Part 24

1.1K 66 1
                                    

Pagi hari, cahaya mentari masuk melalui celah-celah jendela kamar Aira membuat sang empu terbangun dari tidurnya. Tadi shubuh Aira sudah terbangun untuk melaksanakan kewajibannya kemudian ia tertidur kembali.

Saat Aira bangun untuk yang pertama ia tidak mendapati Ayas berada di samping nya. Apa semalam Ayas tidak pulang?, Entahlah!.

Setelah mencuci muka dan menggosok gigi Aira keluar dari kamarnya berniat untuk membuat sarapan. Saat keluar dari kamar Aira sedikit terkejut melihat Ayas terbaring tidur di sofa panjang ruangan tengah.

Aira berjalan menghampiri Ayas yang masih tertidur dan ingin membangunkannya. Aira berdiri dan mengulurkan tangannya ingin membangunkan Ayas dengan cara menggoyangkan tubuh Ayas. Tapi Aira kembali menarik tangannya mengurungkan niatnya, mungkin Ayas kelelahan jadi Aira tidak mau mengganggu istirahatnya. Lebih baik sekarang Aira membuat sarapan dulu nanti setelah selesai membuat sarapan baru Aira membangunkan Ayas.

Saat Aira berbalik dan ingin berjalan menuju dapur, tiba-tiba tangan Aira di tarik oleh Ayas yang membuat Aira kehilangan keseimbangan dan 'bruk'.

Alhasil Aira terjatuh tepat di atas tubuh Ayas, tapi Ayas sedikit menggeser tubuhnya dan menyampingkan Aira agar terlihat lebih nyaman.  Jarak antara wajah mereka dekat, ah tidak tapi sangatlah dekat. Ayas mengeratkan pelukannya yang membuat tidak ada jarak di antara mereka.

"M-mas"

"Hmm" balas Ayas yang masih memejamkan matanya.

Ya ternyata Ayas sudah bangun dari tidurnya tapi ia terlalu malas untuk beranjak bangun.

"Ba-bangun udah pagi" ucap Aira gugup.

"Gini dulu ya"

Aira tak menjawab lagi, karena ia juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika ia nyaman dengan posisi seperti ini.

Ini adalah hal kedua kalinya Ayas membuat jantung Aira berpacu lebih kencang dari biasanya. Saking kerasnya suara detak jantung Aira sampai Ayas bisa mendengarnya.

"Kamu, deg degan kenceng banget" ucap Ayas mulai membuka matanya.

"Y-yakan masih hidup, kalo nggak deg degan berarti udah meninggal" jawab Aira yang masih sedikit gugup.

"Hmm iya"

"Semalam kamu marah?" tanya Ayas menatap Aira.

"Ng-nggak"

"Terus, kenapa pintu kamar di kunci dari dalam?"

"Iya kah?" tanya balik Aira.

"Hmm" balas Ayas mengedipkan matanya.

"Maaf!" cicit Aira menundukkan wajahnya.

Ayas mengangkat dagu Aira dengan tangannya agar Aira tidak menunduk. Ayas menatap manik Aira begitu dalam seperti mencari sesuatu di sana. Dan Aira juga menatap mata tajam yang akan meneduhkan nanti baginya. Kini mereka hanya saling tatap menatap, hingga Ayas lebih mendekat dan 'chup!'.

Ayas mendaratkan bibirnya tepat di bibir Aira dan mendiamkannya sebentar dengan kembali memejamkan matanya. Aira yang mendapat perlakuan tersebut sontak membulatkan matanya terkejut. Awalnya hanya ciuman tapi lama-kelamaan Ayas sedikit melumat bibir Aira. Tapi seketika Aira mendorong tubuh Ayas yang membuat penyatuan bibir mereka terlepas.

Aira segera beranjak bangun, karena jujur ia masih terlalu kaget dengan kejadian barusan karena ini kali pertamanya bagi Aira, dan satu hal lagi Aira malu!.

"A-aku, buat sarapan dulu" ucap Aira dan langsung berlari kecil menuju dapur.

Ayas hanya tersenyum saat melihat ekspresi Aira, Ayas tahu pasti istrinya ini malu.

Lebih Dari Seorang UstadzahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang