01.

12.5K 724 19
                                    

~🌼~

"Kenapa kau melakukan ini?"

Jeongwoo tersenyum miring mendengar pertanyaan dari polisi didepannya. Ia menarik tubuhnya dan bersandar pada kursi sambil bersidekap dada. "Karena aku mencintainya."

Polisi didepannya mengernyit mendengarnya. "Cinta macam apa hingga kau harus membunuhnya?" Tanyanya keheranan.

Jeongwoo lagi-lagi hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Manik legamnya menatap sang polisi dengan sudut bibir yang sedikit terangkat keatas. "Terlalu rumit untuk dijelaskan. Kau tidak akan mengerti." Ujarnya dengan tenang.

Polisi itu terdiam sambil mengetik segala penuturan Jeongwoo meski sebenarnya percakapan mereka sudah direkam. "Baiklah, setelah ini ada yang ingin bertemu denganmu." Ujar sang polisi setelahnya ia bangkit dan keluar dari ruangan interogasi.

Menghela nafas pelan, Jeongwoo maju dan meletakkan kepalanya pada tumpukan lengannya diatas meja lalu memejamkan kedua matanya sejenak.

Rasanya lelah sekali harus berbicara dengan banyak orang selama berjam-jam. Entah sudah berapa lama Jeongwoo duduk disana, yang ia tahu hanya ia lelah dan mengantuk saat ini dan ingin tidur saja.


Baru beberapa detik Jeongwoo memejamkan kedua matanya, bunyi pintu yang dibuka membuatnya urung tidur. Apalagi saat mendengar langkah kaki mendekat kearahnya kemudian disusul derit kursi yang ditarik.

Namun Jeongwoo masih enggan mengangkat kepalanya hanya untuk sekadar melihat siapa gerangan yang duduk didepannya saat ini.

Orang yang duduk didepan Jeongwoo tersenyum tipis saat melihatnya. Ia mengaitkan kedua tangannya diatas meja sambil terus menatapi bulu mata Jeongwoo yang sesekali bergerak.

"Kau ingin bersandar dibahuku? Mejanya terlihat keras dan menyakitkan." Tawarnya tanpa memudarkan senyum diwajahnya.

Jeongwoo membuka matanya perlahan lalu mengerjap sesekali. Suara asing namun kalimat yang familiar itu terdengar hangat menyapa gendang telinga Jeongwoo. Selama ini tidak ada yang menawarinya tempat singgah apalagi bahu untuk bersandar kecuali sang bunda.

"Rasanya hangat.." ujar Jeongwoo lirih.

Jeongwoo tersenyum tipis lalu mengangkat kepalanya dan melihat seorang pemuda tengah duduk menatapnya sambil tersenyum.

Sosok pemuda tampan dengan manik berwarna madu yang tidak dikenalnya.

"Kau ingin bersandar dibahuku?" Tawarnya lagi sambil menepuk bahunya pada Jeongwoo.

Sial!

Senyum Jeongwoo lantas pudar saat menyadari bahwa pemuda didepannya ini tidak benar-benar melihatnya, dengan kata lain.. buta.

Merasa tidak ada sahutan dari orang dihadapannya, pemuda itu mengulurkan tangannya kearah Jeongwoo. "Aku ingin menggenggam tanganmu." Pintanya.

Jeongwoo tidak menjawab. Ia hanya menatap pemuda didepannya dengan tatapan sulit diartikan, membuat beberapa polisi dibalik ruang pengamat menjadi siaga, takut bila nanti Jeongwoo mungkin akan menyerang pemuda itu.

"Park Jeongwoo.." panggilnya dengan lembut. "Genggam tanganku, kumohon.." pintanya lagi.





"Park Jeongwoo, genggam tanganku dan jangan dilepas."





Jeongwoo teringat seseorang dari masa kecilnya yang pernah mengatakan hal serupa padanya seperti yang dikatakan oleh pemuda didepannya sekarang. Jeongwoo ragu. Apakah mungkin orang yang ada didepannya ini orang yang sama seperti yang diingatnya?

"Kau punya janji padaku Jeongwoo.." ujar pemuda tersebut, yang mana membuat Jeongwoo mengernyit kebingungan.

Janji?

"Kau akan membawaku pergi melihat laut." ujarnya sambil tersenyum kecut.

Hati Jeongwoo mencelos ketika mendengar penuturan pemuda tersebut. Pikirlah, bagaimana mungkin seorang yang buta bisa melihat laut? Apakah mungkin?

Meski begitu, Jeongwoo masih belum bisa mengingat siapa pemuda dihadapannya ini. Sejak tadi ia hanya berputar dalam keraguannya pada bayangan seorang anak kecil yang ada dalam memorinya.

Diamnya Jeongwoo membuat pemuda itu memudarkan senyumnya. Sepertinya Jeongwoo benar-benar telah melupakannya dan itu membuatnya sedih.

Pemuda itu lantas menarik keluar sebuah kalung yang menggantung dilehernya dari balik bajunya. "Kau pasti ingat ini Jeongwoo-ya.."

Pemuda itu mendekatkan bandul kalung ditangannya kearah Jeongwoo. Bandulnya berbentuk bunga krisan berwarna merah.

"Aku tidak tahu.. tapi kurasa ini bunga." ujarnya.

Jeongwoo menatap bandul kalung tersebut dan ingat ia pernah memiliki kalung serupa dan ia memberikannya pada seseorang.

"R-Ruto?"

Pemuda itu tersenyum lalu mengangguk. Jeongwoo terang saja langsung bangkit dari tempatnya dan menghampiri pemuda tersebut.

Pergerakan yang tiba-tiba dari Jeongwoo membuat para polisi disana langsung memencet bel agar polisi yang berjaga diluar masuk dan menghentikan Jeongwoo.

Namun yang terjadi adalah Jeongwoo memeluk pemuda didepannya dengan erat sambil terisak dan membuat dua orang polisi yang masuk menghentikan langkahnya.

"Ruto ini dirimu?" Jeongwoo sedikit tergagap saat berucap dan itu membuat Haruto terkekeh kecil.

Melihat hal itu membuat para polisi disana terkejut bukan main, apalagi saat melihat Jeongwoo memeluk Haruto sambil menangis seperti itu.

Bagaimana tidak, Jeongwoo adalah tersangka dari pembunuhan banyak orang termasuk ayahnya sendiri. Jeongwoo dikenal sebagai sosok sociopat yang tidak suka berinteraksi dengan siapapun, hingga ia harus ditahan pada sel secara terpisah dari yang lainnya.

Saat merasakan basah pada bahunya, Haruto menggerakkan tangannya untuk mencapai wajah Jeongwoo dan menemukan bahwa pemuda itu memang tengah menangis saat ini. "Kau menangis? Kenapa menangis? Kau tidak suka bertemu denganku eum?" Cercanya sambil sedikit menggerutu kesal.

Jeongwoo tidak menjawab dan kembali mendusal pada ceruk leher Haruto sambil terus memeluk pemuda itu dengan erat. Haruto yang merasakan itupun hanya tersenyum kecil sambil menepuki punggung Jeongwoo pelan dan sesekali mengusapi kepala belakang pemuda itu.

"Kalian keluarlah, biarkan mereka bicara." Ujar seorang polisi dari pengeras suara pada dua orang petugas didalam sana. Setelahnya, mereka keluar meninggalkan Jeongwoo dan Haruto berdua.







#Published, Monday 29 November 2021

TAKE YOU TO HEAVEN | HAJEONGWOO (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang