40 - Alur Muter

399 107 8
                                    

Menurut Wilson, ciri-ciri yang paling tidak dia sukai pada Willa adalah terlalu cepat memutuskan dan berasumsi terhadap sesuatu. Terlalu cepat. Saking cepatnya sampai Willa itu terkadang dia lihat menyesal sendiri.

Contohnya sekarang. Sehabis mengatakan bahwa Willa akan membakar segala novel pemberian Wilson, gadis itu menyesal dan sekarang malah mengejar Wilson yang berjalan santai pulang ke rumah.

"Wilson!"

Wilson pura-pura tidak mendengar. Sempat memasukkan salah satu tangan ke dalam saku celana dan melambai-lambai ke tetangga yang sedang panik mengambil jemuran, mau hujan.

"Wilson!" Willa berlari ke hadapan laki-laki itu. "Sorry, sorry tadi gue nggak sengaja."

Wilson tetap melangkah, pura-pura tidak melihat Willa. Langkahnya tetap santai di antara orang panik meminta maaf, orang panik mengangkat jemuran, dan orang panik lewat dengan kendaraan motor yang sedang bingung harus berhenti untuk memakai jas hujan atau tidak.

"Wil!!!" Willa berteriak, selayaknya anak-anak.

Wilson hanya melirik sekilas dan berjalan lagi menuju rumah. Langkahnya malah dipercepat, membuat Willa pasrah sudah.

Ketika lelaki itu masuk, barulah Willa berani melangkah lagi. Sampai di depan pagar, tiba-tiba gadis itu kepikiran dengan semua kakak-kakak Wilson yang terlihat saling mengisi satu sama lain. Persaudaraan yang amat sempurna. Satu jago masak, kedua jago olahraga, ketiga jago make up, keempat jago berhitung, dan terakhir jago berorganisasi.

Lah, Willa jago apa?

Willa seketika insecure. Beruntung sekali dia bisa disukai oleh orang seperti Wilson. Benar saja pengelakannya selama ini, karena seharusnya Wilson bersama orang yang lebih dari kakak-kakaknya. Kalau begitu, daripada mengemis, lebih baik Willa balik.

Namun, ini bukan masalah perasaan. Ini masalah Wilson yang marah karena Willa mau membakar buku pemberiannya.

"Kalau cerita gue ini dijadiin novel, otomatis orang-orang yang baca kayaknya sebel banget deh, muter-muter alurnya! Padahal udah gue tolak tuh Wilson, eh gue malah nyesel dan ngarep. Akhirnya Wilson kode lagi, eh gue malah menghindar. Lanjut ke pembahasan confess hari itu dan kita udah saling negasin kalau kita temenan aja. Tapi, Wilson malah bikin drama fake nerd baru lagi. Fix udah temenan aja. Eh, guenya malah secemburu itu liat Wilson pelukan sama Tania padahal udah hari itu udah jelas, KITA TEMENAN!" Willa mendumel sambil berlari kembali menuju rumah Wilson.

Langkahnya sampai di depan pintu. "Ah, gimana, sih? Memang ya, segala apa pun yang udah terkait perasaan suka, apalagi friendzone, emang ribet. Bakal tarik ulur nggak jelas, sampai alur hidup gue muter-muter di situ aja," gumamnya. "Sekarang apa?"

Rumah Wilson tertutup.

Tiba-tiba terdengar suara besar dari dalam rumah.

"NGGAK BISA YA! SORRY BUKAN SALAH GUE. Itu si Hani, kebiasaan mandi lama." Itu suara Revalika.

"Pake 'Kak', nggak sopan!" Suara Hani tak kalah menggema.

"WILSON, SINI!" Sepertinya Wilson adalah penengah di antara mereka.

"IH, BISA NGGAK, SIH, NGGAK USAH RAME? Gue mau bikin konten sebelum make up luntur." Yunifa menyeletuk. Lebih mengangetkan. Sakit telinga rasanya.

"KALIAN SEMUA, DIAM! GUE MAU IKUT OLIMPIADE BESOK." Jelas itu suara Firdalia, karena pembahasannya lagi-lagi seputar olimpiade.

"LO BEDUA, DIAM DULU! GUE ADA MASALAH SAMA INI ORANG." Revalika tak mau kalah.

"PAPAAA! KAK REVA SAMA KAK HANI RIBUT."

Willa tercengang. Seramai itu para kakak Wilson berdebat. Sakit telinganya. Jika momen ini adalah sebuah cerita dalam buku, Willa akan melewatkannya atau skip.

= Because I'm Fake Nerd! =

Willa sakit telinga.
Kalian sakit mata, liat teriakan kakak Wilson pakai kapital semua wkwk.

Sengaja. Berbagi rasa, walau berbeda cara, hehe.

Gimana? Udah puyeng muter-muter bareng dua anak friendzone ribet ini? Sama, aku juga puyeng.

Anyway, ada yang pernah terjebak friendzone?

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang