*****
Sambil mendengarkan musik melalui headset, Raina melangkah menyusuri lorong menuju kelasnya. Senin itu adalah hari pertamanya sebagai siswa kelas XII di SMA Wiguna Bangsa. Meski bel masuk akan berbunyi lima menit lagi, Raina tampak tidak terlalu terburu-buru. Hujan masih terdengar mengguyur deras, membuat kemungkinan untuk upacara bendera hari itu ditiadakan.
Raina nyaris saja tadi bangun kesiangan. Ia lupa menyalakan alarm di ponselnya. Kalau saja tidak dibangunkan oleh Tante Desti, pasti Raina masih tertidur. Raina akhirnya pergi ke sekolah bersama tantenya yang kebetulan ada perlu ke kantor, karena sudah pasti cewek berambut sebahu itu tidak mungkin sempat naik bus.
Saat memasuki kelas XII IPS 1, Raina melihat hampir semua tempat duduk sudah ada pemiliknya, entah ditandai dengan tas di atas meja, atau pemiliknya sedang duduk di kursi mereka langsung, tampak sibuk mengobrol atau melakukan kegiatan lain sendiri-sendiri.
Raina memilih berjalan menuju meja kosong di depan, yang bersebelahan dengan tembok. Di sebelah kanannya duduk Nila, mantan sekretaris kelasnya saat kelas XI lalu, yang segera mendongak dari ponselnya saat melihat Raina datang.
Walaupun bukan sahabatnya, Raina dan Nila cukup dekat karena mereka sekelas sudah dua tahun lebih. Kebanyakan teman sekelas mereka saat kelas X dulu masuk kelas IPA atau kelas IPS yang lagi satunya, termasuk sahabat Nila yang berada di kelas XII IPS 2.
"Hei, Na!" sapa Nila dengan senyum lebar. "Tumben dateng siangan."
Raina hanya tersenyum tipis sambil mengangkat bahu. Dilepasnya tas punggung birunya dan memasukkannya ke dalam kolong meja, sementara ponsel dan headset Raina taruh di atas meja.
"Tumben juga pake jaket yang nggak ada warna birunya," goda Nila. Kilat humor berpendar di manik matanya. "Tapi size-nya nggak salah nih? Kaya punya cowok."
Raina yang hendak duduk kontan terdiam, lantas menunduk menatap jaket yang kini sedang ia kenakan. Jaket dengan kombinasi warna merah-hitam itu membalut badan Raina, hingga hampir menutupi setengah bagian rok abu-abu yang memang ujung roknya tepat di atas lututnya. Dengan huruf kapital R tertera di bagian dada sebelah kiri, Raina merasa jaket itu cocok untuknya, meski ukurannya yang bisa dibilang membuat badan Raina terlihat tenggelam.
Dan entah kenapa, ada perasaan hangat dan nyaman saat memakai jaket itu, semakin membuat Raina benar-benar tidak tahan untuk tidak memakainya hari ini ke sekolah.
Kembali bahu Raina hanya bergedik pelan saat merespon Nila. Raina beringsut duduk. Ujung bibirnya berusaha keras mencegah senyum sumringah terbit. Namun satu hal ternyata tidak luput dari mata Nila.
"Astaga, Raina! Lo blushing?" teriak Nila tak percaya, seketika membuat ruang kelas hening. "Jangan-jangan jaket ini punya cowok lo?"
Raina menggeleng cepat. "Nggak! Ini dikasih temen."
"Temen apa temen?" celetuk Inez dari belakang kelas, salah satu teman sekelas Raina yang memang biang gossip.
Ruangan kelas kontan diisi gelak tawa teman-teman Raina, membuat pipi Raina semakin memanas.
"Wih! Nggak nyangka akhirnya seorang Raina pacaran!" tambah Yoga yang bertubuh tambun. "Banyak yang bakal patah hati nih."
"Apaan sih kalian ini?" Raina mencak-mencak selagi melotot ke arah mereka. "Dibilang juga dikasi temen, bukan pacar."
"Nggak percaya, ah!" Galuh yang lebih terkenal pendiamnya daripada Raina sampai ikut bersuara. Dari balik kacamatanya, cewek itu memperhatikan Raina dengan senyum geli. "Ini juga pertama kalinya gue liat muka lo sampe merah gitu, Na."
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Sweethearts (Ksatria Matahari dan Peri Hujan)
Novela JuvenilKeduanya bertemu ketika hujan tumpah-ruah. Untuk pertama kalinya, jantung berdebar kencang. Untuk pertama kalinya, perasaan nyaman bersarang. Keduanya merasa seolah... akhirnya pulang ke rumah. Namun ada rahasia besar yang masing-masing mereka penda...