Bab sembilan

20 2 0
                                    

Rillo sedang berjalan di lapangan ketika sebuah bola tau-tau menggelinding ke kakinya. Ia mendongak dan menemukan Irgi tengah melambai-lambai ke arahnya.

"Rillo! Tendang dong bolanya!" Seru cowok itu nyaring.

Rillo menendang bola itu sesuai permintaan Irgi.

"Lo! ayo join!" Lanjut Irgi masih sambil berteriak.

Rillo sedang tidak ingin join dengan apapun dan siapapun termasuk teman-teman sekelasnya sendiri. Sebenarnya dia memang tidak pernah mau ikut main. Rillo tidak punya waktu lebih berlama-lama di sekolah apalagi untuk main. Dia harus pergi ke rumah om Aldrin.

Saat si bola sudah menggelinding pergi, Rillo melanjutkan langkahnya lagi tanpa menghiraukan permintaan Irgi yang terakhir namun hanya empat langkah ke depan yang sempat ia ambil saat Irgi tau-tau muncul di hadapannya.

"Tunggu! Lo mau kemana sih?" Tanya Irgi. Penampilannya sudah acak-acakan. Seragamnya sudah mencuat keluar dari celana. Rambutnya awut-awutan, wajah dan lehernya dipenuhi keringat. Bahkan napasnya masih ngos-ngosan saat ia berdiri di depan Rillo.

"Pulang." Jawab Rillo sekenanya kemudian melewati Irgi dari samping kanannya.

"Ck. Gue bilang tunggu dulu." Irgi langsung menahan lengan Rillo.

Rillo menatap Irgi. Irgi menatapnya. Persis seperti adegan di drama korea. Dua detik kemudian Rillo mengernyit jijik dan langsung bergerak cepat mendorong wajah Irgi. "LO NGAPAIN DEKET-DEKET GUE?!!" Rillo bergidik geli. Benar-benar menakutkan melihat wajah Irgi dari jarak sedekat itu. Dan akan sangat memalukan jika orang-orang di lapangan salah paham dengan tingkah Irgi padanya.

Irgi menyengir lebar seperti kuda. "Gue tau lo mau kemana," ucap Irgi tiba-tiba membuat Rillo menatapnya dengan kaget.

"Lo nggak langsung pulang kan?" Irgi menyeringai. "Gue tau Rillo gue tau. Lo bahkan udah keluar dari tempat les sejak lima bulan yang lalu. Iya gue emang masuk ke tempat les lesan lo dulu dan harus ketemu Miss Beca tiap seminggu empat kali,"

Rillo mulai menegang saat Irgi menyebut nama guru les nya, Miss Beca.

"Kenapa? Muka lo tegang amat kayak kancut kering?" Irgi memasang wajah polos.

Rillo kehilangan kata-katanya. Tersudutkan.

"Ah gue tau! Pasti lo heran kenapa sampai sekarang info itu belum sampai ke nyokap lo? Ya simpel aja sih soalnya gue juga belum bocorin ke emak gue jadi sampai sekarang dia masih ngira kalo gue les nya bareng lo. Hebat banget kan akting gue?" Irgi mengangkat kedua alisnya kali ini mengukir senyum penuh kemenangan.

Rillo menekan kedua rahangnya tanpa sadar. Irgi memegang kartu AS nya. Sayangnya kartu itu juga nyawanya yang sewaktu-waktu bisa tercabut jika Irgi sampai membocorkan info itu ke Mami. Sudah lima bulan Rillo berhasil menutupinya dan tidak pernah sehari pun Rillo tidak dibayangi perasaan bersalah.

"Apa mau lo gi?"

Irgi mengusap-usap dagunya sambil belagak mikir. "Gue sebenernya pengen tau kenapa lo selalu nggak mau kalau gue ajakin nongkrong sama anak-anak dan selalu pengen cepet-cepet pulang tapi kalau cuma satu pertanyaan itu gue yang rugi." Irgi menundukkan sedikit wajahnya dan tersenyum licik.

"Ajak gue ke tempat yang lo kunjungi tiap pulang sekolah. Gimana?"

Rillo mendesah. Tidak perlu memakai otak jeniusnya untuk menebak hal ini makanya Rillo tidak tampak terkejut. Cowok itu sudah memasang wajah datarnya seperti semula.

"Awas kalo sampai lo bocorin ke nyokap gue soal les lesan." Ancam Rillo.

Irgi langsung merangkul pundaknya. "Selama lo mau kerjasama, gue jamin info itu bakal tetep aman sampai kita lulus nanti."

505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang