*kelas kita itu, kelas spesial*
_Mahesa_***
Mahesa mencengkram erat kerah baju lelaki itu, dia baru saja masuk kelas diikuti Madava, Saykal, Bayu, Aiden dan juga Candra lantas mendengar ucapan lelaki entah darimana asalnya dengan lantang mengatakan kelasnya, kelas Sampah dan buangan.
"MAKSUD LO APA NGOMONG KELAS GUE ITU SAMPAH? BUANGAN!?." Terlalu keras Mahesa mencengkram kerah baju sehingga sang empu meringis kesakitan.
Bayu dengan sigap menjitak kepala lelaki itu. Visi Bayu ialah mengambil kesempatan dalam kesempitan. Madava menggeleng kepalanya tak habis fikir dengan tingkah Bayu.
"Udah Mahes. Lo mau kita di hukum?." Lerai Saykal.
Mahesa melepas cengkaramnya. Dia menunjuk tepat di wajah lelaki itu. "Gue peringatin. Terakhir kali lo masuk ke kelas gue." Lelaki itu membenarkan bajunya yang sedikit kusut. Dia tersenyum mengejek.
"GUE JUGA ENEG MASUK KE KELAS SAMPAH KAYAK GINI." setelah mengucapkan kalimat yang memancing keributan. Lelaki itu terhempas hampir keluar kelas dengan pantat yang mendarat duluan. Dia memegangi perutnya yang sakit.
Bukan Mahesa yang mengambil tindakan melainkan Gibran yang sudah tersulut emosi akibat perkataanya. Gibran memang ramah. Tapi tidak untuk yang menghina atau mencaci maki sesuatu yang berhubungan dengannya. Seperti kelas mereka contohnya.
Beberapa teman yang menemani lelaki itu juga sudah menghilang entah kemana. Tidak ada niatan untuk membantu.
"Gue udah bilang kan. Jangan pernah ngatain kelas gue. Lo budeg?." Sarkas Gibran.
Gibran ingin melayangkan satu pukulan, namun teriakan dari seseorang membuat dia berhenti dan menoleh ke sumber suara. Gibran menghela napas. Guru itu lagi. Batin Gibran
"KAMU, MASIH PAGI SUDAH MEMBUAT KERIBUTAN." Guru yang terkenal dengan suara yang mengelegar itu menjeda ucapannya. "KALIAN SEMUAA, SAYA HUKUM." Telaknya. Mereka terkejut dengan ucapan guru itu.
***
Berakhirlah mereka di bawah tiang bendera. "Tidakkah ada hukuman lain selain berdiri di bawah tiang bendera?." Tanya Alghaf dengan tangannya yang masih memberikan hormat.
"Emang lo mau bersihin toilet? Nyapu taman belakang? Bersihin gudang? Atau motong rumput yang udah mulai panjang ini?." Tutur Aiden.
"Ya Allah, Abi kalau tau anaknya di hukum bisa berabeh urusannya." Gumam Bayu.
"MAHESAAAA." Teriak mereka.
Mahesa tidak terima baik mereka di hukum sedangkan yang membuat masalah malah di bela. Dia berlari dan menendang punggung lelaki itu sehingga menyebabkan dia terhempas jatuh.
Mahesa mencengkram kerak bajunya. "Anjing lo. Gue gak terima baik lo gak di hukum, malah enak-enakan tidur di UKS."
Tidak terjadi perkelahian namun suara teriakan mereka yang sedang dihukum mampu membuat semua murid-murid angkasa berkumpul.
"MAHESAAA...KAMU SUDAH KETERLALUAN." Suara riuh siswa-siswi terdengar sampai ruang guru.
Mahesa berdiri. Dia menghadap sang guru. "Kamu ketua osis di sekolah ini. Contohkan perilaku yang baik juga."
"Bapak gak adil banget. Yang seharusnya dihukum itu dia. Bukan kita, da yang duluan ngehina kelas kita. Emang apa salahnya kelas berada dipojokkan. Kelas dengan murid yang sedikit?." Ujar Mahesa yang masih berusaha menahan emosinya. "Dan saya tidak ikhlas lihat dia tidak dihukum."
"Apakah benar begitu?."
"BENAR PAAAK." teriak segerombolan siswa yang berdiri dibawah tiang bendera.
"Ya sudah, kalian masuk kelas sekarang. Dan kamu. Ikut saya."