[01] Occurrence in Library

40 8 13
                                    

Bertemu tanpa diduga, dan ditinggalkan tanpa diminta.

[.]

Bagi Kalan, susu cokelat adalah minuman enak plus menyehatkan yang harus teman-temannya coba. Namun, para lelaki yang kini di depannya hanya meringis sembari menjauhkan muka mereka dari jangkauan Kalan, karena cowok itu terus menyodorkan seplastik susu panas yang diselapi sedotan, lalu dipegang bagian leher plastik tersebut. Es cekek.

"Ogah gue, Lan. Buat lo aja dah, gak usah nawarin." Max--cowok blasteran Amerika-Indonesia--mengusap wajahnya frustasi. Ia selalu jadi korban Kalan, ia selalu tertangkap, selalu tak bisa kabur, dan berakhir menyedot malas susu cokelat hangat itu.

"Gue mah liatnya aja enek, Cok. Gak di rumah, gak di sini, liat aja terus tuh minuman cokelat," timpal Haidar.

Kalan terkekeh. Membuang plastik yang sudah kosong tersebut. Lalu, ia menyandarkan punggungnya. Pikirannya terus berputar, wajah gadis asing terus membayanginya sejak sore kemarin.

"Tidur lah gue, ngantuk berat." Haidar menggeliat, matanya memerah juga mengeluarkan air, sebab sedari tadi terus menguap sampai lalat pun sempat masuk.

"Sinting! Bentar lagi mapel Pak Marco." Milo seolah menyadarkan akan sebuah kebenaran.

"Sekali aja, Mil."

Milo mendengkus. Apa temannya itu lupa siapa Pak Marco? Apakah Haidar lupa, apa akibatnya kalau berani tidak masuk jam Pak Marco selain karena sakit? Ah, sepertinya Milo harus menyadarkan teman mulianya ini.

"Mending lo tidur di kelas aja sih, tutupin pake buku. Pake tuh cara Kalan," saran Milo.

"Harus yang udah pro sih ngelakuinnya. Aksi ini cukup berbahaya soalnya." Kalan sedikit tersenyum miring.

Haidar mencebik. "Apaan banget kalian. Udahlah ke toilet dulu gue."

Berpindah dari Max yang sudah berlalu, kedua orang yang tadi sempat beradu omongan dengan Max, dikejutkan oleh dentingan sendok yang terbentur mangkok. Jauzan, sang pelaku hanya menatap datar kedua orang yang bermata tajam.

"Sorry. Barusan ada lalat, makanya gue bunuh," kata Jauzan dengan penekanan diakhir ucapannya.

Kalan sedikit meneguk salivanya. "Matiin lalat, Zan."

Jauzan mengangkat bahu tak peduli. Mau membunuh atau 'matiin' lalat, sama saja akhirnya lalat itu tak lagi bernyawa.

"Ayolah ke kelas!" Milo bangkit, diikuti kedua orang itu.

"Lan?" Jauzan menahan bahu Kalan, menatapnya dengan tajam. Sudah biasa. Memang sorotnya yang menyeramkan. "Apa yang lo sembunyiin?"

Kalan mengernyit, tak mengerti. "Maksud lo?"

"Daritadi lo kayak lagi mikirin sesuatu, ada apa?"

Sedikit senyum miring tercipta pada ranum milik Kalan. "Sejak kapan seorang Jauzan jadi pemerhati gue?"

Jauzan berdecih. Seharusnya ia tak bertanya seperti itu pada Kalan, sekarang malah dirinya yang merasa dipojokkan. Memang serba salah!

"Zan, lo kenal cewek-cewek OHS?" tanya Kalan pada akhirnya.

"Onestar High School muridnya gak cuman satu-dua," jawab Jauzan datar.

Kalan meringis mendengarnya, benar juga kata Jauzan. Namun, masalah itu bukan tanda Kalan untuk menyerah mencari sang gadis, kan?

"Gue lagi nyari cewek. Dia cantik, lucu, langka lagi." Kalan kembali membayangkan wajah polos gadis itu saat mengiranya akan loncat dari jembatan. "Mukanya gak asing. Kayak sering liat di sini. Tapi gak tau namanya siapa dan kelas apa."

In FabulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang