10.

2.7K 138 2
                                    

***

"Sakit, aku hanya ingin kenyamanan yang dulu pernah ada, aku hanya ingin ketenangan. Kini semua itu telah hilang karena satu kesalahan yang tidak pernah aku perbuat"

Sejak pulang tadi hati aya gelisah, kedua orang tua dan adiknya tak ada yang mengeluarkan sepatah katapun padanya, walaupun memang selalu begitu, tapi kalo ini berbeda. Mereka terlihat tak peduli akan keberadaan aya di sisi mereka.

Aya selalu mencari perhatian, entah itu memasak atau lain sebagainya, karena terlalu lelah, aya memilih untuk beristirahat saja. Baru terlelap beberapa menit, Tiba-tiba dari arah dapur terdengar suara piring terjatuh dengan sangat keras. Aya beranjak dari tidurnya.

Saat di dapur aya dikejutkan dengan keberadaan ayah di sana, raut wajah laki-laki itu sangat berbeda seperti menahan amarah. Sedetik kemudian satu buah piring melayang sempurna membentur kepala aya hingga mengeluarkan darah.

Ayah menghantam piring tersebut dengan raut tak bersalah nya, dia tak segan-segan melukai putrinya itu. Aya meringis kesakitan, piring tadi itu sudah pecah akibat benturan di kepala Aya, sangat sakit.

"Ayah... Kenapa? Ayah mau makan? " Tanya aya lembut, dengan susah payah ia menahan derasnya darah yang mengalir di kepalanya.

"Saya tidak butuh makan!! Kamu sudah menghancurkan segalanya!! SEGALANYA. Apa kamu belum puas menghancurkan saya? Dasar anak tak tau di untuk!! " Maki farhan. Hati aya sakit loh pak.

Pipi aya sudah mulai basah oleh air mata. "Apa karna aya nolak perjodohannya? Ayah marah karna itu? Yah.. Aya juga punya pilihan lain, bukannya aya bermaksud hancurin ayah, tapi memang itu bukan keinginan aya.. " Lirih aya menatap ayahnya nyalang.

"Jangan panggil saya ayah!! Karena saya bukan ayah kamu lagi! "

Deg
Betapa hancurnya hati aya mendengar perkataan sang ayah yang sangat ia sayangi. Dia menghapus air matanya kasar dengan suasana hati yang tak karuan.

"Ayah.. Aya ini anak ayah.. Jangan ngomong kayak gitu hiks" Tangis aya pecah seketika, sakit sekali dadanya.

"Apa kurang perbuatan kamu di masa lalu membuat saya dan istri saya menderita? Apa perbuatan kamu sama sita dan laras itu masih kurang? KENAPA TIDAK MEMBUNUH KITA SAJA KALAU BEGITU! " Teriak farhan penuh emosi.

"Hiks! Aya gak bermaksud, semua yang ayah bilang itu gak bener.. Itu semua salah faham.. Aya gak sejahat itu buat bunuh keluarga yang Aya sayang.."

"Bohong!! Kalau kamu sayang kenapa tidak menerima perjodohan itu hah? Apa itu yang di maksud sayang? Kamu saya besarkan sampai sekarang sudah lebih dari cukup bahkan karena membesarkan kamu uang saya terkuras!! " Lagi-lagi kata-kata yang keluar dari mulut farhan mampu membuat hati Aya hancur.

"Hiks.. Kenapa ayah ngomong gitu.. Aya salah apa? Apa kesalahan Aya itu besar yah? Kasih tau aya apa kesalahan aya sampe ayah tega ngomong kayak gitu.. "

"Kamu tanya kesalahan kamu itu apa? Kehadiran mu itu sudah menjadi kesalahan!! Saya menyesal mengadopsi anak tidak berguna seperti kamu!! "

Deg
Bagai petir besar yang telah menyambar Aya setelah mendengar ucapan farhan, kejutan apa lagi ini, cukup sudah makian yang ia dapatkan, jangan memberinya luka baru lagi.

"Ayah kalo marah sama Aya marah aja, terserah ayah mau mukul atau hina Aya.. Tapi jangan keluarin kata-kata kayak gitu.. Aya gak kuat... " Aya tumbang kakinya tak bisa lagi menopang tubuh nya yang lemas.

"Kamu tidak percaya dengan apa yang saya ucapkan tadi? Saya ulangi lagi. Kamu itu hanya anak pungut! Kamu hanya jadi umpan agar sita dan laras bisa hadir. Apa kamu puas? " Jelas farhan tanpa berfikir terlebih dahulu.

