32. Dora The Explorer

1.4K 205 21
                                    

🙎‍♀:"Katakan peta! Katakan peta!" Perintah ajaib Dora yang bisa menyelamatkan orang yang sedang tersesat di masa lalu."

.
.
.

Langit-langit apartemen menjadi pemandangan pertama saat Gue merebahkan tubuh. Capek, banget. Emang udah seharusnya kali ya Gue rehat sebentar dari panggung RS. Meskipun rehatnya harus pakek drama dulu.

Drrrrt...drrrt. Sebuah panggilan dari nomor gak dikenal masuk. Siapa lagi ini?

"Halo.."
"Halo mbak, Saya Feri"
"Maaf, Feri siapa ya?"
"Saya temennya Bambang, Mbak. Ada yang bisa Saya bantu Mbak?"

Berasa telfonan sama operator Gue.

"Saya belum hubungi Mas lho, kok Mas nya bisa hubungi Saya?"

Terdengar tawa diujung telfon.

"Tadi Bambang telfon Saya lewat telfon lapas, Mbak. Jadi, apa yang bisa Saya bantu?"

Banyak.

Meninggalkan obrolan Gue sama Mas Feri utusannya Bambang, sekarang Gue memilih melipir dari kepusingan hidup. Menjauh dulu. Istilahnya healing.

Pemandangan sibuknya kota terlihat jelas. Rasanya, lama banget gue gak jadi pengamat macam gini. Terdengar pasif tapi ya ini yang bisa gue lakukan sekarang, diam mengamati.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam, akhirnya Gue sampai di tempat tujuan, tempat dimana Gue akan jadi benalu selama 1 bulan, Bandung.

Masih belum kelar, Gue masih harus naik ojol sekitar 1 jam buat sampai di tempat yang Gue idam-idam kan, villa keluarga.

Gue mengirim foto villa tampak depan yang Gue potret beberapa detik lalu ke Kiran. Iya, Kiran yang itu, sepupu Gue, tunangannya Evan. Dia tinggal di Bandung. Sebelum Gue dapat makian sumpah serapah dari telfon Kiran, lebih baik ini ponsel Gue mode silent.

Ah sial. Baru lihat penampakan villa dari depan aja tangan Gue keringetan. Kalau dipikir-pikir lemah banget diri Gue.

Panik Gue sedikit teralihkan dengan sapaan Mang Didin, beliau orang yang dipercaya buat ngerawat ini villa dan yang mengabari jika ada yang menyewa. Namun, tidak lama setelah Mang Didin permisi buat nyiram kebun di belakang villa, tangan Gue kembali berkeringat. Duh, kayak mau ketemu gebetan.

Ceklek.

Perlahan Gue membuka pintu utama. Seperti lorong waktu dan Gue kembali kewaktu itu. Seperti bioskop dan Gue yang jadi protagonis. Tahu kan nasib protagonis di Indo? Selalu menyedihkan.

"Aku sudah pernah bilang, Aku akan menghilangkan semua batu yang menghalangi jalanku. Apa kamu lupa, Pras?"

Sebuah penggalan dari adegan ingatan terputar dan terdengar jelas. Gue seperti berada dalam reka adegan sebuah kasus.

"Papa..."

Lirih Gue mengucapkan panggilan tersebut karena kondisi Gue juga tidak lebih baik dari perkedel yang dibejek-bejek. Namun, hanya kata maaf yang menjadi jawaban, sebelum perlahan tubuh kokoh itu berangsur tak berdaya.

Greb.

Gue ditarik paksa untuk keluat dari lorong waktu yang sedang Gue nikmati.

"Gila Lo ya.."

Bentakan keras keluar dari mulut Kiran dibarengi dengan tarikan tangannya yang memaksa Gue untuk sadar. Terseok-seok Gue mengimbangi jalan Kiran yang seperti kebo lagi bajak sawah.

"Kalau Lo mau sinting, jangan ngerepotin orang!"

Mulut Gue emang beracun tapi gak semematikan mulut Kiran. Tidak banyak obrolan yang terjadi sepanjang jalan. Sekali Kiran ngomong yang keluar cuma kutukan, tentunya buat Gue. Dia masih sangat kesal dengan ulah Gue barusan.

Spesialis ObgynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang