Aku menemukan Alby sedang duduk di dekat pohon di pinggiran Pantai Caldera; pantai yang berada di dekat vila. Dia bersandar di batangnya dengan menghadap lautan. Aku agak terlambat menyusul karena harus mengambil jaket dulu di kamar dan cukup bersyukur tidak sampai kehilangan jejaknya.
Kurasa Alby juga setuju jika desiran ombak terdengar begitu menenangkan. Ketika jarak kami makin dekat, aku menemukan kalau dia terpejam. Sayangnya, aku tidak bisa menahan suara sandalku tidak berdesis di atas pasir, hingga dia menyadari kehadiranku.
Namun, dia sama sekali tidak melihat ke arahku, tidak juga menunjukkan tanda-tanda kalau dia merasa terganggu. Mungkin dia tidak benar-benar ingin sendiri saat ini. Walau sikapnya keterlaluan, tetapi aku merasa tidak enak karena acaranya jadi kacau.
Aku duduk di sampingnya, nyaris tak berjarak. Dan dia masih bergeming, seolah-olah seluruh pikirannya terhipnotis oleh hamparan laut yang memantulkan langit di depan kami. Aku bahkan tidak tahu sebenarnya untuk apa berada di sini; menghiburnya atau menghakiminya dengan menyebutkan kalau yang tadi itu adalah karma karena sudah menempatkanku pada situasi sulit. Sayangnya, aku tahu kalau Alby juga tidak akan bicara kalau tidak dipaksa.
"Kukira mereka akan membenciku." Aku mengucapkan apa yang ada dalam pikiranku. "Aku terus berpikir kalau keluargamu akan merasa jijik padaku. Namun, reaksi mereka justru di luar dugaan. Kurasa kita harus jujur kalau hanya bersandiwara, Alby."
"Hubungan bisa berakhir, apalagi kalau hanya berkencan. Mereka akan mengerti."
Kukira dia hanya akan tetap bungkam. Namun, nada bicaranya benar-benar tidak bersahabat. Berada di pantai memang dingin, tetapi seharusnya tidak sampai membuat sikapnya juga dingin, 'kan?
Baiklah kalau dia berpikiran seperti itu, aku tidak akan memaksa agar dia mau mengikuti saranku. Selain aku tahu itu akan sia-sia, waktuku juga akan terbuang.
"Sikapmu tadi, jelas-jelas menunjukkan betapa kau sangat ingin dimengerti, tetapi siapa pun tidak akan mengerti kalau kau bungkam. Kaubilang kita bisa saling mengandalkan. Aku hanya ingin tahu kenapa Albert mengatakan itu padamu." Aku bukan sedang bersikap sok tahu, tetapi instingku mengatakan kalau dia memang seperti itu.
"Bukan urusanmu."
"Aku sudah tahu kau akan merespons seperti itu," sahutku dengan tenang.
Pada akhirnya aku datang dengan sia-sia ke sini. Sampai kapan pun, aku dan Alby memang tidak akan pernah bisa satu frekuensi. Kami memang bukan dua orang yang ditakdirkan untuk bisa mengerti satu sama lain. Dan lagi-lagi aku kembali merasa dikecewakan oleh kenyataan.
Kami sama-sama diam selama beberapa saat kemudian, membiarkan suara kehidupan di pantai ini memeriahkan keresahan hati masing-masing. Ketika masa lalu yang selalu mengiringi ke mana pun sisa hidup menuju, takada yang bisa kulakukan selain menerima. Apa yang terjadi tadi sudah menjadi bukti. Bukan hanya aku yang mengalaminya, tetapi Alby juga. Tentu saja aku penasaran apa yang terjadi padanya dulu.
"Apa kau mau kembali ke vila?" Aku bertanya, padahal tahu dia akan menolak. Aku juga sekalian ingin memberi tahu kalau aku tidak akan berlama-lama di sini.
"Itu saja?"
Dahiku spontan berkerut karena responsnya. "Apa?"
"Kenapa menyusulku?" Setelah cukup lama, akhirnya dia menatapku.
"Karena ingin?" Maksudku, keinginan itu tiba-tiba muncul begitu melihatnya tersudut oleh tatapan maut sang ayah. Mungkin karena aku pernah merasakan hal yang sama, jadi perasaan ingin menemaninya muncul begitu saja.
"Apa mereka memintamu menyusul?"
Sekarang aku kesal dan mendengkus keras. "Mereka tidak memintaku ke sini, tapi kenapa aku repot-repot? Seharusnya aku di kamar sekarang, bersama iPad-ku dan menggambar, atau berbaring di kasur dan siap untuk tidur." Aku berucap sarkastik. Kepribadianku mungkin tidak sefeminin wanita lain, tetapi bukan berarti aku tidak bisa bersikap baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Break [✔]
Romance[Song Series][Completed] Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan. Orang bilang, di balik kesialan, akan di...