"Bolehkah waktu berhenti berputar? Aku nyaman dengan dia yang sekarang. Rasanya aneh jika dia pergi begitu cepat setelah tau isi hatiku."
Pukul 09.40
Akhir pekan adalah saat bagi Rey, Edgar, dan Daffa untuk menikmati waktu-waktu berharga tanpa bangun pagi.
Matahari menampakkan sinar yang begitu terang, menembus jendela kamar pria tersebut tanpa malu-malu.
Seperti biasa, Rey dan Edgar menginap dirumah Daffa saat orang tuanya pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan.Terlihat Edgar yang masih tertidur dengan lelapnya diatas tempat tidur berukuran king milik Daffa, Rey tertidur diatas sofa panjang yang empuk. Sedangkan Daffa si empunya rumah, tertidur diatas karpet bulu tebal berwarna hitam. Miris, si pemilik kamar tertidur hanya beralaskan karpet.
Daffa mengerjapkan mata, mengumpulkan nyawa untuk bangun, meregangkan seluruh tubuhnya kemudian memperbaiki posisi duduk dengan pandangan dan pikiran yang masih kosong. Ia melihat kedua temannya yang masih tertidur pulas.
"Bangun kambing." Ucap Daffa dengan suara khas bangun tidur.
Rey yang tadinya masih bermain dialam bawa sadarnya, pelan-pelan terganggu karena sinar matahari yang menembus jendela dan menyinari wajah tampannya.
"Udah jam berapa?" Tanya Rey dengan mata yang masih tertutup.
"12." Jawab Daffa asal tanpa melihat jam.
Seketika Edgar terbangun mendengar jawaban Daffa, ia terduduk diatas kasur dengan mata terbelalak mencari ponselnya.
"Bangke lu Daf." Gerutu Edgar setelah melihat lookscreen di handphone miliknya yang masih menunjukkan angka 09.40.
Ia pun kembali membanting tubuhnya diatas kasur.Dengan mata yang masih tertutup, Rey berjalan kearah Edgar lalu ikut berbaring disamping pria itu sambil memeluknya.
"Geli gua liat lo berdua." Sinis Daffa tak suka melihat pemandangan menjijikan yang berada tepat dihadapannya itu.
"Iri? Bilang. Sini bobo samping gue." Ledek Rey.
Drrrrtt drtttt
Ponsel Rey bergetar, ia membuka matanya sipit ketika melihat nama kontak ice cream pada display layar ponselnya.
Ia tersenyum, lalu menaruh ponsel itu diatas telinganya dengan posisi tubuh menyamping.
"Haloo cantiikk, pagi banget nelfonnya. Kangen?" Ledek Rey mengangkat panggilan.
"Dihh sejak kapan lo punya kontak cewek?" Cibir Edgar menutup telinganya.
"Lo dimana? Dicariin kak Je."
"Ga usah alasan, kalau dia nyariin gue, kenapa gak telfon gue langsung? Wlekk."
"Handphonenya jatoh dikolam renang."
"Masasihhh."
"Yaudah kalau ga percaya, nih.
Halo Rey? Lo dimana? Sibuk gak? Sore nanti bisa kabarin anak futsal buat rapat? Rapatnya di cafe biasa aja. Handphone gue kecebur nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Vanilla Blue
Teen FictionAda banyak trauma dan rasa sakit yang dialami oleh berbagai tokoh didalamnya. Sebelum cewek ini datang dihidup gue, rasanya hidup gue flat-flat aja tanpa ada kemajuan. Sampai gue ketemu Vanilla, yang bisa support gue secara fisik maupun mental. Be...