Bab 33

16.2K 1.4K 65
                                    

"Sebetulnya awalnya itu dari kamu sendiri lho, Dek," kata Mas Satria mengawali pengakuannya. "Kamu yang berasumsi sendiri setelah membaca postingan Sita di IG-nya. Kamu mengira saat itu Krisna sedang melamar Sita. Kamu berasumsi Krisna sudah mengkhianatimu. Karena rasa marah dan cemburu kamu blok semua akses komunikasimu dengan Krisna. Kamu hanya bisa menangis dan ...."

"Sudah deh, Mas, nggak usah diperjelas bagian itu," potongku cepat sekaligus memukul lengannya. "Siapa juga yang marah dan cemburu. Aku kan cuma merasa sudah tidak ada gunanya juga melanjutkan komunikasi dengannya. Aku nggak cemburu!" lanjutku lagi dengan penekanan pada kalimat terakhir. Mataku melirik Mas Krisna dan kulihat dia berusaha menahan senyum. Sialan emang Mas Satria kenapa juga dia malah menelanjangi perasaanku hanya membuat orang lain besar kepala.

"Iya ... iya ... apalah terserah namanya perasaan itu. Mungkin itu yang namanya denial ya. Aduh!" Mas Satria mengaduh karena kupukul lengannya sekuat tenaga. Aku yakin pukulanku tidak seberapa sakit baginya. Hanya sok drama aja dia. Jahil banget sih.

"Ceritanya to the poin aja gimana?" cetusku mulai kesal pada kakakku itu.

"Haha ... oke oke. Jadi setelah kamu ngamuk dan semua akses Krisna diblokir, dia itu juga kebakaran jenggot. Nelefon lewat Sumi kamu juga enggak mau nerima. Terus dia nelfon Mas. Waktu itu untung kamu sudah cerita tentang masalahmu dengannya jadi langsung aja Mas omelin dia. Tanya tuh Krisna, Mas kata-katain dia dengan sumpah serapah karena sudah memberi janji pada adikku tersayang tetapi malah melamar orang lain."

Mas Satria menjeda sebentar. Pandangannya beralih ke Mas Krisna yang membuatku juga mengalihkan pandangan ke arahnya juga. Dia terlihat menyimak dengan tenang dan santai serta memasang ekspresi wajah tanpa dosa meskipun sosoknya sedang dibahas dan dikuliti.

"Dari situ baru Krisna tahu duduk persoalannya mengapa tiba-tiba kamu sama sekali tidak bisa dihubungi. Kemudian dia menjelaskan kejadian sebenarnya kepada Mas."

Mas Satria berhenti lagi dan tatapannya beralih ke arah Sita.

"Yang kasihan tuh Sita. Katanya sempat ditegur juga sama Krisna karena postingan tersebut. Nanti bisa kamu tanyakan sendiri mengapa Sita bisa posting seperti itu. Dia juga tidak menyangka postingannya di IG yang bikin huru-hara. Dia juga nggak nyangka seiseng itu kamu kepoin IG-nya."

Aku langsung menundukkan kepala. Duh, rasanya malu banget sudah cemburu pada orang yang salah. Tetapi, kenapa juga menulis caption kok mesra banget dan nge-tagnya ke Mas Krisna lagi. Ya, gimana nggak cemburu, kan? Pikiranku yang egois membenarkan semua tindakanku.

"Mbak, aku ini lho yang melamar Sita waktu itu. Sedangkan Sita menulis caption tersebut karena dia atau kami memang sangat berterima kasih pada Krisna yang sudah mempertemukan kami lagi. Pada intinya kami bertunangan berkat campur tangan Krisna. Jadi kamu jangan khawatir, Mbak. Sita soon to be my wife. Dia sudah mentok di aku." Tiba-tiba suara Andre ikut mewarnai suasana klarifikasi malam ini.

Kulihat dia tertawa ringan dan merangkul Sita yang duduk di sebelahnya. Mereka berdua tampak begitu bahagia dan sepertinya memang aku sudah tidak perlu khawatir lagi tentang hubungan Mas Krisna dengannya.

"Dan untuk detilnya tidak perlu dijelaskan di sini, Rin. Gimana perjuanganku sampai di titik ini tidak usah kamu tanyakan. Nanti aku ceritain sendiri padamu saat malam pertama kita nanti," cetus Mas Krisna tiba-tiba yang tentu saja langsung diikuti koor 'huuuu' oleh kakak-kakakku dan lainnya yang dari tadi ikut menyimak.

Aku hanya bisa mendelik padanya memberi kodr agar tidak perlu bicara aneh-aneh di depan keluarga.

"Udah clear ya. Nggak usah galau lagi, Dek. Untuk acara malam ini, Krisna yang merencanakan. Dia sudah menyiapkan segalanya termasuk akad kalian besok. Semua sudah beres. Kelengkapan administrasi sudah diurus Krisna dan Ibu.

Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang