Untukmu, tolong mengerti. Dia menderita. Namun, tidak perlu khawatir, karena dia 'bahagia.'
[.]
Angin pagi menerpa wajah Makaila. Rambutnya yang ia biarkan tergerai, ikut melambai-lambai terbawa angin saat keluar dari mobil hitam kesayangan Ileana. Kakaknya hari ini sedang baik, mau mengantarkan Makaila ke sekolah.
Dia berjalan di koridor. Keadaan lumayan ramai karena kali ini ia berangkat sedikit siang. Kala hari-hari biasa Makaila akan merasa sendirian walau dalam keadaan ramai, tetapi sekaran ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Terdengar dari suara sepatu membentur lantai. Makaila ingin menoleh. Menghajarnya jika orang itu jahat. Akan tetapi, Makaila tidak membawa sapu sebagai alat pemukul. Mau lepas sepatu? Enggak ya, malu.
"Dor!"
Dugaannya salah besar. Bukan orang jahat, melainkan orang yang paling dia tidak ingin temui hari ini. Kalan. Kalan Ezra Rainer.
"Bisa barengan ya datangnya?" Kalan mensejajarkan langkahnya dengan Makaila.
Makaila masih diam. Tatapannya lurus ke depan.
Kalan berdeham, memasukan tangan ke saku celana abunya. "Oh iya, kemarin gue bilang kalau ketemu harus tukeran nomor WA. Jadi, mana sini nomor lo?"
Makaila hanya geleng-geleng kepala. Cewek itu mempercepat langkahnya. Kalan tak kalah langkah. Ia ikut mempercepat. Mungkin lebih cepat karena tubuhnya berada sedikit di depan Makaila sekarang.
"Kalau lo gak mau ngasih sekarang, gak apa-apa. Tapi nanti gue tagih lagi, ya!" Kalan berteriak setelah berlari menuju teman-temannya yang sudah berada di depan.
"Cowok aneh." Makaila berbelok ke kanan. Masuk ke kelasnya, 11 IPA 2.
[.]
Setelah bel masuk kembali berbunyi, Makaila mendudukan tubuh di kursinya. Dikira akan tenang, senang, hening, dan tenteram, ternyata harapan Makaila pupus seketika, tatkala segerombolan cowok masuk ke kelas tanpa permisi. Siapa lagi kalau bukan kelas sebelah yang hendak malak makanan atau alat tulis.
Kelas XI IPA 3. Ya, kelas Kalan. Tapi dilihat-lihat, tidak ada Kalan di antara beberapa cowok ini. Makaila hanya melihat ada Max. Itu pun hanya sampai depan pintu lalu balik lagi.
"Heh, Cep!" panggil Bagas pada cowok di belakang Makaila.
"Naon?" Cowok bernama Cepi itu menyahut dengan bahasa Sunda, yang berarti 'apa?'
"Lo KM, kan?" Bagas berjalan mendekati Cepi yang sedang menulis. "Suruh anak kelas ini buat keluarin semua isi tasnya!"
Cepi tertawa. Meremehkan. Ditatapnya wajah Bagas dengan tajam. "Suruh aja sendiri."
"Wah, berani lo ngelawan?!" Suara lain terdengar. Lebih keras.
Cepi tak menghiraukan semua itu. Namun, para cowok kelas sebelah seolah memancing keributan. Sehingga, Cepi berdiri di depan Bagas yang menatap tajam. Di belakang Cepi, ada anak-anak lain yang ikut kesal karena Bagas dan kawan-kawan selalu ingin berkuasa di kelas ini.
"Emang lo siapa?" Cepi terkekeh remeh. "Gak usah berkuasa deh. Kelas lo sebelas IPA tiga. Ini kelas gue! Gak ada hak lo sok berkuasa di sini."
Bagas menatap nyalang Cepi. Cowok berambut landak itu justru menarik kerah baju Cepi. Wajahnya memerah akibat marah.
"Woi, apaan sih?" Rafa mendorong Bagas, hingga cengkraman di kerah Cepi terlepas. "Gak usah buat keributan di sini!"
"Banyak omong kalian!" Bagas membalas mendorong Rafa. Tubuh kecil Rafa menubruk meja yang berjajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Fabula
Teen FictionAku yang merindukanmu secara nyata. ~•~ Kalan penasaran pada Makaila yang mengiranya bakal loncat dari jembatan layang. Pertemuan yang singkat, tapi berakhir panjang setelah Kalan jatuh hati pada Makaila. Namun, seorang Makaila terlalu enggan untuk...