Prolog

5K 148 15
                                    

Hai Guys.
Semoga kalian selalu sehat dan bahagia. Terima kasih udah mau mampir ke lapak ini ya.
Btw, jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komen.
Happy Reading! Enjoy!
_____________


Sebuah kebahagiaan akan engkau temukan pada waktu yang tepat. Sama seperti gadis ini, namanya Adiba Syakila Atmarini. Teman-temannya sering memanggil dengan panggilan Arin yang diambil dari penggalan terakhir namanya.

Arin merasa sebuah sekolah Islam mempertemukannya dengan jodohnya, walau sebenarnya hanya dia saja yang merasa begitu. Alasannya, karena ia menemukan cinta pertama di sana. Pria itu bernama Abdurrahman Arka Ramadhan, kakak kelas yang beda tiga tahun dengan Arin. 

Ia sudah menyukai Kak Arka semenjak kelas tujuh. Tidak ada yang tahu bahwa ia sedang menyukai kakak kelasnya tersebut. Bisa dibilang waktunya banyak digunakan untuk memperhatikan pemilik bola mata hitam dan bulu mata lentik itu. Rasa ingin tahunya terhadap segala hal yang ada pada pria itu kian hari terus meningkat. Arin juga tidak memiliki keberanian untuk memberi tahu teman terdekatnya tentang perasaannya saat itu.

Arin berhasil menyembunyikan perasaannya selama lebih kurang dua tahun. Sewaktu kelas sembilan, ia perlahan memberanikan diri untuk mulai memberi tahu salah satu teman dekatnya, yaitu Chayra Fayyola Nadhifa. Sosok yang sudah lama dikenalnya.

"Ayra," panggil Arin berlari memasuki kelas.

"Apa, Rin? Lo manggil gue?" tanya Ayra yang dibalas anggukan oleh lawan bicaranya.

"Gue mau kasih tahu satu rahasia besar ke lo. Mau nggak?" ucap Arin melirik perempuan yang berada di sampingnya.

"Mau dong," jawab Ayra bersemangat.

Arin menghela napas panjang. Ia sedang mempersiapkan keberanian untuk menceritakan satu rahasia tentang perasaannya. Tentu saja, ini merupakan pilihan yang tepat.

"Lo tau nggak kalau gue suka sama satu cowok di sekolah ini?"

Pertanyaan Arin membuat Ayra menghentikan aktivitasnya.

"Ha? Lo serius?" tanya Ayra penasaran.

"Iya, gue serius. Gue lagi suka sama satu orang, Ra," tutur Arin.

"Siapa, Rin? Jangan buat gue kepo."

Ayra mulai penasaran dengan sosok yang berhasil membuat seorang Arin jatuh cinta. Setahunya gadis yang berada di sampingnya sangat sulit menaruh hati kepada seseorang. Iya, tentu saja dengan berbagai alasan.

Ayra menautkan kedua alisnya melihat sifat Arin yang mendadak berbeda. Gadis itu terlihat sangat bahagia.

"Lo kenapa tiba-tiba salting gitu?" tanya Ayra memperhatikan sekeliling mereka.

"Dia barusan lewat, ya?" tanya Ayra untuk kedua kalinya.

Ayra kembali memperhatikan sekeliling mereka untuk mencari sosok yang mendadak membuat sahabatnya salah tingkah.

"Siapa sih, Rin. Gue kepo," ucap Ayra mendesak Arin.

"Kak Arka," jawab Arin singkat.

Mata Ayra membulat sempurna. Ia terdiam mendengar jawaban dari sahabatnya. 

"Lo serius? Kak Abdurrahman Arka Ramadhan 'kan?" tanya Ayra yang dibalas anggukan.

"Wow. Gue nggak nyangka kalau lo bisa suka sama Kak Arka dan itu kakak kelas kita."

Ayra masih tak percaya dengan kata yang baru saja didengarnya.

"Sebenarnya, gue udah lama suka sama Kak Arka, semenjak kita kelas tujuh dan saat itu gue nggak tau gimana cara mengendalikan perasaan ini," jelas Arin mengakhiri kalimatnya.

***

Sudah hampir semester akhir di kelas sembilan, Arin baru memiliki keberanian untuk memberi tahu satu orang tentang perasaannya. Namun, ia memiliki satu berita buruk, yaitu ia dan Ayra sudah tidak lagi bersama. Mereka berpisah bukan karena bermusuhan, melainkan karena keputusan sekolah yang mengadakan perpindahan kelas. 

Sekarang ia lebih sering bersama Zia ketimbang Ayra, karena kelas mereka berjauhan.

"Arin, lo pernah nggak suka sama orang." Pertanyaan Zia sontak membuat jantungnya memompa tidak beraturan.

'Apa gue harus kasih tahu Zia sekarang?' gumam Arin membatin.

"Pernah dan masih. Sampai sekarang gue masih suka sama orang itu," jawab Arin sedikit santai.

"Siapa?" tanya Zia antusias.

"Kak Abdurrahman Arka Ramadhan," ucap Arin menyebutkan nama lengkap pria itu.

Zia yang sedang sibuk dengan makanannya mendongak mendengar jawaban Arin. Sama halnya dengan respons yang diberikan Ayra beberapa bulan lalu.

"Sejak kapan? Kok bisa lo suka sama Kak Arka?" Zia meluncurkan pertanyaan tambahan untuk lawan bicaranya.

"Sejak pertama gue lihat Kak Arka," ujar Arin sambil tersenyum.

"Lo serius kan, Rin?" tanya Zia memastikan.

"Iya, gue serius. Gue minta lo jangan bilang yang lain tentang ini. Janji?" Arin memberikan jari kelingkingnya.

"Insyaallah, janji."

Zia menautkan jarinya ke jari kelingking Arin.

"Oke. Ini artinya sembilan puluh sembilan persen lo akan memegang janji itu. Gue juga percaya sama lo," tutur Arin.

"Rin, tapi 'kan Kak Arka tamatnya tahun ini. Lo gimana?" tanya Zia menatap Arin.

Tiba-tiba raut wajah Arin berubah menjadi sedih, khawatir, dan gelisah. Ia sudah berusaha melupakan itu.

"Iya, 'kan? Sebagai teman yang baik gue berdoa semoga dia lebih sering main ke sini," ucap Zia yang sadar dengan perubahan Arin.

"Gue sih maunya gitu, tapi kalau Kak Arka mau kuliah ke luar negeri dan nggak bisa ke sini lagi gimana?" tanya Zia menduga kemungkinan terburuknya.

"Berarti kami nggak jodoh, tapi kalau Allah berkata kami memang jodoh. Mau ke mana pun dia pergi, pasti akan ketemu lagi."

Arin mengulas senyum di bibirnya. Ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

To be Continue!
Jangan lupa vote dan komen.
See you in the next part.

Lynella (COMPLETED✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang