31. VIRULEN

142 15 12
                                    


[31. Harga diri yang jatuh]



"K-kali ini saja Ray. Angkat panggilannya, aku mohon," Elin mengigit kuku-kuku ditangannya seraya menunggu Ray mengangkat panggilan darinya.

"Ray bisa datang ke kafe tempat kita biasa bertemu," ucap Elin ketika sambungan teleponnya terhubung.

"Kenapa lo lagi ada masalah? Terus mau cerita ke gue dan ngarep kalau gue bakal hapus air mata buaya lo?"

Elin meneguk ludahnya susah payah. Mendengar nada bicara Ray yang terdengar sangat sinis bahkan tajam menggambarkan dengan sangat jelas kalau cowok itu jelas sedang menunjukkan rasa tidak sukanya pada Elin.

"Maaf. Aku tahu kamu marah, aku juga tahu kalau kamu kecewa. Tapi aku mohon Ray kali ini saja, aku mau ketemu sama kamu aku butuh kamu sekarang," Elin ingin bercerita pada lelaki itu tentang kehidupan yang sebenarnya. Ia ingin meyakinkan Ray kalau lelaki itu salah dalam melangkah, bukan kah itu tidak salah?

"Lo nangis?"

"I-iya, rasanya dunia benar-benar menghancurkanku. Aku gak baik-baik aja aku butuh kamu,"

"Wajar sih lo kan cewek lebay! Atau mungkin lo cuma akting ngemis-ngemis buat di kasihani,"

"Kalau mau aku pengen jadi wanita kuat tapi aku gak bisa. Aku cuma mau ketemu sama kamu," percaya lah nahan nangis itu malah semakin tambah sesak. Kalau di bilang Elin cengeng memang iya karena gadis itu gampang untuk menangisi sesuatu.

"Gue udah gak peduli sama lo, jadi gak usah caper. Jijik gue liatnya!"

Sambungan langsung terputus begitu saja.

Dalam keadaan pilu dan luka yang mendalam Elin menyalakan mesin mobilnya kemudian gadis yang sedang menangis sesegukkan dan amarah yang membeludak. Ia melakukan mobil dengan kecepatan tinggi bahkan melebihi batas maksimal, Elin tidak peduli apa yang akan terjadi dirinya benar-benar merasa sangat hancur.

 Ia melakukan mobil dengan kecepatan tinggi bahkan melebihi batas maksimal, Elin tidak peduli apa yang akan terjadi dirinya benar-benar merasa sangat hancur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa gunanya aku hidup di dunia yang sama seperti kematian!" Elin mencengkeram kuat stir mobilnya. Ia ingin menabrakkan mobil pada tiang listrik yang ada di sana akan tetapi kalimat yang selama ini menguatkannya terlintas di benaknya.

"Kematian bukan pilihan terakhir sebagai penyelesaian melainkan pelarian sesaat yang menyesatkan. Bertahan meskipun duri itu menyakitkan,"

"Paman," Elin membulatkan kedua bola matanya dengan napas yang ngos-ngosan ketika mendengar kalimat yang pernah pamannya ucapkan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

Cittt!

Elin tidak bisa mengendalikan laju mobilnya sampai terdengar suara gesekan antara ban mobil dan aspal. Tubuhnya terpanting ke samping dengan sangat keras ketika badan mobil tersebut berhenti mendadak dan mengikis sisi pembatas jalan.

VIRULEN (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang