Diana menyernyit setiap kapas yang telah dibasahi alkohol menyentuh area kaki Lucifer. Kaki dipenuhi oleh luka basah hingga ada pula yang tersisa bekas, sang pemilik asli bahkan tidak bergeming. Dan Diana merasa nyeri akan itu.
"Katakan saja bila sakit." Diana memberi jeda ketika ingin menarik duri dari dalam daging tipis pada kaki Lucifer.
"Tidak sakit."
Diana tidak senang. Dia merasa aneh. Bagaimana anak seusia Lucifer bisa menjadi begitu kebal? Dia tidak bergetar atau menangis, itu mengkhawatirkan Diana sampai mati. Dia memilih melihat anak kecil yang bertingkah seperti yang seharusnya, dari pada anak mandiri dan terpaksa dewasa sebelum waktunya.
Dia menganggap ini pasti terjadi karena Lucifer sudah terbiasa dengan keadaan penuh kesulitan.
"Aku akan mencabutnya sekarang."
"Kau sudah mengatakannya tiga kali."
"Itu karena kau aneh!" Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Diana. Dan disesali pada detik berikutnya. Bagaimana bisa dia meneriakkan seorang anak yang berusaha bertahan hidup atas kakinya sendiri selama dua tahun?
Lucifer tersentak. Apakah manusia harus menjerit kesakitan saat ini? Apa Diana termasuk golongan yang menaruh kepercayaan mengenai hal gaib, dan dia menyadari Lucifer yang tak biasa?
Sementara Lucifer berpikir, rasa bersalah dan khawatir Diana membuncah. Dia kehilangan kontrol dirinya lalu mulai meneteskan air mata di depan Lucifer. Yang seketika itu tersadar oleh tangisan Diana dalam diam.
"Maafkan aku. Kau sudah berjuang sangat baik selama ini." Meski wajah yang dibasahi air mata kepunyaan Diana, dia memilih mengusap pipi kurus Lucifer alih-alih miliknya.
"Tapi sekarang baik-baik saja. Kumohon, cobalah bergantung padaku." Diana menarik tangannya dari wajah si kecil. Kembali menunduk kepada Lucifer dalam kesusahan.
"Maafkan aku." Ucapnya sekali lagi. Merasa semakin salah dengan memaksa Lucifer untuk membuka diri padanya.
Hati Lucifer sudah lama tidak digunakan. Jadi dia kurang mengerti tentang jenis emosi. Hanya saja, dia merasa kehangatan yang menyeruak di dadanya. Melihat ketulusan Diana. Namun air mata Diana yang dipikirnya sia-sia membuatnya kesal. Demikian pula tangan kecilnya berakhir menjulur untuk menyingkirkan sisa-sisa tetesan air asin di wajah cantik Diana.
"Baik. Jangan menangis lagi." Tanpa sadar nada suara yang digunakannya menjadi yang terlembut dari setiap yang pernah dia keluarkan seumur hidup. Selama ratusan tahun.
Diana memegang tangan Lucifer, dia melihatnya saat tangan kecil itu terasa kasar. Ternyata juga dipenuhi oleh duri kecil. Diana buru-buru menyelesaikan kaki Lucifer dengan telaten dan bergegas menuju dapur untuk mengambil madu dan baskom.
Lucifer kebingungan saat tangannya disatukan menjadi sebuah mangkuk, dan diisi madu yang melimpah.
"Kau ingin memakan tanganku?"
Diana tidak tahu harus tertawa atau menangis. "Tidak, ini untuk mengeluarkan duri dari tanganmu."
Lucifer tidak lagi menanggapi. Dia baru tahu ada cara unik seperti ini. Tapi jangan coba-coba digunakan di tengah hutan, atau mungkin kau akan menjadi sasaran hewan buas. Dia mengingat anjing peliharaannya di dunia bawah, si pecandu hal manis, mungkin dia akan menggila jika ada yang memakai teknik pengobatan ini.
Perlahan, duri-duri itu keluar dengan sendirinya. Lucifer melihatnya sedikit kagum. Berpikir gadis ini sebenarnya cukup pandai.
"Nah, karena tanganmu sudah bebas dari duri, aku akan mulai menyantap." Diana memasukkan ujung jari telunjuk Lucifer kecil dalam mulutnya. Terdapat gigitan yang sangat ringan, berniat bercanda menakuti Lucifer yang ternyata tak gentar.
Diana tidak tahu perlakuannya saat ini bukan pada bocah berusia tujuh tahun, akan tetapi tujuh ratus tahun. Pria dewasa dan gagah, yang sudah melewati entah berapa ribu malam panas.
"Bagaimana kau bisa memakannya dengan gigitan selemah itu? Cobalah lagi."
Diana dipenuhi warna merah, mengapa dia berbalik tergoda dari anak sekecil Lucifer! Sungguh memalukan! Mulut Diana melepaskan jari kecil Lucifer lantas membersihkan dengan handuk hangat.
Lucifer mengejek dalam hati. Ada rasa gemas dan ekstasi saat dia menonton gerakan kikuk Diana.
"Kau dipanggil Dia, bukan?"
"Panggil aku kakak." Diana melirik sebentar dari pekerjaannya. "Aku jauh lebih tua darimu, 'tahu." Dia dalam kondisi menganggap Lucifer tidak lebih dari bocah berusua tujuh tahun.
Lucifer tersenyum miring, "Tidak mau." Mengenai ini, entah mengapa, dia tidak ingin membuat Diana terbiasa mendominasikannya.
Diana merasa heran, sejak tadi anak ini terus saja menurut. Apa dasar dia menolak hal yang paling sederhana?
"Lalu kau ingin memanggilku dengan apa?"
"Ana."
Oh, tidak terduga. Dia mengira setiap orang yang bertemu dengannya akan berpikir untuk menanggilnya dengan 'Dia'.
"Lakukan jika kau menginginkannya."
Dengan itu, Lucifer puas.
"Kau akan memanggilku apa?" Dia bertanya.
"Luci?"
"Tidak. Itu seperti milik betina."
Diana tidak bisa menahan tawa. Anak ini memilih kata betina daripada menyebutnya dengan wanita atau sinonim lain.
"Lalu, Cifer?"
"Terserah padamu." Lucifer menunduk sebentar dan mengingat hal lain. "Tadi, kau memanggilku dengan 'Lu'. Itu terdengar baik."
"Seleramu ternyata cukup lembut."
Lucifer mengeraskan wajah. Mengatakan seorang raja iblis perkasa sepertinya adalah sosok yang lembut, tidak lebih dari penghinaan!
"Atas dasar apa itu menjadi lembut?"
Diana merentangkan tangannya, seolah ingin meraih Lucifer ke dalam rengkuhan. Berkat sinar keemasan mentari sore, dia tampak indah selayaknya seorang bidadari penyayang. Lucifer terpana.
"Lihat? 'Lu' sangat cocok untuk situasi seperti ini. Saat kau sehabis bermain di taman, atau memetik buah apel. Kau berlari padaku yang memanggilmu dengan 'Lu'. Bukankah itu cocok?" Jelas Diana sambil menangkup wajah kecil Lucifer.
"Lalu bagaimana dengan Cifer?"
Diana tertawa beberapa kali. "Kurasa itu lebih cocok dengan situasi seorang pria dewasa yang baru saja pulang bekerja. Mencari nafkah untuk keluarga kecilnya."
"... Kau wanita yang aneh."
Diana sontak mencubit pipi tirus di tangannya. "Aku tidak mau mendengarnya darimu! Lagi pula, itu tidak aneh. Hanya sedikit lebih mendalami." Diana mengangkat wajah dengan bangga. Dia menyukai sisi dirinya yang emosional, dia merasa dirinya sangat romantis dibanding seluruh penduduk bumi.
Lucifer mengacuhkan. Tanpa seorang pun yang tahu, dia merasa ingin berubah kembali pada wujud dewasanya. Dan membiarkan Diana memanggilnya Cifer. Dia seperti anak kecil yang ingin segera naik kelas.
"Maka kau harus memanggilku Cifer bila saat itu tiba."
Perintah tiba-tiba Lucifer tersampaikan dengan baik pada Diana. Dia bersemangat. Itu berarti Lucifer sudah berpikir untuk mempertahankan hubungan mereka dalam jangka waktu panjang. Diana jadi tidak begitu memikirkan bagaimana kesehariannya akan berlangsung tanpa adanya Lucifer di sisinya. Saat dia bahkan sudah merasa nyaman di hari pertama mereka.
Memiliki Lucifer di sisinya terasa pas dalam segala hal. Lucifer adalah seorang anak dengan sikap dewasa, tetapi dia masih sering mengambil tindakan yang menurut Diana tanpa sengaja menjadi lucu. Seperti saat dia memperhatikan baju hangat miliknya dengan binar mata bagai Bimasakti. Diana yakin si pelaku melakukannya tanpa disadari.
"Ya. Aku akan memanggilmu Cifer dengan penuh kebanggaan saat hari itu tiba."
20th February 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] LUCIFER (5 Cents Of Love)
FantastikDiana memelihara seorang bocah, tanpa mengetahui identitasnya sebagai raja iblis penuh obsesi. ㅤㅤㅤㅤ *** Lucifer memuja Diana, maka dia rela membuang kebanggaannya, menaruh kepalanya sejajar dengan k...