Rillo masih bolak-balik ke rumah om Aldrin entah untuk berlatih tinju, menembak, atau mencuri beberapa koleksi buku di ruang kerja om Aldrin meski Mami selalu berusaha membujuknya untuk tidak datang ke tempat itu lagi. Mami hanya tidak tau saja jika bagi Rillo rumah om Aldrin, markas Domani sudah seperti rumah kedua nya. Rumah yang benar-benar rumah karena ia berfungsi sebagaimana rumah seharusnya. Sebuah tempat untuk menyimpan banyak kenangan, membuang harapan harapan, sekaligus mendapatkan lagi kekuatan untuk kembali berjalan.
Rillo menyukai seisi penghuni rumah itu. Ia menyukai segala tingkah konyol om-om nya, amukan amukan Tante nya, keributan yang diciptakan mereka serta canda dan juga tawa yang tak mungkin dilupakan.
Rillo selalu datang ke sana karena ia punya banyak alasan. Salah satunya adalah untuk memupus sedikit rasa kangennya terhadap manusia manusia konyol penghuni rumah itu. Akhir tahun ini semua anggota keluarga sibuk menjalankan tugas. Bahkan kini setiap malam minggu mereka tidak lagi bisa berkumpul secara lengkap di ruang bawah tanah karena anggota keluarga yang tersisa biasanya hanya ada satu atau dua orang. Tak jarang saat Rillo berkunjung ia malah cuma bertemu salah satu di antara mereka. Kalaupun mereka kebetulan berkumpul di rumah itu hanya untuk beristirahat sejenak sebelum kemudian berangkat lagi menjalankan tugas.
Rillo benar-benar merindukan mereka. Bahkan sudah dua bulan ini Rillo tidak melihat om Aldrin sama sekali. Rillo selalu mendapat informasi entah dari Tante Reni, atau om Dias, atau om Nugi, atau om Fahrul dan om Ricky yang mengabarkan nya secara bergantian keberadaan om Aldrin.
"Om Aldrin nomernya kenapa nggak pernah aktif? Dia lagi tugas di pelosok hutan atau di bawah laut?" Tanya Rillo pada om Dias suatu hari setelah untuk kesekian kalinya ia mencoba menghubungi nomer om Aldrin, panggilannya disambut operator.
Om Dias malah tergelak. "Aldrin kalo udah tugas emang nggak suka diganggu. Hapenya dia matiin."
Itu adalah fakta om Aldrin yang baru Rillo ketahui. Juga satu fakta lain bahwa ternyata bukan tanpa alasan markas Domani memiliki banyak tanaman. Dulu Rillo tidak sadar jika semua tanaman di rumah ini terawat dengan sempurna di saat ia tidak pernah melihat adanya tukang kebun di rumah itu. Ternyata om Aldrin lah yang merawat semua tanaman yang ada di rumah. Pria itu bahkan menyimpan beberapa buku tentang tata cara merawat tanaman.
"Dia suka ngerawat tanaman. Kalo lagi setres malah diajak ngobrol itu tanaman nya sambil disemprotin." Begitu kata om Dias menjelaskan pada Rillo.
"Kamu ngerasa udah kenal Aldrin banget ya Lo?" Pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari bibir om Dias.
Rillo mengangguk. Om Dias mengukir senyum. "Padahal kamu salah. Dia masih nyimpen banyak rahasia, iya kan? Kamu bahkan baru tau kalo om Aldrin ternyata suka tanaman."
Rillo langsung sadar. Benar yang dikatakan om Dias.
"Dia sebenernya nggak terlalu suka ada orang lain yang memahami isi hatinya makanya dia ciptain batasan tak kasat mata yang tetap memisahkan dia dengan dunia luar di sekitarnya."
Rillo juga baru sadar bahwa di antara anggota Keluarga Domani yang lain, om Dias lah yang paling memahami om Aldrin. Rillo jadi penasaran bagaimana mereka dulu bisa bertemu padahal dari yang ia tahu om Dias lebih tua dari om Aldrin. Namun Rillo tidak sempat bertanya. Dan bahkan setelah nya Rillo tidak lagi memiliki kesempatan untuk menanyakannya.
Sore itu Rillo melangkah gontai masuk ke dalam rumah. Satu tangannya mengacak-acak rambutnya yang basah dan tidak sempat ia keringkan. Di salah satu bahunya terlampir tas yang biasa ia pakai. Rillo baru pulang dari latihan tinju. Wajahnya tampak kusut dan lelah, tujuan utamanya pun adalah kamarnya namun tanpa diduga ia berhenti begitu saja saat langkahnya mencapai ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
505
General FictionRillo akhirnya memutuskan untuk mengubah nama belakangnya menjadi 'Domani'. Bukan sembarangan Domani karena yang satu ini adalah pemilik bisnis keluarga yang sudah terkenal di kalangan broker gelap di dunia bawah. Namun tidak seperti pemimpin yang s...