35 - Di Bawah Hujan

423 108 22
                                    

Rumah Willa dan Wilson cukup jauh dari sekolah, tetapi tidak melewati jalan raya, cukup melewati sekitar tiga gang dan dua tikungan, masih bisa ditempuh dengan jalan kaki. Willa biasanya berangkat bersama dua kakaknya, terutama Clafaro sebagai laki-laki. Jika hujan, Willa akan berangkat dan pulang jalan kaki, pakai payung atau jas hujan tentunya.

Sedangkan Wilson, juga sama, karena dia anak laki-laki sendiri, otomatis diperlakukan seperti raja oleh kakak-kakaknya. Biasanya dia diantar oleh Hani dan pulang sekolah akan ikut dengan Joshua si anak OSIS loyal, atau menaiki motornya sendiri. Tak jarang, Wilson juga berangkat dan pulang jalan kaki, hitung-hitung sebagai olahraga.

Ini adalah momen yang tepat sekali. Willa jelas tak akan dijemput kakaknya, begitu juga dengan Wilson yang tak ikut pulang bersama Joshua.

Wilson sudah membuka payung biru tuanya, warna kesukaan Willa. Haduh, ini cara menolaknya bagaimana? Willa pusing sendiri jadinya. Perpaduan kebingungan hati dan pikiran itu membuatnya gelisah.

"Gue tunggu hujan reda aja, deh. Satu payung berdua mana cukup, nanti salah satu ada yang basah. Lo kalau mau pulang duluan, boleh."

Wilson celingak-celinguk. "Banyak guru yang udah pulang, gue temenin aja, takut lo kenapa-kenapa."

Alasan.

Jika memang ingin bersama Willa ya bilang! Willa di sini sudah berusaha menahan senyum. Hujan, bisakah kau berhenti? Willa ingin pergi tanpa berbasa-basi, ingin tersenyum tanpa ditahan-tahan.

Jujur, sama karakter fiksi saja Willa baper bukan main, apalagi dengan laki-laki yang perannya seperti tokoh fiksi coba? Mana ditambah Wilson sudah memakai kacamata. Jadi memiliki aura ketua OSIS cerdas nan kutu buku juga. Hati makin tidak aman melihatnya.

Willa pun kontan duduk ke bangku panjang di depan kelas. "Hujannya awet ya."

Wilson ikut duduk. "Iya Will, kalau terobos aja kayaknya bakal basah juga."

Selintas, gadis itu berpikir untuk mengalihkan topik pembicaraan. "Oh ya, itu kacamata lo, baru? Minus berapa?"

Lelaki itu membuka kacamatanya dengan gagang tipis berwarna hitam dan berbentuk persegi panjang. "Minus satu koma dua." Dia meletakkannya di atas telapak tangan.

Willa menyentuh gagang benda itu dan mengarahkan ke matanya. "Ehm, masih agak buram di gue." Dia menunjuk ke salah satu pohon mangga di ujung lapangan. "Pandangan gue ke pohon jauh di sana udah nggak keliatan."

Wilson manggut-manggut. "Emangnya lo minus berapa Will?"

"Mata kanan, minus satu koma lima. Mata kiri pun sama, tapi ada tambahan silinder, nol koma lima alias setengah." Willa mengembalikan kacamata Wilson. "Kalau minus itu cuma rabun, setau gue. Kalau silinder, itu pas liat cahaya kayak pecah. Jadi, mata kiri gue punya kekurangan dua-duanya."

"Oh begitu ternyata." Wilson memakai kacamatanya lagi.

"Curiga, mata kiri gue silinder gara-gara keseringan baca buku," Willa menambahkan.

"Kalau gue, sih, curiga penyebab minus ya gara-gara keseringan main game di HP," balas Wilson sambil menatap langit.

Hujan sebentar lagi reda.

"Oh, jadi penyebab lo minus bukan gara-gara keseringan baca buku akhir-akhir ini?"

Wilson menggeleng, pandangannya masih fokus ke langit. "Enggak, soalnya gue paling pinjem doang dari perpus, gue pendem, baru gue kembalikan."

Willa seketika kaget. "EH? JADI NGGAK DIBACA?"

Wilson jadi ikutan kaget. "Eh, tadi gue ngomong apa?"

Terlalu meratapi rintik hujan yang perlahan reda, membuat lelaki berkacamata itu tidak sadar dengan ucapannya.

Wilson keceplosan.

=Because I'm Fake Nerd! =

Sehabis tanggal 29, aku usakan cerita ini kelar cepet dan semoga beneran bisa, Aamiin. See you!

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang