Setelah menaruh bawaan, bibi mengambil sedikit ilalang. Tetap aneh bagiku, tapi bibi mengikuti.
"bibi, itu untuk apa?" akhirnya aku bertanya.
"kepercayaan desa, bukti kita melakukan ritual. Nanti ini ditempel didepan pintu rumah." Jelas bibi sembari melipat kain yang digunakan untuk membungkus makanan tadi.
" kenapa?" cicitku , menyandarkan menopang tangkai besi payung ke pundak.
" untuk melindungi para gadis desa , katanya ada keturunan iblis tinggal dirumah ini." Iblis? Keningku tak sengaja mengernyit, spontan kembali aku menoleh ke tempat tadi. Kosong tak ada peri hujan disana. Aku tak percaya, itu jelas peri hujan bukan iblis, dia cantik tak terlihat seperti iblis.
" kita pulang gaia" bibi menggenggam tangan kananku.
" iya bibi"
KAMU SEDANG MEMBACA
HAREBELL
Fantasyaku monster. sedari awal harusnya tak membiarkan dirimu selalu melangkah padaku. mengharapkan cahaya darimu apakah aku egois? setiap nafasmu, setiap gerak tubuhmu, menjadi sesuatu cahaya baru untukku yang gelap dan sepi. lalu, mengharapkan cahaya da...