“Membayangkan bisa kembali bersama dengan keluarga, bersuka ria menjadi obat rindu penenang hati.”
-Agaraya-
Raya kini berada di rumah Rain. Sebenarnya dia berniat langsung pulang, tapi kedua adik kembar sahabatnya meminta untuk berada disini.
"Ta, Laya kita main boneka, yuk," ajak Rana dan Rani serempak.
"Ayok," balas Raya dengan senyuman merekah di bibirnya.
Sementara Rain lebih memilih membaca buku menjadi kenikmatan baginya. Pernah waktu itu dia menangis karena buku yang dibaca berakhir sad ending. Namun, dia juga kadang menemani kedua adiknya bermain. Sesekali dia melirik Rana dan Rani yang tengah asyik bermain dengan sahabatnya.
"Ta, La pakai boneka laki ya," pinta Rani lalu meminjamkan bonekanya.
"Rana pakai yang berbie," imbuh Rana memainkan bonekanya.
"Rani jadi sahabat boneka berbienya," tutur Rani.
Rana menarik salah satu tangan Raya. "Ta, kita nanti celitanya berbienya main sama boneka lakinya."
Raya hanya mengangguk merasakan perhatian dari Rana dan Rani membuatnya mengenang masa-masa dimana dia bisa bersama dengan keluarganya.
Rindu inilah yang dirasakan sekarang, andai saja kedua orangtuanya tahu kalau sebenarnya dia ingin sekali mendapatkan perhatian dan kasih sayang layaknya seorang putri yang disayangi keluarganya.
Dia tidak membutuhkan barang mewah dari mereka. Yang diinginkan hanyalah hangatnya kebersamaan bersama keluarga. Bisa meluapkan ruang rindu dengan bersuka ria. Seperti yang didapatkan oleh sahabatnya. Bisa bersama dengan ibu dan adiknya. Berceloteh tentang hal-hal sederhana tapi bermakna.
'Mama, papa Raya rindu kalian. Semoga sembilan bulan cepat berlalu biar Raya bisa ketemu dedek bayi dan ga sendirian lagi' batin Raya merasa ingin sekali bertemu kembali dengan kedua orangtuanya. Dia tahu mereka berdua berkerja keras banting tulang demi Raya, dia bukan hanya butuh kebahagiaan secara fisik tapi juga secara batin.
Andai saja ada punya alat pemutar waktu pasti dia akan pergi ke masa lalu. Andai itu bisa terjadi. Namun, sayang hanya sekedar kata 'Andai' sampai kapanpun tidak akan bisa terulang kembali.
Sebab semuanya memang sudah takdir dari Sang Pencipta. Seringkali dia merasakan kesepian ketika di rumah sendirian. Sikapnya yang tertutupi akan terlihat saat dia berada di titik terendah. Seperti waktu Aga pernah melihatnya di keadaan tak baik-baik saja.
"Ta, Laya." Rana menepuk pundaknya membuyarkan lamunan Raya.
"Eh, iya. Kenapa?" Raya menyengir kuda.
"Main boneka, yuk. Ta," ajak Rana dengan menatap Raya penuh harapan.
"Ayok," balasnya bersemangat.
Raya menggerakkan salah satu tangan boneka itu. "Hai namaku Elan, nama kalian tiapa?" tanyanya dengan menirukan suara anak kecil.Rana dan Rani pun mengerjapkan matanya melihat ke arah Raya.
"Haii, Elan. Aku Lana, salam tenal ya."
"Haii, Elan. Aku Lani, salam tenal juga."
"Boleh tidak, aku ikut main sama talian?" tanyanya menggunakan suara anak kecil membuat Rana dan Rani tertawa renyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agaraya [END]
Teen Fiction"𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚗𝚜𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚔𝚒𝚛 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚍𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚍𝚞𝚔𝚊." ㅡ𝙰𝚐𝚊𝚜𝚊 𝙷𝚊𝚛𝚢𝚖𝚞𝚛𝚝𝚒ㅡ Aga dan Raya tidak salah hanya ingin saling menjaga justru berujung kesalahfahaman karena yang salah adala...