Hancur sudah, hati Aya hancur berkeping-keping. Tubuhnya semakin melemas, air matanya turun begitu deras, isak tangis nya begitu terdengar pilu. Aya butuh seseorang sebagai tempat bersandar, sebentar saja, Aya butuh kenyamanan.

"Ayah... Bilang kalo itu semua bohong... Aya ini anak kandung ayah dan bunda.. Sita, laras adiknya Aya... Kita sedarah.. Gak ada anak pungut... Hiks" Aya meringuk, pusing di kepalanya semakin menjalar, darahnya mengering berubah menjadi warna merah kehitam-hitaman.

"Gak! Semua itu kenyataan, gak ada kebohongan. Saya sudah muak dengan kamu, jadi sekarang pergi dari sini. Pulang jika amarah saya mereda" Titah farhan tanpa memikirkan luka yang di beri nya pada Aya.

"Ayah... Aya butuh ayah... Aya mau di peluk.. Aya mau di nina bobo-in.. Apa itu susah ya? Aya masih butuh kasih sayang dari ayah... Bunda... " Lirih Aya sambil bersender di tembok.

"Saya lelah, urus dirimu sendiri. " Ujarnya lalu pergi menuju kamar, tak peduli tatapan dari istri dan kedua anaknya.

"Hiks!.. " Ia menangis tanpa henti, pikiran nya tak karuan, tak tau harus berbuat apa.

Kedua adik yang melihat itu merasa iba, bunda sudah pergi menyusul farhan untuk menenangkan pikiran sang suami. Sita menghampiri Aya yang terkulai lemah, sedangkan laras mengambil perban dan obat merah.

"Kak, kamu masih ada tenaga buat jalan? " Tanya sita membantu Aya duduk dengan tegak.

"Sita.. Hati kakak sakit.."

Sita menahan air mata yang ingin keluar, dia merasa kasihan pada kakaknya ini. Tak lama kemudian, laras datang membawa obat merah dan perban untuk mengobati luka Aya.

"Kak sini, laras obatin, pasti sakit kan. Kak sita ke kamar aja dulu, biar laras yang ngurus kak Aya" Ujar laras sudah tau dari raut muka sita jika kakaknya ini sangat takut dengan darah.

"Kamu bisa sendiri? " Tanya sita meyakinkan. Dibalas anggukan oleh laras. Lalu sita kembali ke kamarnya.

Dengan telaten, laras membersihkan luka Aya, gadis itu masih setia menangis tanpa suara, laras tau itu. Sesekali ia hapus air mata Aya dengan sapu tangan milik nya. Laras sangat tak tega melihat Aya di perlakuan tak adil, tapi apa boleh buat, jika membela Aya makan dia akan ikut kena imbasnya.

"Kak.. Pasti sakit ya? Kakak kuat banget.. Mungkin kalo laras ada di posisi kakak udah bundir, tapi kakak engga, itu menandakan kalo kakak itu perempuan hebat. " Ucap laras

"Cukup kakak aja yang kayak gini ya, jangan laras ataupun sita, kalian itu bagaikan barang antik di mata ayah. Kalian gak pantes dapet penderitaan kayak kakak, kalian emas, berharga." Ujar Aya sudah berhenti menangis.

"Hati kakak itu terbuat dari apasih sampe bisa selembut dan setulus itu? Laras pengen punya hati kayak kakak, laras pengen punya mental baja kayak kakak. Gak semua orang bakalan kuat kalo jadi kakak"

Aya tersenyum hanya. "Laras udah punya kok hati kayak kakak, cuma kurang di asah aja, buktinya sekarang laras nolongin kakak kan, itu tandanya hati laras lembut dan tulus. Laras pengen punya mental baja kayak kakak? Hem, kakak gak sekuat yang kamu pikir, kakak ini lemah, gak kayak yang kamu pikirkan"

"Laras bangga punya kakak yang hebat. Maafin laras kalo gak bisa ngebelain kakak, laras sayang kakak" Laras memeluk tubuh Aya untuk diberi kehangatan walau sedikit.

"Makasih, laras hebat, jangan pernah bikin ayah kecewa karena laras belain kakak. Kakak bisa ngadepin ini semua, laras bantu doa aja" Laras mengangguk mengerti.

"Makasih udah mau ngasih kakak kehangatan, ini aja udah lebih dari cukup, kakak cuma butuh pelukan walau sebentar. Makasih dek... "

***

Setitik Luka Untuk Aya [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang