4. Di manja

0 3 0
                                    

Setelah perdebatan yang menguras energi itu, akhirnya Fika mengalah dengan syarat setelah lukanya di obati, ia ingin langsung pulang. Sekarang, ia sedang baring di brankar. 2 perawat berdiri di sampingnya, perawat yang satunya berdiri di samping luka lengannya, dan perawat lainnya berdiri di samping luka lututnya dengan membawa alkohol serta kapas.

Fika bergidik ngeri membayangkan lukanya di bersihkan.

"Nggak disuntik dulu nih, gue-nya?" tanya Fika was-was, detak jantungnya sudah berdisko-disko.

"Maksudnya?" tanya salah seorang perawat yang berdiri di samping luka lengannya dengan ekspresi bingung.

"Yah obat penenang gitu-gitu loh"

Kedua perawat itu terkekeh, untuk apa di suntik obat penenang? Toh, Fika tidak ingin di operasi.

"Luka kamu hanya ingin di bersihkan, bukan di operasi. Jadi, kamu tidak perlu di suntik obat penenang," jelas perawat.

"Yah tapi kan gue maunya disuntik, kalau gue udah di suntik, kan gue pingsan tuh. Jadi, gue nggak perlu teriak-teriak karena kesakitan. Setelah gue pingsan, kalian sepuasnya deh bersihin luka gue, terserah juga mau di apain, di robek kek, di jambak kek, terserah. Yang penting gue di suntik dulu," ucap Fika mulai ngelantur.

Kedua perawat itu geleng-geleng merasa takjub dengan ucapan Fika. Baru kali ini mereka menemukan pasien yang sangat cerewet. Tanpa menjawab Fika, kedua perawat itu mulai menuangkan sedikit alkohol ke dalam kapas. Sedangkan, Fika langsung melotot.

"Ohhh no!!!!! Gue mau nya di suntik dulu! Jangan langsung bertindak gegabah dong! ini luka gue, bukan kalian yang rasain!" teriak Fika menggema ke seluruh ruangan.

Fika semakin geram, saat melihat kedua perawat itu mengabaikannya. Bahkan mereka sudah ingin mendaratkan kapas itu di lukanya.

"Ehhhh!  Jangan langsung dua-dua dong! Kalian mau nyiksa gue?! Satu aja belum tentu gue tahan, apalagi kalau kalian langsung bersihin dua-duanya!"

"Akhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!" pekik Fika saat kedua perawat itu mulai membersihkan lukanya.

"MAMAAAAAA!!!  AKHHHHHH!!!!"

"UHHHHHH!!!"

"AHHHHH!"

"TO.... LONGIN... GU.. EEEE... AKHHHH!"

"SSTTTT!!!"

"PERRR.... RIHHHHH WOIII!! AKHHH!"

Fika bergerak gelisah sambil menahan rasa sakit dan perih secara bersamaan. Fika melihat lengannya dan lututnya yang sibuk di bersihkan oleh perawat.

"Ma..... Maaaaaaa!"

"Sss... Sakitt!!!"

"Hikss... Hiksss.. Hiks!!"

"Pe.....lan... Pe...lannnn!"

Sedangkan di luar ruangan, Dahlan, Fera, Randi, Rendi dan Alfi bergidik ngeri mendengar teriakan Fika. Sedangkan Nenek Tika tidak ikut ke rumah sakit, tubuhnya yang semakin lemah membuatnya sulit untuk keluar rumah.

Randi mendekat ke arah Alfi, ia dapat melihat wajah pucat pasi Alfi. Mungkin karena tegang dan khawatir.

"Alfi," panggil Randi menepuk pundak Alfi.

Alfi menoleh, "iya bang?"

"Kenapa Fika bisa di serempet motor? Bagaimana ceritanya?"

Alfi menghela nafas sejenak, kemudian menceritakan apa yang terjadi hingga Fika bisa di serempet motor.

"Coba mama nggak suruh Fika gantiin kue mama, pasti Fika tidak akan kecelakaan," sahut Fera merasa bersalah setelah mendengar cerita Alfi.

"Mah, Fika kecelakaan itu karena takdir. Nggak usah salahin diri mama," ucap Randi.

Terjebak Takdir [NEW STORY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang