Pianist

418 27 5
                                    

pianist
[ Seonghwa x Yeosang ]

('-'*)♪

"Melodi yang indah."

Seonghwa tersentak saat suara lain menyapa indra pendengarnya. Ia menoleh dan mendapati ada orang lain dalam ruang musik itu. Seonghwa sama sekali tidak mengenalinya. "Siapa?"

Orang itu tersenyum. Kemudian berjalan mendekati Seonghwa dan duduk di sebelahnya. "Aku Kang Yeosang dan kau pasti Park Seonghwa, bukan?"

"Darimana kau mengetahui namaku?" Tanya Seonghwa.

Yeosang mengedikkan bahunya. "Yah, kau cukup terkenal. Orang - orang setidaknya mengetahui siapa namamu."

"Begitukah?"

"Hu'um."

Pria Park itu kembali memusatkan perhatiannya pada tuts - tuts piano dihadapannya. Membiarkan jemarinya menari - nari diatas tuts hitam putih itu. Menghasilkan melodi - melodi yang dapat memanjakan telinga siapapun.

"Für Elise, dalam bahasa Jerman artinya Kepada Elise. Diciptakan oleh Beethoven sekitar tahun 1810. Melodi ini adalah misteri. Karena siapapun tak tahu siapa itu Elise...."

Dengan seksama, Seonghwa mendengar penjelasan Yeosang. Pria itu hanya diam, tidak ada balasan. Entah mengapa, suara Yeosang bagai musik pengantar tidur, begitu menenangkan. Seonghwa candu.

"Hei, apa kau mendengarkanku?" Tanya Yeosang. Ia kesal, pasalnya pemuda di sampingnya ini sama sekali tidak menghiraukan ucapannya. Orang itu hanya melamun.

"Aku mendengarkan. Kau terlihat seperti orang yang sangat mengerti musik."

"Karena musik adalah bagian dari diriku."

Seonghwa tergugu. Angin musim semi menerpa wajahnya. Membuat beberapa anak rambutnya berantakan. Sinar matahari yang berebutan masuk dari jendela adalah satu - satunya sumber cahaya di ruangan itu.

Orang di sebelah Seonghwa tersenyum lembut. Paras indahnya yang dihujani cahaya membuatnya tampak bersinar.

Awal musim semi tahun ketiga sekolah, Seonghwa kembali merasakan apa yang orang - orang sebut sebagai 'jatuh cinta'.

.

.

Hari - hari berikutnya, Kang Yeosang terus mengunjungi ruang musik. Seolah tau Park Seonghwa akan selalu menghabiskan waktunya di tempat itu.

"Kau datang lagi?" Tanpa melihat pun, Seonghwa tau bahwa suara tapak kaki itu milik Yeosang.

Yeosang tidak menjawab, ia mendudukkan dirinya di samping Seonghwa. Lalu menanyakan, "Hari ini lagu apa?" seperti yang sudah - sudah.

"Mungkin Swan Lake...."

Untuk yang kesekian kalinya, jari - jari Seonghwa kembali menari - nari di atas tuts itu. Suara dentingan piano yang lembut mengalun indah ke setiap sudut ruangan membuat hati Yeosang hangat.

Bagi Kang Yeosang, melihat Seonghwa bermain piano, sudah seperti rutinitasnya. Bagai obat penenang, permainan Park Seonghwa adalah hipnotis. Jiwanya seperti dibawa ke sebuah tempat, dimana hanya ada dirinya, padang rumput yang luas, sinar matahari, dan angin yang membelai wajahnya. Hangat. Begitulah persepsinya terhadap permainan pria Park itu.

"Apa kau pernah jatuh cinta?"

Seonghwa menghentikan permainannya saat mendapatkan pertanyaan mendadak dari oknum yang berada di sebelahnya. "Ntahlah, selama 17 tahun aku hidup, aku tidak pernah berkencan."

Yeosang mendecih. "Cih, tidak seru."

"Lalu, aku harus bagaimana?"

"Bukan urusanku," jawab Yeosang. "Apa kau tau? Saat jatuh cinta, jantung kita akan bekerja lebih keras dari biasanya. Kemudian akan ada perasaan dimana ribuan kupu - kupu bertebangan di perut kita. Semua terlihat indah saat jatuh cinta."

"Darimana kau tau semua itu?"

Pria Kang itu mengulas senyum. Lalu, menatap Seonghwa tulus. "Karena sepertinya aku tengah jatuh cinta."

.

.

Seonghwa tidak pernah tau kalau pemuda yang selalu menemuinya di ruang musik adalah seorang pianis terkenal. Jika saja sore itu Seonghwa tidak mendapati sehelai kertas jatuh dari tas si pria Kang, ia benar - benar tak akan pernah tau.

Kertas itu berisikan jadwal latihan rutin Yeosang untuk perlombaan yang akan diadakan sekitar seminggu lagi. Pria itu tersenyum miris. Selama ini ia pikir Kang Yeosang hanyalah seorang pecandu musik klasik yang merupakan fans berat Mozart.

KRIIEETT...

Suara pintu yang dibuka membuyarkan lamunan Seonghwa. Disana berdiri Yeosang dengan wajahnya yang sudah pucat pasi.

"Ada apa? Mengapa kau kembali lagi?" Tanya Seonghwa.

"Ke-kembalikan jadwalku!" Yeosang meraih kasar kertas yang digenggam Seonghwa kemudian merobeknya hingga kecil.

"Hei, kenapa dirobek?"

"Aku tidak ingin kau tau...." Yeosang terduduk sambil menutupi wajahnya yang sudah basah akan air mata.

"Bukankah itu bagus? Kau adalah pia-

Yeosang mengadahkan wajahnya. Menatap nyalang Seonghwa dihadapannya. "Aku bukanlah seorang pianis! Aku tidak pernah menyukai musik!? Musik merebut segalanya dariku! Aku menyukai musik, tapi aku juga sangat membencinya! Aku...

Pria Kang itu terdiam saat Seonghwa secara tiba - tiba menarik dirinya ke dalam dekapan pria itu. Mengelus surai coklatnya lembut demi menenangkan dirinya yang tengah emosional.

"Aku takut, musik juga akan merebutmu dari kehidupanku...."

"Justru, bukankah karena musik kita bisa bertemu?"

Seonghwa melepaskan dekapannya terhadap Yeosang. Membingkai wajah manis itu dengan kedua tangannya. Kemudian mempertemukan bibir keduanya dengan lembut. Mencurahkan segala rasa dalam pangutan yang terasa singkat itu.

"Aku berjanji tidak akan pergi dari kehidupanmu. Karena itu kau juga harus berjanji untuk tidak pergi dari kehidupanku."

('-'*)♪

Apa yang terjadi antara Yeosang dan musik?
:)

Agape [ YeoCentric ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang