Imran bergegas memasuki mobilnya untuk memantau Rizky dan Dinda dari dalam. Kedai es krim yang dibuat dengan tema teras terbuka itu, membuat Imran begitu jelas melihat kebersamaan Rizky dan Dinda. Terlebih jalanan yang memisahkan posisi mereka tidak terlalu luas.
Rizky dengan sikap maskulinnya menarik kursi untuk Dinda duduk, lalu meminta menu es krim.
"Sepertinya semuanya enak, Mas ... aku bingung," ucap Dinda saat Rizky menyuruhnya memilih rasa es krim.
Rizky nampak gemas akan kepolosan Dinda, dia mengacak rambut depan Dinda dan segera memesankan semua rasa. Tak lupa Rizky meminta, agar porsi tiap rasanya tidak banyak. "Kau gila ... memesan semuanya?" Dinda nampak heran dengan tingkah Rizky.
"Aku hanya ingin membuatmu senang," ucap Rizky membuat Dinda tersenyum haru.
Jangan tanya bagaimana api cemburu mulai menyala di dada Imran? melihat senyum yang tak pudar dari wajah istri dan adiknya. Terlebih tatapan keduanya tampak menyiratkan rasa kasih yang dalam.
Pesanan datang, Rizkypun mempersilahkan Dinda mencoba satu persatu. "Eum...ini enak," ucapnya dengan binar ceria, layaknya anak kecil. Rizky terkekeh melihatnya.
"Coba yang lainnya!" pinta Rizky.
"Baiklah." Dinda segera mencicipi rasa lainnya. Setelah 3 rasa ia cicipi, Dinda menolak 4 rasa lainnya. "Sudah, yang lain untuk Mas Rizky saja," ucap Dinda.
"Semuanya untukmu dan untukku," ucap Rizky membuat Dinda menatap penuh tanya, akan maksud ucapan Rizky.
Rizky meraih sendoknya, lalu menyendok es krim yang gelasnya sedang dipegang Dinda. "Tidak keberatan kan, berbagi denganku?" tanya Rizky. Dinda tersenyum seraya menggeleng.
"Kita habiskan bersama! jadi kau bisa mencoba semua rasanya," jelas Rizky lagi, Dinda mengangguk antusias.
Keduanya menikmati gelas demi gelas bersamaan, dengan sesekali saling menyuap, dan menyeka sudut bibir pasangannya yang belepotan. Sungguh, pemandang itu begitu menyiksa Imran. Imran tak berniat untuk menegur adiknya kali ini, hatinya terlampau sesak. Tak kuasa lebih lama menyaksikan romantisme Rizky dan Dinda, Imran memilih segera pergi, membawa perca-perca hatinya yang berdarah.
****
Imran berpapasan dengan Virgie di teras rumahnya. "Kak Imran," sapa Virgie.Imran tercenung sesaat, melihat wanita yang pernah mengisi hatinya itu. Kemudian ia teringat akan Dinda, yang kini menguasai hatinya. Apa ia salah, telah menggantikan posisi Virgie dengan Dinda? Haruskah ia kembali mencintai Virgie saja?, agar ia tak perlu terluka, fikiran Imran berkelana, ia tak berfikir jika Virgie sudah tidak mencintainya.
"Kak Imran!" Virgie melambaikan tangannya di depan wajah Imran, karena Imran tampak melamun.
Imran nampak gelagapan, dan segera berusaha membangun pembicaraan. " Kau datang dengan siapa? Aku tidak melihat mobilmu."
"Tadi aku bersama Zayn," jawab Virgie.
"Lalu ... mana dia?" tanya Imran.
"Dia ada di kamarnya ... aku akan naik taxi," jawab Virgie mengerti fikiran Imran.
"Zayn tidak mengantarmu?" tanya Imran lagi.
"Aku tidak mau merepotkannya," jawab Virgie.
Mulai terasa di hati Imran, perubahan sikap Virgie yang nampak lebih lembut."Ayo, kuantar!" Imranpun menawarkan diri.
"Tidak usah, Kak ... aku juga tidak mau merepotkanmu," tolak Virgie. Imran semakin merasakan perbedaan Virgie, namun ia tak merisaukan hal itu.
"Tidak repot ... ayo kuantar!" ucap Imran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikuti Takdir
FanfictionDinda hanya bisa mengikuti kemana takdir akan membawanya,setelah kepergian sang ayah.Tanpa Dinda duga,sahabat sang ayah memintanya untuk menikahi Imran,putra dari sahabat ayahnya itu.Dan disana dia bertemu dengan Rizky,adik Imran yang sepertinya men...