Bab 31

14.8K 1.5K 61
                                    

"Bu, bener yang dibilang Mas Satria?" tanyaku pada ibu yang sedang membersihkan telur untuk dibuat telur pindang. Akhirnya aku menemui ibu setelah mengejar Mas Satria tetapi dia menghilang ke kamar dan menguncinya.

"Bener apa?" Ibu malah balik bertanya. Fokusnya masih di telur-telur itu.

"Katanya ibu masak-masak ini karena nanti ada tamu."

Ibu memandangku dengan tatapan teduh.

"Ibu masak-masak karena kalian kumpul semua. Kemudian Satria bilang temannya sekalian mau ke sini, katanya mau silaturahmi. Yaudah sekalian aja kita bikin syukuran kecil-kecilan."

"Ibu tahu siapa temannya Mas Satria itu?"

"Ya tahu lah. Sahabatnya Satria dulu. Andika kan. Sekarang dia Wakapolres loh," ucap ibu seraya memberikan senyum menggoda kepadaku. Apa juga maksudnya.

Aku langsung mengambil kursi yang tersedia di dapur.

"Ibu, Ibu tahu kan kalau Karin tidak suka dijodoh-jodohkan?"

Ibu memandangku serius. Diletakkannya telur yang sudah bersih itu dalam sebuah baskom. Kemudian duduk di sampingku.

"Karin, dengar Ibu ya. Tidak akan ada yang memaksamu untuk menikah lagi. Tidak ada yang memaksamu untuk menerima pinangan laki-laki kalau kamu tidak mau.  Kamu harus tahu itu. Ibu hanya ingin kamu bahagia. Kalau bahagiamu adalah sendirian ya sudah tidak ada apa-apa. Tetapi Ibu lebih suka kamu mempunyai seseorang yang bisa berbagi rasa denganmu. Berbagi kehidupan denganmu. Tetapi semua kembali lagi kepadamu.

Masmu hanya berusaha membuat hidupmu lebih sempurna. Tetapi jika kamu tidak mau ya tidak apa-apa. Jangan dijadikan beban ya. Kamu hanya perlu menghormati Masmu dan tamunya. Biasa saja lah layaknya kita menerima tamu dari jauh, menyiapkan semuanya dengan baik. Termasuk nanti kamu juga harus berdandan yang cantik. Tapi sekali lagi, Ibu, masmu tidak akan memaksa. Oke?"

Aku hanya terdiam. Sebetulnya ingin mengatakan aku tidak mau dikenal-kenalkan, tetapi takut menyakiti hati ibuku, jadi ya sudahlah aku hanya mengangguk saja.

"Apa Ibu ingin aku ... menikah lagi?

"Mana ada ibu yang tidak ingin anaknya punya pasangan, Nak. Tetapi tentu saja pasangan yang bisa membuatmu bahagia."

Kami sama-sama diam. Ibu membelai rambutku. Ah, rasanya aku ingin kembali menjadi anak kecil lagi yang masalah utamanya hanya mengerjakan PR dan belajar saja.

"Baiklah, Bu. Kalo orangnya sayang dan mencintai Er dengan tulus, Karin akan mempertimbangkannya. Hanya Er sekarang yang Karin pikirkan, Bu." Akhirnya kuputuskan untuk mempertimbangkannya. Bukankah laki-laki bukan hanya Mas Krisna saja? Patah tumbuh hilang berganti, Karin. Kataku pada diriku sendiri.

"Mas jamin dia menyayangi Er sepenuh hati. Mencintanya seperti Juna mencintai Er. Kamu tidak perlu khawatir. Kamu juga pasti akan mudah untuk mencintainya, Dek. Percaya sama, Mas" Tiba-tiba Mas Satria sudah berdiri di belakang kursi yang aku duduki.

Aku menengadahkan kepala menatap kakakku itu dengan tatapan bertanya 'benarkah?' Dia hanya tersenyum dan mengangguk mantap. Aku pun memaksakan diri untuk ikut tersenyum.

Setelah berkutat di dapur dari pagi hingga menjelang sore akupun masuk kamar untuk istirahat sejenak. Kulihat Er masih tidur. Sudah lebih dari dua jam dia tidur. Menyaksikan Er tidur selalu menimbulkan rasa sayang yang berlipat-lipat. Wajahnya yang polos, pipinya yang halus mulus membuatku tidak pernah bosan untuk menciumnya.

Kuusap dahinya, dia menggeliat. Matanya terbuka sedikit. Begitu melihatku langsung membalikkan badannya ke arahku dan  memelukku erat kemudian tidur lagi. Akhirnya kami tidur berpelukan.

Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang