6 bulan kemudian ...
Ini adalah bulan terakhir aku magang dan ini adalah bulan terakhir aku bekerja di starbuck itu karena aku harus kembali ke kota kelahiranku karena mama-ku berulang tahun dan aku ingin memberi kejutan untuk beliau.
Pagi ini aku di rumah sakit, aku sedang berjalan menuju kamar mandi untuk memberikan laporanku selama magang di rumah sakit ini kepada profesorku yang sudah menjadi mentorku.
*Tok tok tok*
Aku pun langsung membuka pintu dan masuk kedalam ruangannya, aku melihat beliau yang sudah tak muda lagi sedang menandatangi beberapa dokumen di mejanya.
"Selamat pagi, profesor." Ucap salamku.
"Selamat pagi, Tee. Ada apa pagi-pagi menemuiku?" Tanya beliau.
"Aku ingin memberikan hasil risetku padamu untuk magang terakhirku." Ujarku.
"Silahkan duduk."
Akupun lantas duduk dan memberikan laporanku kepadanya untuk di periksa.
"Rasanya cepat sekali, rasanya baru kemarin kau magang disini dan sekarang sudah bulan terakhirmu."
"Benar, profesor. Aku juga merasa seperti itu. Aku ingin menetap lama disini sebenarnya tapi aku harus kembali ke Thailand."
"Aku berharap di umurku yang sudah masuk 55 tahun ini kau bisa menjadi asistenku untuk bekerja disini di lain waktu."
"Terima kasih atas kesempatannya, profesor."
Kemudian suasana terasa hening dan canggung, aku pun punya satu pikiran mengenai sesuatu dan akupun langsung menanyakannya kepada profesor.
"Kira-kira ..." Ucapku sejenak berhenti dan profesor juga menyelesaikan tanda tangannya sejenak dan kemudian menutup map-nya. "... Bagaimana keadaannya sekarang?" Tanyaku.
"Baru saja aku mendapatkan panggilan video dari Dr. Arin dan dia memberitahuku bahwa keadaannya sudah cukup baik, dan dia sempat menanyai keberadaanmu." Ujar profesor.
"Apakah dia sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya?" Tanyaku.
"Sebenarnya dia sudah pulang 2 bulan lalu, hanya saja aku tidak ingin kau tahu tentangnya."
"Baiklah, tidak masalah. Setidaknya aku sudah mendengar sedikit tentangnya dan dia baik-baik saja sudah cukup untuk ku."
"Sebenarnya aku tidak ingin memisahkanmu darinya, hanya saja aku muak melihat kau mendapatkan banyak cacian dan tamparan dari wanita itu.
Tee, kau sudah aku anggap sebagai putraku sendiri. Dan aku tidak ingin putraku diperlakukan tidak pantas di depan mataku."
"Terima kasih, profesor."
"Huufftt ..." Profesor menghembuskan nafas.
"Ayo, aku akan mentraktirmu satu bulan penuh untukmu sebelum kau kembali ke tempat asalmu." Sambungnya."Ah, tidak perlu repot-repot."
"Tidak apa, aku harap kita bisa bekerja sama lagi di lain waktu."
"Baiklah, tapi kali ini ijinkan aku mentraktirmu makan makanan pinggir jalan." Seruku.
"Ah, tidak masalah."
"Baiklah kalau begitu."
"Oh, ya. Sebentar.", Pintanya.
Lalu ia membuka laci mejanya dan kemudian ia mengeluarkan sebuah kantung yang berisi dua botol obat untuk diberikan kepadaku.
"Ini obat untukmu. Aku sudah menelitinya sendiri dan aku buatkan khusus untukmu. Dan semoga tidak ada reaksi keras untukmu."