• Chapter_4

171 17 0
                                    


Hujan mengguyur kota sore ini, Cenan berdiam diri dihalte bus terdekat dari rumahnya sore itu.

Pikirannya benar-benar kosong ia bertanya kepada dirinya sendiri apakah dunianya memang sudah tak berguna untuk dirinya.

Kenangan masa kecil perlahan memasuki pikirannya. Ia mulai tersenyum kecil. Kebahagiaan masa kecil memang tak ada tandingannya. Kebahagiaan disaat dirimu belum mengenal kata terluka.

Jika dipikir kembali orang tuanya sebenarnya begitu menyayanginya saat ia masih kecil. Tapi kenapa kasih sayang itu tak ia dapatkan sekarang. Bahkan tak segan keduanya main tangan kepada dirinya.

Begitu lama ia merenungkan sampai tak sadar seseorang duduk disebelahnya.

"Sendirian?"

"Jinan! Ngapain lu kesini."

Jinan tersenyum begitu dalam sahabatnya ini memang tak pernah berubah selalu kaget saat seseorang tiba-tiba disampingnya.

"Need a hug from me?"

Cenan terdiam cukup lama dan akhirnya menganggukkan kepalanya. Jinan langsung memeluk Cenan dengan hangat. Suara isak tangisan Cenan yang selalu ia sembunyikan terdengar begitu menyakitkan untuk Jinan.

"Makasih." Ucap Cenan disaat ia mulai tenang.

"Apapun untukmu."
"Nginap dulu dirumah gw yuk disini mulai dingin nanti kalo Lo sakit kan ngerepotin."

Plak

"Aduhhh kok malah lengan gw digeplak sih." Ringis Jinan padahal kan niatnya baik.

"Gak ah lu ngeselin."

Oke sepertinya Jinan harus bersabar pada sahabatnya tersebut.

"Maaf tadikan cuman bercanda gw kawatir kalo Lo kenapa-kenapa yuk."

"Huh oke gw ikut lu tapi punya permintaan boleh gak?"

"Apa?"

"Temenin gw jenguk adik gw mau gak?"

🐬🐬🐬

Pagi harinya kedua insan tersebut langsung berangkat untuk mengunjungi adik Cenan.

Keduanya berhenti saat menemukan sebuah nisan yang bertuliskan...

"Dinar Emanu Jarendra"

Adik satu-satunya yang ia miliki sebelum dirinya menjadi anak tunggal. Dan mungkin saja perginya Dinar membuat kedua orangtuanya berubah seiring berjalannya waktu.

Dinar adalah anak yang sangat ceria sama persis seperti sang kakak. Tapi sayang diumurnya yang masih balita harus mengidap penyakit leukimia.

18 bulan Dinar mengidap penyakit tersebut dan akhirnya ia memilih menyerah pada saat umurnya masih 4 tahun kurang.

"Dinar apa kabar?"
"Kakak kangen banget sama kamu, kakak masih gak percaya kamu secepat ini ninggalin kakak."
"Kamu tau gak kak Cenan sekarang punya sahabat yang selalu ada buat kakak."

Cenan menatap Jinan sebentar dan kemudian menatap makam adiknya kembali.

"Kanalin dia Kak Jinan salah satu sahabat kakak yang selalu ada buat kak Cenan."
"Kakak bersyukur setidaknya kamu tidak perlu merasakan dunia yang kejam ini."
"Dinar kakak menyayangimu." Ucap Cenan sedikit bergetar.

Jinan yang disampingnya langsung merangkul sang sahabat. Biarkanlah ia menjadi sandaran setidaknya hidupnya didunia Cenan sedikit membantu.

Langkah Cenan dan Jinan keluar pemakaman umum bersamaan dengan sepasang suami istri yang sedang menangis yang kemungkinan merupakan anaknya. Cenan berhenti sejenak yang membuat Jinan ikut berhenti.

"Ada apa?"

"Seandainya aku berada diposisi anak itu apakah kedua orang tuaku akan bertindak sama."

"Jangan berbicara sembarangan ayo pulang kamu pasti lapar akan aku masakan sesuatu."

"Jangan coba-coba menyentuh dapur Jinan aku tak mau menerima akibatnya."

"Kamu benar juga hehehe Yasudah cari makan diluar aja gw yang traktir."

"Lo-gw lagi sekarang ya padahal Lo yang mulai duluan pakek aku-kamu hahaha."

"Gitu dong kan enak diliat kalo begitu."

"Maksud Lo!"

"Astaga Cenan Hahaha ampunnn." Ucap Jinan saat Cenan mencubitnya.

🐬🐬🐬


TBC...

CENAN || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang