Rain and Umbrella

29 5 0
                                    

Happy reading and enjoy!

_________________☂️________________

Jaemin mengadahkan kepalanya ke atas, terlihat payoda mendung menaungi bumantara kota tersebut yang menandakan bahwa hujan akan turun sebentar lagi. Dia mempercepat langkah kakinya menuju halte bis yang berada beberapa meter didepan.

Titik titik air mulai berjatuhan dari atas langit dan mulai menderas seiring waktu. Untung saja Jaemin sudah sampai di halte tepat sebelum hujan turun dengan derasnya.

Setelah menunggu beberapa lama, Jaemin tidak melihat tanda tanda hujan akan mereda. Melainkan hujan semakin turun dengan derasnya. Untung saja tidak ada petir yang ikut memeriahkan acara hujan kali ini.

"Aish.. aku lupa bawa payung." Gumamnya panik.

Jaemin memutuskan untuk menelefon dan meminta bantuan kepada temannya. Dia merogoh saku jaketnya mengambil handphone miliknya dan mendial nomor temannya tersebut.

"Hei! kamu bisa jemput aku ga chan?" tanya Jaemin

"Maaf Na, gue ga bisa. Motor gue dipake abang, belum balik sekarang" ucap Haechan meminta maaf.

"Terus ini aku gimana? Hujannya deres, ga reda mulai tadi. Bis terakhir udah berangkat. Ayah juga belum pulang jam segini." Jaemin bingung.

"Renjun gabisa juga. Dia lagi bareng pacarnya katanya. Maaf ya Na"

"oke yasudahlah aku nunggu Ayah dateng."

Panggilan keduanya terputus. Jaemin menolehkan kepalanya guna melihat ke sekelilingnya. Sepi, tidak ada orang di halte ini karena bis terakhir sudah lewat dan cuaca sedang buruk.

Namun selang beberapa saat, Jaemin melihat ada seorang pemuda yang lari tergesa menuju halte dengan membawa payungnya. Pemuda itu ikut untuk berteduh sementara di halte tersebut.

Saat Jaemin melihat wajah pemuda itu, dia merasakan gelenyar aneh dalam dirinya. Jantugnya berdegup kencang serta ia rasa pipinya mulai dihiasi semu merah yang tipis.

"Tampan- eh? Apa yang kau pikirkan Na Jaemin!" batin Jaemin dalam hati. Dia berusaha menepis pikiran itu jauh jauh.

Hening. Tak ada percakapan diantara keduanya, hanya suara rintikkan air yang mendominasi. Jaemin tak suka dengan suasana hening dan canggung seperti ini. Dia ingin berbicara atau sekedar bertegur sapa namun dia urungkan niatnya tersebut. Bukan karena apa, dia hanya malu dengan pemuda itu.

"Hei kau tak membawa payung?" tanya pemuda tersebut dengan ramah.

Jaemin tersentak dan tersadar dari lamunanya karena sapaan tiba tiba tersebut.

"Uh- tidak. Aku tak membawanya"

"Kau bisa menggunakan payungku karena sepertinya hujan tak akan reda. Aku akan di jemput oleh kakakku" pemuda itu menyodorkan payungnya yang berwarna biru tua dan tersenyum.

"ah benarkah? Terimakasih" jawabnya dengan menerima payung tersebut dengan senang hati.

Deg deg-

Jantung nya berdegup lebih cepat dari biasanya dan rona merah menjalar di pipinya yang putih.

"iya tak masalah"

Lalu setelah itu datang sebuah mobil yang dipastikan akan menjemput pemuda tampan tersebut. Pemuda itu masuk kedalam mobil dan pergi meninggalkan halte. Jaemin melihat kepergian mobil itu dengan sendu. Entah kenapa ia hatinya merasa sedih saat pemuda itu meninggalkannya.

"selamat tinggal tuan payung" ucapnya lirih dan tersnyum tipis

Lalu dia membuka payung itu dan pergi meninggalkan halte tersebut dan menuju ke rumahnya.

Rain and Umbrella {Nomin}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang