48. Rapuh

141 9 0
                                    

“Sekuatnya seseorang bertahan dari berbagai badai kehidupan, adakalanya mereka berada di titik terendah, rapuh, lelah, dan jatuh karena semua itu dibutuhkan untuk memulihkan raga dan beristirahat untuk kembali melangkah meraih apa yang diimpikan.”

                        -Agaraya-

Gadis itu kini sudah berada di kamarnya. Sendirian hanya ada dia dan bayangan. Begitulah jalan hidup yang harus dialaminya.

Saat gadis itu berada diambang pintu kamar mandi, pandangannya buram, kepalanya berputar-putar, dan bibirnya pusat pasi. Badannya ambruk ke lantai yang dingin.

Bruk.....

Raya terjatuh di lantai tanpa seorangpun yang tahu.

Disisi lain Aga tiba-tiba cemas setelah melihat keadaan Raya di taman tadi. Dia berusaha menghubungi gadis itu berkali-kali tapi tidak dijawab.

Dengan cepat dia melajukan motornya menuju rumah Raya. Dia takut kejadian waktu dulu terulang kembali. Apalagi emosi gadis itu pasti sedang naik-turun sekarang. Tak peduli larangan dari Raya ataupun ancaman dari Bintang. Dia sesegera mungkin harus menyelamatkannya karena itu sudah menjadi tugasnya.

Sesampainya di rumah Raya, dia langsung masuk ke dalam kamar gadis itu. Matanya berkaca-kaca melihat gadis itu pingsan di lantai. Ternyata firasat tentangnya memang benar-benar terjadi.

Aga membopong tubuh gadis itu meletakkannya di ranjang kasurnya. Dia menggesekkan kedua tangannya dan menempelkan ke tangan Raya agar terasa lebih hangat.

"Panas banget," gumamnya memegang dahi gadis itu. Matanya masih terpejam dengan bibir pucat pasi. Dia mengoleskan minyak kayu putih yang dia bawa dari rumah untuk jaga-jaga kala membutuhkan ke bawah hidung gadis itu. Semoga dengan itu bisa membuatnya segera siuman.

15 menit berlalu

Perlahan-lahan jari-jemarinya bergerak, kedua bola matanya terbuka. "Agaa," lirihnya.

"Gue butuh Elo tapi keaadaan memaksa gue menjauh," tuturnya masih dalam keadaan lemah.

"Gapapa Ray, apapun yang terjadi aku akan berusaha menjaga kamu meskipun keadaan ingin memisahkan kita," katanya menguatkan gadis itu.

"Kita ke rumah sakit aja ya, Ray. Badan kamu panas banget."

Gadis itu beranjak duduk secara perlahan. Dia menggeleng lemah. "Gue ga mau. Yang gue butuhin cuman dukungan Elo dikala gue lagi rapuh."

"Iya Ray, tapi aku takut keadaan kamu akan semakin buruk kalau tidak segera ditangani," tolak Aga melihat gadis itu dia merasa bersalah belum seringkali terlambat menyelamatkan gadis itu.

"Kalau kamu ga mau periksa ya udah, tapi tolong jangan terlalu dipikirin, kesehatan mental kamu perlu dijaga," peringatnya lemah lembut.

"Maaf ya gue ngerepotin elo terus," kata Raya menyesali perbuatannya di masa lampau karena membenci laki-laki yang sekarang menjadi penyelamat hidupnya bahkan sekarang kebencian itu masih ada, bukan karena murni karena Aga tapi trauma kejadian dulu membuatnya tidak ingin kepahitan terulang kembali dalam hidupnya.

"Aku ga ngerasa direpotin justru malah senang bisa jaga kamu." Laki-laki menyinggungkan senyumnya.

'Tapi maaf Ray, suatu saat nanti kalau kamu tahu jatidiri aku yang sebenarnya mungkin akan membuatmu kecewa bahkan lebih membenciku' batinnya membayangkan saat kebenaran tentang dirinya terungkap. Raya lah yang paling tersakiti diantara lainnya.

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang