2 : "Calm down, Sunshine."

3 0 0
                                    

*****


Bel pulang terdengar berbunyi nyaring.

Raina mendesah lega. Hari pertama sekolah akhirnya berlalu juga.

Setelah memberi salam pada guru Sejarah bersama teman-teman sekelasnya dan sang guru pergi keluar kelas, segera Raina bersiap-siap, memasukkan peralatan belajarnya ke dalam tas. Dipakainya kemudian jaket varsity pemberian Radit yang mulai hari ini resmi jadi miliknya. Mengingat fakta itu, Raina tersenyum sambil menggendong tas punggungnya.

"Mau langsung pulang?" tanya Radit yang sudah berdiri di sampingnya. Tas tersampir di satu bahu, dengan jaket kulit hitam yang kembali membungkus badan tegap Radit.

Raina bangkit dari duduknya, lantas mendongak dan menggeleng kepala. "Gak. Mau ke toko buku."

"Gimana kalo gue anter?" tawar Radit selagi membelai rambut di belakang kepala Raina.

"Hei, jangan lupain gue," Ratih menyerobot, lalu melingkarkan lengannya ke lengan Raina. "Gue juga mau ikut. Mau liat-liat novel."

Raina mengangkat bahu. "Okay, then."

Lalu ketiganya melangkah ke arah pintu kelas.

Dalam perjalanan menuju arena parkir, Raina menimpali Ratih yang mengajaknya mengobrol, sementara Radit menggenggam sebelah tangannya dalam diam. Meski membuat jantungnya berdegup riuh, Raina membiarkan karena tidak bisa dipungkiri kalau perasaan hangat dan bahagia ikut menjalari hatinya.

Dan Raina juga sudah tidak peduli lagi dengan tatapan-tatapan yang mengikuti mereka. Ia harus mulai membiasakan diri jika ini menjadi rutinitas barunya.

Ketika hendak melintasi lapangan basket, tiba-tiba saja Radit berhenti, membuat Raina dan Ratih seketika tak melanjutkan langkah. Keduanya menoleh heran ke arah Radit, lantas melihat cowok itu mengedikkan dagu. "Ada Riga tuh."

"What?" Ratih mengalihkan pandangan, diikuti oleh Raina, dan benar saja, Riga berada di tengah-tengah lapangan basket. Tampak sedang mengobrol dengan beberapa murid cowok kelas XII, sebelum kemudian cowok berpakaian kasual itu berdiri sendiri.

Segera Ratih berlari mendekat. Raina dan Radit berjalan menyusul di belakangnya.

Riga yang menyadari kedatangan mereka langsung tersenyum, dan merentangkan kedua tangannya untuk Ratih. "Hey, Moonshine," sapa Riga lembut setelah Ratih masuk ke dalam pelukannya.

Sejenak Ratih hanya membenamkan wajahnya ke dada Riga, lantas ia sedikit beringsut menjauh dan menatap heran cowok berkacamata itu. "Katanya gak bisa jemput. Kok bisa di sini?"

"Aku boong ding," ringis Riga, menjawil ujung hidung mancung Ratih. "Biar surprise gitu."

"Meanie." Ratih menyilangkan tangan. Rengutan bibirnya terbentuk samar.

Riga tertawa kecil. Satu lengannya melingkari pinggang Ratih. "Sorry, Babe." Diciumnya rambut hitam cewek itu sekilas.

"I'm like in the twilight zone," lirih Raina sambil geleng-geleng kepala.

Ini pertama kalinya Raina melihat seorang Auriga Michel Wiguna menunjukkan PDA (Public Displays of Affection) ke cewek, dan secara terang-terangan pula. Raina memang sudah melihat beberapa foto mereka bersama di media sosial, tapi rasanya ternyata tetap sulit dipercaya, terlebih saat melihatnya secara langsung.

Dulu sewaktu masih bersekolah di WB, Riga cowok populer yang dikenal gak pernah mau dekat sama cewek, apalagi pacaran. Berbeda dengan Radit, mantan Ketua OSIS di sekolah Raina itu tetap berusaha ramah pada murid-murid cewek, meski tetap menjaga jaraknya. Raina sendiri sempat kaget sewaktu Ratih mengajaknya berkenalan di FB dan mengaku sebagai pacarnya Riga.

High School Sweethearts (Ksatria Matahari dan Peri Hujan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang