Kala itu akhir November, dimana Naraja sedang mengutuki kesialannya karena telah menjatuhkannya ponsel miliknya sehingga beda persegi panjang itu tak bisa digunakan lagi. Tapi ada untungnya, Naraja jadi punya alasan untuk menghindari beberapa hal yang membuatnya tertekan akhir-akhir ini. Seperti, beberapa tugas dan kewajiban yang harus dia lakukan, Naraja ingin kabur.
Dan disinilah Naraja, sebuah kedai kopi yang baru buka beberapa bulan lalu. Sebenarnya cukup mahal untuk sekedar segelas kopi diharga 20 ribu rupiah tapi tidak apa-apa karena tempat ini cukup nyaman bagi Naraja berkutat dengan laptopnya mengandalkan WiFi kedai kopi yang nyatanya cukup cepat mungkin karena tidak banyak orang yang datang.
Tak lama seorang lelaki membawa segelas kopi pesanan Naraja. Seorang barista sekaligus satu-satunya pegawai di kedai ini, yang anehnya selalu menemaninya setelah menyajikan kopi hitam pahit atau yang biasa disebut Americano, dan dia akan berkata
“Seleramu bapak-bapak, ya? Kopi hitam." Ucapnya.
Naraja memutarkan bola matanya, lalu menatap lelaki itu. “Ini namanya Americano, Jun. Lo kan barista, masa kagak tau.” sangkal Naraja lalu menyesap kopi hitamnya.
“Sama aja kopi hitam, kalo buat sendiri kopi hitam, kalo beli ke cafe jadi Americano.” balas lelaki itu tak mau kalah.
“Lo nyuruh gue buat sendiri? Pegawai apaan yang malah nyuruh pelanggannya buat kopi sendiri.” Naraja sedikit nyolot, karena memang seperti itu perangainya.
Barista sekaligus pramusaji itu tertawa, membuat matanya menyipit seperti matahari yang ada di serial Teletubbies yang dulu pernah Naraja tonton kala dia masih kecil. Naraja diam-diam menahan senyumnya melihat lelaki ini tertawa dengan lepas.
“Gak gitu, Ja. Masa lo ngopi terus, inget lambung.” belanya.
“Udah deh, Jun, mending lo ngurusin yang lain, pegawainya kan cuma lo.” tunjuk Naraja melihat seorang remaja tampaknya kebingungan ketika meja bar tidak ada yang mengisi.
Lelaki itu kemudian bangkit, menempuk-nepuk apronnya lalu mengusak rambut Naraja, lalu dengan entengnya tersenyum.
“Duluan ya, Ja.”
Meskipun Naraja yang mengusirnya, dia tidak mengalihkan pandangannya dari lelaki itu. Baunya seperti kopi, karena dia memang bekerja di sebuah kedai kopi atau memang parfumnya yang berbau kopi. Yang jelas, Naraja selalu suka dan nyaman ketika lelaki itu menemaninya, mengobrol dari sore hingga kedai ini tutup.
Naraja melirik sebuah notes yang ada di bawah gelas kopinya. Sebuah kata-kata manis untuk Naraja yang dibuat oleh lelaki itu.
Semangat nugasnya, Naraja.
— JunoV
//
“V di namamu itu apa, sih?” tanya Naraja pada Juno yang kini duduk di sebelahnya, memakan permen kopiko.
“Vulgaris.”
KAMU SEDANG MEMBACA
playlist [ nomin ]
Fiksi PenggemarAda sebuah rasa yang dibawa dari lantunan nada-nada sebuah lagu. Bagi seorang Naraja, lagu-lagu ini bukan hanya sebuah karya dari sang penyanyi, namun sebuah pesan dan memori yang terkenang sekaligus bahasa rindunya bagi seseorang.