"Aku ke toilet dulu, ya," bisik Hanah pada Sam.
Laki-laki itu memberi anggukan kepala pada istrinya. Tatapannya mengikuti ke arah gadis itu pergi sebelum menghilang di balik dinding tanaman rambat yang berfungsi sebagai sekat taman itu. Saat Sam menolehkan pandangannya, dia tidak sengaja beradu tatap dengan Pram. Melihat wajah tak ramah itu, ingin rasanya Sam melemparkan tinjunya. Dia ingin melihat, apakah wajah masam itu akan berubah bentuk?
Akhirnya, Sam mengalihkan tatapannya lalu menggelengkan kepalanya pelan. Dia bukan pria yang ringan tangan dalam artian suka melayangkan tinjunya jika dia sedang emosi. Dia tidak mau menurunkan dirinya untuk jadi serendah itu. Apalagi meninggalkan kesan buruk pada keluarga dari istrinya. Laki-laki itu menghirup napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya pelan untuk meredakan emosinya.
Tak lama kemudian, rasa heran menghampiri Sam saat melihat Hanah datang tidak sendirian. Hanah kembali ke meja makan sambil menggandeng tangan seorang gadis kecil yang familiar. Laki-laki itu beralih menatap Hanah yang segera dibalas dengan senyum dan anggukan kepala.
"Halo, uncle," sapa gadis kecil itu dengan senyum lebar. Kemudian, Molita Guinivere, keponakan Sam, menyapa satu per satu orang dewasa yang sedang duduk di meja makan.
"Oh, betul juga. Dia keponakan manis dari keluarga Sam, bukan?" tanya Leoni memastikan ingatannya tidak salah.
"Ha-halo," sapa Molita saat menatap ke arah Pram. Gadis itu terlihat takut sambil bersembunyi di belakang Hanah.
Melihat hal itu, Hanah merasa sedikit janggal. Jika menyapa Sam dan kedua orang tuanya tidak apa-apa, mengapa hanya ketika menyapa Pram reaksi Molita jadi seperti itu? Bahkan, tadi ketika dia bertemu Molita dalam perjalanan kembali dari toilet, gadis itu dengan percaya diri langsung menyapanya. Dia tentu saja terkejut bertemu dengan gadis kecil itu di tempat ini. Secara kebetulan, Molita dan kedua orang tuanya juga sedang makan di restaurant ini.
Rasa janggal yang Hanah rasakan itu hanya bertahan sejenak karena tak lama kemudian, kedua orang tua Molita datang menghampiri mereka. Pasangan suami istri itu tersenyum lebar ke arah Sam, Hanah dan keluarga gadis itu. "Senang bertemu kalian." Kedua orang tua Molita bertukar sapa sejenak dengan keluarga Hanah sebelum pamit karena mereka sudah selesai makan di restaurant itu.
"Sampai jumpa lagi ya, Molita," ucap Hanah sambil melambaikan tangannya. Gadis kecil itu balas melambaikan tangannya ke arah Hanah. Saat mereka sudah berjalan beberapa langkah, Molita kembali menengok ke arah Hanah lalu melepaskan gandengan tangan mamanya.
"Aunty, ada hal yang mau kukasih tahu," ujar gadis kecil itu sambil memberi isyarat agar Hanah mendekat.
Saat Hanah berjongkok lalu memberikan telinganya. Molita mengangkat telapak tangannya menutupi area samping bibirnya lalu membisikkan sebuah kalimat yang membuat Hanah terdiam. Dia hanya memberi senyum kaku ketika Molita sekali lagi berpamitan dengannya.
"Kelihatannya Molita suka padamu," ucap Sam dari samping Hanah. Laki-laki itu tersenyum senang melihat tingkah lucu Molita dari kejauhan.
"Ah, iya," gumam Hanah pelan.
Sesudah mereka kembali ke meja makan mereka, Hanah kebanyakan hanya duduk diam sambil menundukkan kepalanya. Dia tidak terlalu banyak berbicara. Namun, gelagat tubuhnya terlihat gelisah. Dia juga terlihat berusaha agar tidak bertatapan dengan Pram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Behind Marriage (Completed)
Lãng mạnBagi Sam, Hanah adalah alat yang ia perlukan untuk membuat kakek memilihnya menjadi penerus bisnis keluarga. "Buktikan pada kakek bahwa kamu bisa membentuk sebuah keluarga. Dengan begitu, kakek akan membuat kamu menjadi penerus satu-satunya bisnis k...