•Sulitnya Ikhlas•

14 7 2
                                    

Tak hanya sekedar kata. Terlihat mudah, namun susah setengah mati. Itulah ikhlas. Dan ya. Inilah, kataku tentang ikhlas.

Semua orang selalu berseru tentang ikhlas. Meski saat menjalankannya, tak semua mampu. Semua orang yang telah mampu melewati proses dan berada di titik ikhlas, ia lah yang berada di titik tertinggi. Menandakan hatinya yang begitu lapang menerima.

Banyak yang selalu mengatakan. Aku sudah ikhlas. Tapi hanya sekedar lisan. Hatinya, tak merasakan itu. Sudah cukup membohongi dirimu sendiri. Seseorang yang sangat mengerti tentang kamu, tentu diri sendiri. Lalu, apa yang terjadi jika dirimu saja terus berbohong dengan pribadimu? Tak lelahkah dirimu?

Aku tau akan sulit. Semua berproses. Ikhlas hanya milik mereka yang berani. Berani mengakui apa yang mereka rasakan dan mulai menerima. Tanpa menerima, tak akan pernah bisa ada ikhlas. Cobalah mengerti. Dirimu sendiri, sedang tak baik. Mengharapkan, bahwa kau mulai memikirkan dirimu. Dirimu tak membutuhkan apapun.

Percayalah. Tak akan ada kasih yang begitu mengasihi, kecuali dirimu sendiri. Proses ikhlas memang begitu panjang. Karna di akhir, akan ada indah yang menanti. Proses adalah sesuatu yang membayar akhir dari semua. Semua, akan kembali pada logika.

Makan adalah kebutuhan hidup semua orang. Syarat untuk setiap insan tetap hidup. Tapi untuk makan, bukankah ada harga yang harus kita bayar? Padahal, setiap orang pasti membutuhkan. Begitu pula dengan akhir yang indah. Harus ada harga yang harus terbayar untuk dapat menggapai.

Tak perlu memaksa waktu. Biarkan garis takdir yang menuntunmu. Nikmati setiap proses. Suatu hari, kamu akan mengenang setiap momen itu. Membayangkan, begitu hebatnya dirimu. Proses, yang menjadikanmu pribadi yang lebih banyak mengucap syukur di titik itu. Tidak akan ada usaha yang berakhir sia. Semua usaha akan terbayar dengan hasil terbaik menurut-Nya. Tentu saja. Ia lebih tau dibanding dirimu.

Jika saat ini dirimu tengah terpuruk, tak apa. Lepaskan. Biarkan dirimu meraung sekarang. Melepaskan segala sakit dan lelah selama ini. Tapi, ingatlah untuk kembali. Mengatakan pada dirimu, cukup. Saatnya untuk menyudahi semua. Mencoba menerima perlahan. Bicara dengan dirimu sendiri. Meminta maaf, pada diri sendiri. Mencoba menghilangkan sifat yang begitu egois pada diri sendiri. Tanpa sadar, egois itulah yang menyakiti dirimu sendiri. Bukan orang lain.

"Maaf sudah terlalu egois selama ini. Maaf, jika saat ini kamu menerima semua sakitnya. Terima kasih, telah begitu hebat selama ini. Terima kasih sudah bertahan. Bertahan sekali lagi ya? Kita lewati prosesnya. Di depan, pasti akan banyak rintangan kembali. Namun, aku akan berusaha. Lebih mengerti dengan diriku. Jika lelah, aku akan berhenti sejenak. Tak harus sesuai dengan semua harapan orang lain. Aku lah, yang paling mengerti mengenai diriku sendiri. Aku kuat, dan aku hebat. Terima kasih".

Meski sepele, tak banyak yang mengucap terima kasih untuk diri sendiri. Begitu mudah mengucap untuk orang lain, tapi begitu sulit untuk mengapresiasi diri. Mulai sekarang, jangan ada egois untuk diri ya? Terima kasih anak hebat yang selalu bertahan. Kamu begitu kuat.

Biarkan garis takdir, yang membawa kita pada akhir yang terbaik. Hingga semuanya telah tepat. Akhir, waktu dan keadaan yang tepat. Membuat dirimu, merasakan begitu indahnya menerima. Takdir yang akan bekerja, dan kamu yang akan menentukan. Dengan izin Tuhan tentunya.

Aku tak memaksamu untuk setuju dengan segala yang kuucapkan. Karna semua, hanya kataku.

Garis WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang