Seorang anak laki laki dengan tubuhnya yang sangat kecil, ia melangkahkan kakinya sangat terburu buru mengikuti langkah kaki sang ibu yang sedang menarik tangan kecil tersebut. "Mama... Kita mau kemana?" Tanyanya dengan suaranya yang sangat lembut, namun pertanyaan itu tidak di indahkan oleh wanita yang di panggilnya mama itu. "Bisakah kita pelan pelan jalannya? Kaki Ziel pegal mah, Ziel capek." Keluh sang anak itu, dan lagi lagi tidak di tanggapi apa pun. Akhirnya anak itu yang memanggil dirinya dengan sebutan Ziel pun diam serta menundukkan kepalanya. Ia mengabaikan kakinya yang sudah sangat pegal itu.
Pada mulanya, Ziel merasa senang, karena ia pikir sang ibu akan mengajaknya pergi jalan jalan. Ibunya memakaikan jaket yang tidak tebal ke tubuhnya, merapikan tatanan rambutnya agar anak itu terlihat rapi.
Ziel menampilkan senyum merekah ketika sang ibu memakaikannya sepatu baru yang tadi di keluarkan dari kantong belanja.
Ziel anak yang baru berusia lima tahun itu, merasa kali ini sang ibu akan bicara dengannya, dan akan menerima kehadirannya setelah sekian lama wanita itu tidak pernah menganggapnya ada, bahkan tidak pernah mengeluarkan suaranya sama sekali.Bukan itu saja, bahkan setiap harinya Ziel selalu di tinggal sendirian di dalam rumah kecil tersebut. Terkadang ada seorang bibi yang datang di jam jam tertentu untuk membawakannya makanan.
Lalu saat ini, ibu dan anak itu tiba di depan rumah yang megah. Keduanya baru saja memasuki gerbang utama. Mata Ziel berbinar, ia mengagumi keindahan taman yang berada di depan rumah itu, dan matanya semakin berbinar ketika ia melihat rumah yang cukup besar tersebut.
"Mama... Mama... Ini lumah siapa? Rumahnya bagus cekali, beda sekali dengan lumah kita. Apa kita akan tinggal dicini?" Ujar Ziel yang masih mengagumi rumah megah tersebut.Pintu rumah itu terbuka, menampilkan seorang pria dewasa dengan wajah ketidak sukaannya. Ziel menatap pria itu, entah mengapa jantungnya berdebar debar sekarang. Kemudian sang anak melihat wajah ibunya yang terlihat memandang pria di hadapannya dengan penuh kebencian.
"Aku sudah lelah merawat anak ini, selama lima tahun aku selalu bersembunyi untuk mengurusnya agar suami ku tidak tau. Sekarang, kau bawa anak ini dan kau rawat dia. Aku tidak mau tau, kau harus mengurusnya, dia anak mu!" Ujar wanita itu sembari menghempaskan Ziel kasar ke arah lelaki di depannya. Tubuh kecil Ziel menabrak kaki pria tersebut, Ziel mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah pria tersebut.
"Kau yakin membawanya kesini? Yang jelas aku tidak akan perduli dengannya, dan jika istri ku kembali dari luar negri, aku akan membuang anak ini." Seru pria itu.
"Aku tidak perduli! Itu urusan mu! Aku sudah lelah membohongi suami ku!" Kemudian wanita itu pergi begitu saja.
"Mama! Mama mau kemana? Tunggu Ziel mah!" Seru Ziel yang hendak berlari menghampiri sang ibu, namun pundaknya di tahan oleh pria di belakangnya. Bahkan wanita itu sama sekali tidak mendengarkan panggilan anaknya yang saat ini mulai terisak isak.
"Hei bocah dengarkan aku! Wanita itu sudah membuang mu, ia tidak perduli lagi dengan mu, dan sekarang kau tinggal disini bersama ku, itu pun hanya sementara." Ujar lelaki tersebut.
"Paman ciapa?"
"Kau tidak perlu tau aku siapa!"
Ziel mengikuti langkah kaki pria dewasa di hadapannya, ia masih sesenggukan karena tadi sempat menangis karena di tinggal oleh ibunya. Pria dewasa itu membuka pintu suatu ruangan dan menyalakan lampu sehingga dapat di ketahui bahwa ruangan itu adalah gudang.
"Kau akan tidur disini hingga istri ku pulang, mungkin tidak sampai satu tahun lamanya." Ujar pria dewasa itu.
"Paman, tapi di mana Ziel akan tidur? Kamal ini sangat berantakan dan kotor. Ziel tidak bica tidul kalau seperti ini." Cicit Ziel, ia merasa sedikit takut dengan pria dewasa selaku ayah kandungnya itu, namun naas, Ziel tidak mengetahui hal tersebut.
"Kau punya tangan kan!? Kau bisa bersihkan gudang ini jadi kau bisa tidur di sini! Kalau punya otak tuh, di gunakan, hal seperti ini saja harus di permasalahkan!"
"Tapi paman... Ziel tidak kuat dengan debu, nanti Ziel bisa bercin bercin."
Plaaak...
"Kau pikir aku perduli!? Siapa kau hingga harus aku pedulikan! Kalau kau ingin tidur di rumah ini, maka bersihkan saja, tidak usah banyak protes! Kalau tidak mau, kau bisa pergi dari rumah ku! Terserah kau mau tidur di mana, itu bukan urusan ku! Dasar menyusahkan saja!" Pria dewasa itu pun pergi begitu saja meninggalkan sang anak yang mulai menitikkan air mata. Pipinya terasa perih akibat tamparan yang pertama kali ia rasakan, serta ucapan kasar yang menyakiti hatinya.
"Kamu tidak apa nak? Jangan menangis ya, biar eyang bantu kamu merapikan gudang ini." Ucap seorang wanita paru baya yang datang menghampiri Ziel. Wanita paru baya itu bahkan menyamakan tingginya dengan Ziel dan mengusap lembut pipi tirus Ziel yang basah karena air matanya.
"Nenek siapa?" Tanya Ziel.
Wanita paru baya itu tersenyum tulus. "Kamu bisa panggil saya eyang Ine, saya kepala pelayan di rumah ini."
"Kepala pelayan itu apa?" Tanya polos Ziel, ia bahkan sudah berhenti menangis.
"Eyang ini pelayan senior disini, dan bertanggung jawab untuk semua hal, termasuk pelayan lainnya." Jawab Ine.
"Pelayan? Senior? Maaf eyang, Ziel ndak tau apa itu, coalnya dulu bibi Ratna tidak pelnah mengajari Ziel itu."
Entah mengapa mendengar penuturan Ziel membuat eyang Ine itu sedih. Ia bertanya tanya, sebenarnya apa hubungan anak manis ini dengan majikannya? Kenapa tuan besarnya menampung Ziel jika hanya di telantarkan seperti ini? Dan kehidupan seperti apa yang ia jalani sebelumnya? Kenapa hal seperti ini saja anak itu tidak tau?
Ine mengusap lembut pucuk kepala Ziel. "Pelayan itu, orang yang merapihkan rumah ini, menyiapkan makan untuk majikannya dan lain lain. Sedangkan senior, orang yang terlebih dahulu berada disini."
Ziel hanya menganggukkan kepalanya seakan akan ia memahami penjelasan dari Ine tersebut. Dan sepertinya Ziel masih ingin bertanya lagi, namun ia menahannya.
"Eyang, bisa kita lapihkan kamar ini cekarang? Kaki Ziel pegal cekali, tadi mama berjalan tellalu cepat. Ziel ingin tidur." Pinta Ziel dengan mata sedihnya, siapa pun yang melihat hal ini pasti akan merasakan iba dan ingin melakukan suatu hal yang akan membuat anak imut ini kembali tersenyum.Kemudian keduanya merapikan gudang tersebut bersama. Ziel merasa senang melakukan kegiatan ini untuk pertama kalinya, karena dulu yang akan merapikan rumah kecilnya adalah seorang bibi yang bernama Ratna. Dan Ziel akan bermain ke luar rumah hingga rumah itu selesai di rapikan, karena Ratna tau jika Ziel alergi debu, dan akan sangat menyusahkan jika sampai Ziel bersin bersin karena merapikan rumahnya itu. Karena nanti Ratna pasti akan mengurusinya hingga flu nya mereda, dan itu membuang waktu Ratna yang sangat berharga.
"Eyang Ine, minggu depan Ziel ulang tahun yang ke enam lho..." Seru Ziel dengan tersenyum lebar, menampilkan giginya yang putih.
"Benarkah? Kalau begitu minggu depan eyang akan buatkan kamu makanan yang enak, Ziel mau apa?"
Anak tersebut berbinar binar, ia merasa sangat bahagia. "Ziel bica memilih Ziel mau apa?" Ine pun menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu Ziel mau ayam goleng, Ziel belum pernah memakan ayam goleng sebelumnya. Dulu bibi Latna celalu kasih Ziel tempe dan telor, bahkan kadang Ziel di kasih naci kerupuk di pakai kecap. Eyang Ine, terima kasih banyak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Ziel (Ended)
Short StoryCerita ini hanya ada di Wattpad dan Kubaca, jika kalian menemukan cerita yang sama di platform lainnya, tolong segera hubungi aku, makasi sebelumnya 😊 . . . . . Seorang anak berusia enam tahun yang sudah merasakan kekerasan dari sang ayah, dan tera...