Satu jam sudah berlalu, tapi Alfi tak kunjung datang. Fika seperti menunggu kepulangan sang kekasih yang pergi merantau. Melihat detik demi detik berlalu, namun yang di tunggu tidak menunjukkan batang hidungnya.
"Haihhh... Pion mana, sih? Lama banget! Orang-orang juga kenapa nggak ada yang datang ke kamar gue. Misalnya mama, mama kemana?" gerutu Fika.
Fika melirik ke arah Oceng yang sedang tertidur pulas di sampingnya. Fika kembali menghela nafas, apakah yang mengganti shift untuk menjaganya adalah Oceng?
"Apa gue di tinggal sendiri?" Fika menggeleng pelan, tidak mungkin keluarganya akan tega meninggalkannya sendirian. "Tapi... Orang-orang pada kemana? Kok kayak nggak ada orang di luar, yah? Apa gue teriak aja?"
Fika menatap langit-langit kamarnya sambil berpikir.
"Haihh... Bodo, gue teriak aja! Tarik nafas dalam-dalam," ucap Fika sambil mengambil nafas panjang.
Cittt
Baru saja Fika ingin teriak, suara pintu berhasil mengurungkan niatnya.
"Fuhhhh."
Fika menghembuskan nafasnya, kemudian menoleh ke arah pintu. Matanya berbinar, namun saat melihat orang yang membuka pintu kamarnya, wajah Fika kembali murung. Bukannya ia tak mengharapkan sosok yang sedang mendekat kepadanya, namun ia mengharapkan sosok lain yang tak lain adalah Alfi dan yang perlahan mendekatinya adalah Nenek Tika.
"Bagaimana perasaanmu, nak?" tanya Nenek Tika saat duduk di pinggir kasur.
"Nggak enak," ucap Fika sedikit ketus.
"Kamu mau muntah?" Fika menggeleng.
Nenek Tika memperhatikan hidung Fika yang berwarna biru tua kehitaman. Ia mengerutkan keningnya.
"Kenapa hidung kamu jadi biru?"
Nah kan hidung gue benar-benar biru. Pion sialan!
"Kepentok ayam nek," jawab Fika asal.
Lagi-lagi nenek Tika mengerutkan keningnya. "Bagaimana bisa hidung kamu kepentok ayam sedangkan kamu hanya di kamar?"
"Ahh sudahlah nek, nggak penting."
Nenek Tika mengangguk dan Tidak mempermasalahkan hidung Fika lagi.
"Nek," panggil Fika setelah termenung sebentar.
"Iya?"
"Orang-orang pada kemana, nek? Mama kemana?"
"Selain papamu semua orang ada di rumah. Mamamu sedang memasak, Randi dan Rendi sepertinya masih di kamarnya," ucap Nenek Tika.
Fika manggut-manggut mengerti, namun seseorang yang di tunggu kemana? Kenapa nenek Tika tidak menyebutkannya?
"Mmm... Nenek nggak lihat Alfi?" tanya Fika.
Nenek Tika menggeleng. Fika mengerutkan keningnya. Apa Alfi sudah pulang? Fika tidak mempermasalahkan jika Alfi pulang, tapi bagaimana dengan baksonya? Baksonya kemana?
'Awas lo pion! Kalau sampai lo beneran pulang, gue bakalan cincang-cincang lo!'
"Kenapa kamu mencari Alfi?" tanya nenek Tika penasaran, pasalnya menurut pemikiran nenek Tika, Alfi sama sekali belum datang ke rumah ini.
"Nenek beneran nggak lihat Alfi?" tanya Fika memastikan lagi.
"Iya. Bukannya Alfi belum datang, yah? Kenapa kamu mencarinya?"
"Alfi tadi ada disini, nek."
"Loh? Terus dia kemana? Dia udah pulang?"
Fika menghela nafas, kenapa nenek Tika menanyainya balik? Apa pertanyaannya tadi hanya angin lalu? Atau hanya intro saja? Sudah jelas ia bertanya duluan tentang keberadaan Alfi, itu artinya ia tidak tau kemana Alfi! Gimana Sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Takdir [NEW STORY]
Ficção GeralTAKDIR satu kata yang sangat berpengaruh dalam hidup seseorang. Kemana takdir akan membawa kita? Kesengsaraan kah atau kebahagiaan? RAFIKA FAISLA, gadis yang sangat ceroboh namun pintar. Gadis yang sama sekali tidak menyangka takdir akan membawanya...